Informasi Terpercaya Masa Kini

Istana Garuda di IKN Jadi Kontroversi dan Ramai di Medsos,IAI: Karya Seni Beda dengan Arsitektur

0 36

TRIBUNKALTIM.CO – Di media sosial (medsos) ramai soal desain Istana Garuda di IKN Kaltim selama dua minggu terakhir. 

Berbagai komentar dan kritikan ramai di medsos soal desain Istana Garuda di IKN Kaltim. 

Kritikan Istana Garuda di IKN Kaltim ini menyoal desain tersebut yang justru dibuat bukan oleh seorang arsitek.  

Desain Istana Garuda di IKN ini dipercayakan pada pematung asal Bali, Nyoman Nuarta, yang juga mendesain Garuda Wisnu Kencana (GWK).

Baca juga: Respons Kepala Otorita IKN Nusantara Usai Istana Garuda Dikritik Suram dan Sarang Kelelawar

Baca juga: Dinilai Bernuansa Mistis, Nyoman Nuarta Beber Tahapan Perubahan Warna Istana Garuda di IKN Nusantara

Baca juga: Istana Garuda IKN Dikritik Suram dan Mirip Sarang Kelelawar, Basuki: Nanti Warnanya akan Mirip GWK

Mencermati peristiwa ini, Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) merasa perlu mendefinisikan kembali beberapa hal.

Ketua Umum IAI Georgius Budi Yulianto mengatakan ada perbedaan mendasar antara karya seni dengan produk rancangan arsitektur.

Dikatakan, karya seni lebih berfokus pada ekspresi estetika dan emosional, di mana seorang seniman memiliki kebebasan dengan berbagai medium dan gaya tanpa batasan utilitas. 

“Meskipun karya seorang seniman tangible, ekspresi yang dinikmati tidak bisa diukur dan sangat subjektif,” ungkap Georgius.

Sedangkan produk rancangan arsitektur merupakan gabungan estetika, fungsi dan struktur. 

“Seorang arsitek harus bertanggung jawab atas rancangannya, dalam memenuhi kode/regulasi bangunan gedung yang memenuhi kriteria keselamatan, kemudahan, kenyamanan dan kesehatan,” jelasnya.

Karena rancangan arsitektur harus memenuhi kriteria-kriteria tersebut, gagasan desain wajib disesuaikan, dan dalam hal ini tentu dilakukan oleh arsitek (untuk bidang arsitektur).

Bagi Georgius, masyarakat tidak boleh disesatkan dengan pernyataan seolah terjadi downgrading atas dasar pertimbangan pribadi apalagi statement untuk mengejar fee atau keuntungan pribadi arsitek.

Jika ditanyakan, apakah seorang arsitek bertanggungjawab pada estetika, maka jawabannya adalah ya.

Vitruvius pada abad 1 SM, dalam De Architectura, menyampaikan Venustas (estetika) merupakan bagian dari trias vitruvius (firmitas/kekuatan, utilitas/ fungsi dan venustas/keindahan).

Baca juga: Jokowi Beri Nama Istana Garuda untuk Kantor Presiden di IKN Kaltim, Bedanya dengan Istana Negara

Tentu kuratorial rancangan arsitektur, bukan karya patung atau seni rupa lainnya.

“Meskipun gagasan desain muncul dari seseorang yang bukan arsitek dan sudah disetujui oleh pemberi tugas. 

Namun jika desain itu akan menjadi produk arsitektur, harus dilakukan oleh Arsitek, terutama sehubungan keandalan rancangan arsitektur tersebut,” tegasnya seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com.

Pemerintah sendiri telah menerbitkan peraturan lebih mendetail dalam hal pengaturan keandalan bangunan dalam PP No.15/2021 Tentang Bangunan Gedung.

Kemudian dalam Permen PUPR No.11/ PRT/M/2018 yang mengatur Tim Ahli Bangunan Gedung yang menetapkan tugas dan tanggung jawab Tim Profesi Ahli (TPA) dalam proses Perizinan Bangunan Gedung (PBG).

