Saat Warga Dua Desa di Grobogan Dilarang Menjalin Cinta Dalam Tradisi Asrah Batin
GROBOGAN, KOMPAS.com – Ratusan warga Desa Karanglangu, Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, menyeberangi sungai tuntang selebar 15 meter menuju perkampungan seberang di Desa Ngombak, Kecamatan Kedungjati, Grobogan, dalam tradisi “Asrah Batin”, Minggu (15/10/2024).
Dalam kultur lokal yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun silam ini, perwakilan warga Desa Karanglangu secara bergantian melintasi sungai berarus deras sedalam 60 meter menumpang rakit dan perahu karet.
Sementara itu, warga Desa Ngombak menyambut kedatangan warga Desa Karanglangu dengan pelayanan yang maksimal.
Baca juga: Saat Ribuan Warga Berebut Tumpeng Jambu Raksasa di Jombang
Di antaranya menerjunkan sejumlah relawan yang berjaga-jaga di sungai mulai dari TNI, Polri dan warga.
Mereka mengawal rombongan dengan membentangkan tali tambang yang membelah sungai.
Dalam tradisi yang digelar setiap dua tahun sekali ini, Kepala Desa Karanglangu dan perangkat Desa Karanglangu dijemput oleh pihak Desa Ngombak menggunakan rakit yang dihias sedemikian rupa.
Disusul kemudian warga Desa Karanglangu, baik tua maupun muda diangkut dengan perahu karet.
Tradisi Asrah Batin ini dimulai sejak pagi hingga siang hari. Ribuan pengunjung berkerumun di sekitar lokasi sungai besar itu untuk menyaksikan tradisi yang unik dan menarik ini. Suasana keakraban antara dua desa yang terpisah dengan bentangan sungai tuntang ini kental terasa.
Warga Desa Ngombak yang telah lama menunggu kedatangan warga Desa Karanglangu menyongsong dengan penuh kehangatan.
Sesampainya di Desa Ngombak yang dipusatkan di kediaman petinggi setempat, hajatan besar telah menanti mereka. Para tamu juga dimanjakan dengan hiburan kesenian serta suguhan hidangan khas Jawa yang beraneka ragam.
Hadir dalam kegiatan ini Bupati Grobogan Sri Sumarni beserta jajarannya, serta Ketua DPRD Kabupaten Grobogan Agus Siswanto.
“Tradisi Asrah Batin wujud nguri-nguri budaya, ajaran positif, toleransi antar sesama yang terjalin baik dan lama. Sudah sepatutnya dilestarikan sebagai percontohan,” kata Bupati Grobogan Sri Sumarni.
Tentang tradisi asrah batin
Tradisi Asrah Batin erat hubungannya dengan kepercayaan warga tentang sosok Kedhana dan Kedhini, yaitu Raden Sutejo dan Roro Musiah yang diyakini sebagai leluhur pendiri Desa Karanglangu dan Desa Ngombak.
Menurut silsilah, Kedhana dan Kedhini adalah saudara kandung. Keduanya terpisah sewaktu masih kecil.
Keduanya pun berkelana melewati hutan dan sungai, hingga akhirnya Kedhana menetap di suatu perkampungan yang diberi nama dengan Desa Karanglangu. Sedangkan Kedhini bertahan di suatu tempat yang dinamai Desa Ngombak. Singkat cerita setelah keduanya dewasa, mereka yang sudah tak saling mengenal itu pun bertemu hingga saling jatuh cinta dan nyaris menikah.
Pernikahan itu akhirnya urung terjadi setelah terungkap bahwa keduanya adalah kakak beradik.
Kepala Desa Ngombak, Herianto, menyampaikan, secara turun temurun tradisi Asrah Batin ini dilaksanakan pada Minggu Kliwon setiap dua tahun sekali untuk mengenang Kedhana dan Kedhini. “Asrah Batin” sendiri merupakan kata lain dari pasrah batin atau berusaha ikhlas dengan kenyataan yang terjadi.
Pasrah Batin juga pengejawantahan dari rasa syukur kepada Sang Khalik. Karena atas izin Sang Pencipta, pernikahan terlarang antara saudara sekandung tersebut akhirnya urung terjadi.
Dahulu rencananya rombongan Desa Karanglangu hendak mengantar Kedhana melamar Kedhini di Desa Ngombak.
Namun takdir membuka tabir, prosesi pernikahan pun gagal hingga berganti hajatan syukuran karena ternyata Kedhana Kedhini adalah saudara kandung yang lama terpisah.
“Bentuk syukur kepada Tuhan yang telah membuka tabir. Momen sedih dan bahagia bercampur menjadi satu,” ungkap Herianto.
Baca juga: Angkat Keragaman Budaya dan Tradisi Lokal, Pemkab Jembrana Gelar Pawai Budaya
Tokoh Masyarakat Desa Ngombak Tamsir mengatakan, kisah sepak terjang hubungan sedarah antara Kedhana dan Kedhini yang mewarnai desa mereka bukan omong kosong belaka.
Selain dibuktikan dengan keberadaan makam dan petilasan. Terbukti juga sejak turun temurun, pemuda-pemudi warga Desa Karanglangu dan warga Desa Ngombak membatasi diri untuk saling mencintai maupun mengikat janji suci menuju ke jenjang pernikahan. Sejauh ini dogma atau sistem keyakinan itu masih langgeng dipertahankan.
“Turun temurun laki-laki dan perempuan dari dua desa itu dilarang untuk saling menikah. Warga Desa Karanglangu dan Ngombak adalah saudara tua dan muda. Warga percaya jika melanggar akan ada musibah. Dahulu pernah ada yang melanggar dan meninggal dunia. Hingga saat ini belum ada yang berani melanggar. Kami pun menjaga tradisi itu. Wallahu a’lam bishawab,” terang Tamsir.