Informasi Terpercaya Masa Kini

Ordinary Angels (2024), “Bapack-Bapack Setrong” juga Membutuhkan Bantuan

0 8

Sebuah film drama berdasarkan kisah nyata, dibuat oleh produser Jon Gunn yang sebelumnya sering menghasilkan film-film bertemakan rohani. Hasilnya, Ordinary Angels mampu menghadirkan pesan besar yang sangat realistis di kehidupan masa kini, bahwa kemanusiaan di atas segalanya. Juga, “bapack-bapack setrong” pun perlu bantuan dalam masalah rumah-tangganya.

Tidak perlu merasa sungkan, film ini secara reflek akan membuat air mata para kepala rumah tangga akan menetes, bahkan bisa membanjiri pelupuk mata. Memang sedalam itu kisah nyata Edward Schmitt dalam menyelamatkan anaknya, Michelle, dari penyakit atresia bilier.

Ditambah lagi, Jon Gunn memilih dua peran utama yang sangat cocok untuk menggambarkan dua karakter utamanya, para malaikat, Ed Schimtt (diperankan Alan Ritchson) serta Sharon Stevens (Hilary Swank). 

Alan Ritchson yang berbadan tegap besar, mewakili gambaran sempurna seorang ayah single-fighter yang rela melakukan apa saja untuk keluarga kecilnya setelah ditinggal sang istri tercinta.

Sementara itu, Hilary Swank bisa membawakan peran wanita ceria yang sebenarnya jauh di dalam persona itu, merupakan seorang ibu dan pribadi yang rapuh dalam ketergantungan alkohol.

Langsung saya spill di awal, tidak perlu berharap kedua tokoh ini akan bersatu menjadi suami-istri ya… Persahabatan Ed Schmitt dan Sharon di akhir film telah digambarkan tetap kokoh hingga saat ini.

Sinopsis Film Ordinary Angels

Berlatar di daerah Louisville, Kentucky, tahun 1993, Edward Schmitt dan sang istri Theresa, diceritakan di awal film baru saja mempunyai anak kedua yang mereka namai Michelle. 

Diketahui beberapa saat setelahnya, ternyata Michelle (Emily Mitchell) menderita penyakit atresia bilier (penyakit yang menyerang organ hati dan saluran empedu pada bayi).

Cerita langsung skip lima tahun berselang, dengan kabar duka menyelimuti keluarga tersebut, bahwa sang ibu (Theresa) telah meninggal dunia usai berjuang melawan sakitnya. Kini tinggal Ed bersama ibunya, Barbara, yang harus berjuang menjaga Ashley dan Michelle.

Di tempat lain, ada seorang wanita paruh baya yang bekerja sebagai penata rambut, tengah berjuang sembuh dari ketergantungan minuman beralkohol. Sharon Stevens, bahkan sempat mengikuti kelas konsultasi untuk masalah ini seusai dipaksa oleh asistennya Rose (Tamala Jones).

Sepulang dari kelas, ia secara tidak sengaja melihat berita dari surat kabar tentang Michelle yang menderita atresia bilier harus kehilangan sang ibu. Sebab tinggal di wilayah yang sama, Sharon tergerak untuk langsung menuju gereja tempat prosesi pemakaman Theresa.

Bagai orang asing di sana, ia ternyata berkesempatan untuk bertemu Michelle, Ashley, dan juga Ed Schmitt. Meski sempat dianggap stranger, hati Sharon memiliki kebulatan tekad untuk membantu keluarga ini. 

Sharon lalu mengadakan sejumlah penggalangan dana untuk membantu meringankan beban finansial Ed yang harus rutin mengantar Michelle cuci darah. Menjadi dramatis, ternyata dokter telah memvonis umur Michelle tidak lama lagi.

Sharon lalu berinisiatif untuk menemui Ed dan bermuka tebal untuk membantunya, sekalipun mengalami penolakan di awalnya. Ternyata, semua hal baik yang dilakukan Sharon, didasari pada kegagalannya menjaga putra semata wayangnya, Derek (Dempsey Bryk).

Review Film

Untuk sebuah film adaptasi kisah nyata, tidak perlu pertanyaan investigatif mengapa Sharon mau untuk membantu keluarga Ed. Ending film dengan gamblang menjelaskan bahwa keduanya tetap menjalin persahabatan, serta Michelle akhirnya bisa bertahan hidup, lulus sekolah dan akhirnya menemukan tambatan hatinya.

Film happy ending story ini berfokus untuk menggugah penonton, seberapapun berat beban dalam membina keluarga, pasti akan ada tangan-tangan malaikat yang mau menolong. Asal, kita mau mengetuk pintu. Bisa berupa doa ataupun meminta tolong.

Jon Gunn tahu benar mengarahkan pesan moral seperti ini, dengan bantuan sosok Alan Ritchson yang bagaikan batu karang besar, harus pecah juga ditetesi oleh masalah yang bertubi-tubi.

Kehidupan pribadi Sharon Stevens menjadi warna tersendiri, supaya penonton tidak terjebak pada alur yang sangat melodramatis. 

Ordinary Angels, bagi saya pribadi sebagai seorang suami dan ayah, akan menjadi film yang bisa saya tonton berkali-kali untuk meneguhkan hati dalam berjuang untuk keluarga. Tidak boleh ada kata malu dan menyerah, Ed Schmitt telah membuktikan bisa menjadi “malaikat biasa” untuk Michelle, dengan bantuan malaikat lainnya, Sharon Stevens.

Film ini telah tayang di bioskop Indonesia pada 3 April 2024, lebih terlambat dari penayangan perdana di Amerika Serikat setahun sebelumnya.

Jon Gunn menggandeng Lionsgate untuk menggarap film ini, sehingga kejernihan gambar untuk menjelaskan latar tahun 1990-an tidak perlu dipertanyakan. Ciri khas film Lionsgate, layar boleh temaram, tetapi harus ada lampu kecil berwarna sebagai kontrasnya.

IMDb hingga kini memberikan nilai cukup bagus, yakni 7.4/10 dan sayapun setuju dengan nilai tersebut. Film ini boleh dilihat oleh semua kalangan, meski ada adegan minum alkohol yang sedikit disamarkan.

Menjadi lebih bermakna, jika menonton film ini bareng-bareng dengan keluarga. Tetapi kalau anda tidak siap dilihat anak-anak ketika sedang menangis, ya bolehlah, malam-malam menonton usai si kecil terlelap.

Salam

Leave a comment