Selain itu Kementerian PUPR juga telah membentuk Komite Keandalan Bangunan Gedung (KKGB) yang tugas dan fungsi utamanya memastikan rancangan bangunan gedung andal, dan disiplin arsitektur serta Arsitek termasuk didalamnya.

Dalam praktiknya, setiap rancangan arsitektur harus diuji oleh minimal dua peraturan tersebut diatas.

Baca juga: Kapan Istana Garuda IKN Kaltim Berubah Warna dari Gelap ke Kehijauan? Begini Kata Perancang Desain

Union Internationale des Architectes (UIA), menyatakan bahwa seorang arsitek adalah seorang profesional yang telah menyelesaikan pendidikan arsitektur dan memiliki pengalaman kerja praktik yang cukup.

Arsitek bertanggung jawab untuk merancang dan mengawasi pembangunan bangunan serta lingkungan binaan lainnya, dengan mempertimbangkan aspek fungsional, estetika, dan keselamatan.

Arsitek adalah profesi teregulasi atau regulated profesion yaitu profesi yang akses, praktik dan gelarnya diatur oleh Undang-undang atau peraturan pemerintah.

Undang-Undang (UU) 6 Tahun 2017 tentang arsitek yang kemudian masuk kedalam pasal 26 UU 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, telah mengatur secara lugas dan tegas, siapakah itu Arsitek dan bagaimana praktik Profesi Arsitek.

UU 11/2020 (UUCK) Pasal 25 ayat 1 butir (3) menyebutkan bahwa arsitek adalah seseorang yang telah memenuhi syarat dan ditetapkan oleh Dewan untuk melakukan praktik arsitek.

Dalam butir (6) menyebutkan Surat Tanda Registrasi Arsitek merupakan bukti tertulis bagi arsitek untuk melakukan praktik arsitek.

Baca juga: Bandingkan dengan Istana Garuda IKN Nusantara, Jokowi Cium Bau Kolonial di Istana Bogor dan Jakarta

Sementara pada butir (14) menyebutkan Dewan Arsitek Indonesia yang selanjutnya disebut Dewan adalah dewan yang dibentuk oleh Organisasi Profesi dengan tugas dan fungsi membantu Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan Keprofesian Arsitek.

“Dapat disimpulkan, dalam konteks rancangan bangunan gedung, Kata Arsitek merujuk kepada seseorang yang telah memenuhi syarat untuk berpraktik Arsitek, dibuktikan dengan kepemilikan Surat Tanda Registrasi Arsitek (STRA) oleh Dewan Arsitek Indonesia, dalam konteks ini Arsitek tidak bermakna generalis,” tegas Gregorius.

IAI yang diamanatkan oleh UU 11/2020 Pasal 28 butir (d) menyatakan bahwa tugas Organisasi Profesi adalah melakukan komunikasi, pengaturan dan promosi tentang kegiatan Praktik Arsitek.

Dalam konteks ini IAI tidak memiliki kewenangan untuk menentukan seseorang berhak menyandang gelar arsitek atau tidak, kewenangannya ada pada Dewan Arsitek Indonesia

Menurut IAI, sebagai bangsa yang bermartabat, hendaknya kita satu sama lain saling menghargai, pernyataan-pernyataan yang bermakna merendahkan tentu menjadi kontra produktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kehebatan desain, terutama rancangan arsitektur, tidak hanya dinyatakan dalam besaran, tidak juga bisa dinilai dari monumentalitasnya, tapi dari kemanfaatannya bagi manusia pengguna dan lingkungan sekitarnya.

“Keragaman keahlian tidak perlu dilihat sebagai garis demarkasi seolah tidak ada hubungan, namun akan lebih elegan dan bermanfaat jika kita melihatnya sebagai peluang untuk saling mengisi dan berkolaborasi,” tandas Gregorius.

Baca juga: Jokowi Ungkap Luas Lapangan Istana Garuda di IKN Nusantara 2 Kali Lipat dari Istana Merdeka Jakarta

(*)

Ikuti berita populer lainnya di Google News Tribun Kaltim

Ikuti berita populer lainnya di saluran WhatsApp Tribun Kaltim

Leave a comment