Informasi Terpercaya Masa Kini

Kilas Balik Sejarah Perayaan Imlek di Indonesia

0 4

KOMPAS.com – Tahun Baru China atau disebut Imlek di Indonesia, jatuh antara tanggal 21 Januari dan 20 Februari.

Tahun Baru Imlek 2025 jatuh pada tanggal 29 Januari dan merupakan hari libur nasional.

Sebelum ditetapkan sebagai hari libur nasional, perayaan Imlek di Indonesia mengalami pasang surut, bahkan pernah dilarang.

Berikut ini sejarah Imlek di Indonesia.

Baca juga: Mengapa Imlek Selalu Jatuh di Bulan Januari atau Februari?

Sejarah Imlek di Era Kolonial

Komunitas Tionghoa di Indonesia meningkat pesat pada zaman penjajahan Belanda.

Antara akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, pemerintah kolonial Belanda mengambil tindakan untuk menghambat pergerakan masyarakat Tionghoa.

Melansir indonesia.go.id, pemerintah kolonial Belanda juga melarang perayaan Imlek.

Alasannya, kemeriahan perayaan Imlek dikhawatirkan dapat menyulut kerusuhan antaretnis.

Setelah Jepang menduduki Indonesia, perayaan Imlek diperbolehkan, bahkan dijadikan sebagai hari libur resmi.

Penetapan itu termuat dalam Keputusan Osamu Seirei No. 26 tanggal 1 Agustus 1943.

Sejarah Imlek Era Orde Lama

Di era Orde Lama, atau di masa pemerintahan Presiden Soekarno, Imlek diundangkan sebagai salah satu hari raya di Indonesia melalui Penetapan Pemerintah Nomor 2/UM/1946 tentang aturan hari raya.

Pasal 4 Penetapan Pemerintah Nomor 2/UM/1946 menjelaskan tentang hari raya khusus untuk orang Tionghoa, salah satunya Hari Raya Imlek.

Namun, peraturan yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno tersebut hanya berlaku sampai tahun 1953.

Baca juga: Perbedaan Tradisi Tahun Baru China di Berbagai Negara

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1953 tentang Penetapan Aturan Hari-Hari Libur, membatalkan peraturan tentang Hari Raya Imlek.

Mulai tahun 1953, Imlek masih dirayakan oleh masyarakat Tionghoa di Indonesia, tetapi tidak diakui sebagai hari libur resmi.

Sejarah Imlek Era Orde Baru

Perayaan Imlek dilarang pada masa Orde Baru, atau di era pemerintahan Presiden Soeharto.

Pada masa ini, orang-orang Tionghoa tidak lagi diberi ruang ekspresi keagamaan dan kebudayaan secara bebas.

Melalui Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China, masyarakat Tionghoa bukan hanya dilarang merayakan Imlek, tetapi juga mengalami represi yang sistematik.

Berdasarkan peraturan tersebut, perayaan budaya dan keagamaan masyarakat Tionghoa tidak boleh dilakukan secara publik.

Perayaan Imlek hanya boleh dilakukan apabila tidak mencolok dan hanya dalam ranah pribadi.

Peraturan tersebut berlaku efektif sejak 6 Desember 1967, hingga akhir rezim Soeharto pada 1998.

Baca juga: Sejarah Tahun Baru Imlek: Dari China ke Dunia

Sejarah Imlek Era Reformasi Hingga Sekarang

Ketika rezim Orde Baru runtuh, masyarakat Tionghoa tidak lagi meyarakan Imlek secara sembunyi-sembunyi.

Meski belum memiliki payung hukum yang resmi, Inpres No 26/1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi yang dikeluarkan oleh Presiden BJ Habibie cukup membawa angin segar bagi masyarakat Tionghoa di Indonesia.

Barulah pada masa Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Inpres No 14/1967 yang dikeluarkan oleh Soeharto resmi dicabut.

Hal itu sesuai Keputusan Presiden No. 6/2000 tentang Pencabutan Inpres No 14/1967.

Dengan munculnya keppres ini, masyarakat Tionghoa kembali terbuka untuk mengekspresikan kepercayaan dan tradisinya di muka umum, termasuk merayakan Imlek.

Setahun kemudian, Presiden Gus Dur mengeluarkan Keputusan Presiden No. 19 Tahun 2001 tertanggal 9 April 2001, yang meresmikan Imlek sebagai hari libur, tetapi berlaku secara khusus bagi etnis Tionghoa saja.

Imlek menjadi hari libur nasional sejak era Presiden Megawati Soekarnoputri, yang mengeluarkan Keputusan Presiden No. 9 Tahun 2002 tentang Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional.

Sejak itu hingga sekarang, Tahun Baru Imlek menjadi hari libur nasional dan disemarakkan dengan beragam tradisi serta festival di seluruh Indonesia.

Leave a comment