Informasi Terpercaya Masa Kini

Serangan Iran ke Israel Kelamaan,Operasi Intelijen di Tel Aviv Bakal Setara yang Terjadi di Teheran

0 16

Kenapa Serangan Pembalasan Iran ke Israel Kelamaan? Operasi Intelijen di Tel Aviv Butuh Waktu Perencanaan

 

TRIBUNNEWS.COM  – Situs web Amerika Serikat (AS) “Oil Price” mencoba menjawab pertanyaan yang saat ini ditanyakan tentang lambatnya pembalasan dan respons yang digembar-gemborkan Iran atas pembunuhan pemimpin Palestina Ismail Haniyeh oleh Israel.

Situs web tersebut mencantumkan sejumlah ancaman awal pembalasan Iran terhadap Israel, termasuk ancaman dari Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei.

“Digaungkan, kalau serangan Iran atau Hizbullah segera terjadi dalam dua minggu terakhir, dan prediksi ini telah menyebabkan histeria berulang kali di media sosial,” tulis lansiran Khaberni mengutip laporan media AS tersebut, Sabtu (17/8/2024).

Baca juga: Sibuk Bersiap Hadapi Serangan Pembalasan Iran-Hizbullah, Ekonomi Israel Kacau-balau

Para analis mengatakan, gagasan kalau Iran menunda balas dendam karena mengharapkan dampak psikologis yang ditimbulkannya lebih merupakan alasan pembenaran ketimbang strategi yang tepat.

“Laporan Oil Price mengatakan, ada konsensus di antara para analis kalau diskusi internal yang intens, kompleksitas koordinasi dengan proksi, dan penilaian risiko yang terkait dengan serangan itu semuanya berkontribusi pada keraguan Iran,” tulis Khaberni soal kenapa balas dendam Iran ke Israel kelamaan.

Dilema Besar

Raz Zimet, seorang peneliti senior di Institut Studi Keamanan Nasional di Tel Aviv, dikutip laporan tersebut, mengatakan kalau Iran “menghadapi dilema besar”.

“Meski Khamenei dan Garda Revolusi Iran ingin memulihkan deterrence (tindak pencegahan atas ancaman) terhadap Israel, ada elemen di Iran yang khawatir serangan skala besar akan menyeret Teheran ke dalam perang dengan Israel, dan mungkin bahkan dengan Amerika Serikat,” kata laporan tersebut.

Zimet menambahkan, bahkan jika keputusan dibuat mengenai bagaimana Iran akan merespons dan membalas, koordinasi dengan Hizbullah dan anggota poros perlawanan lainnya adalah proses yang memakan waktu.

Faktor lain yang mungkin mempengaruhi proses pengambilan keputusan Iran adalah bahwa Amerika Serikat memperkuat kehadiran militernya di wilayah tersebut lebih besar dibandingkan pada bulan April lalu sebelum serangan pesawat tak berawak dan rudal Iran terhadap Israel yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Baca juga: Momen Langka, AS Umumkan Kirim Kapal Selam Nuklir ke Timur Tengah, Iran Segera Gempur Israel?

Respons AS yang Lebih Kuat

Michael Horowitz, kepala departemen intelijen di Le Bec International Consulting, yang berbasis di Bahrain, mengatakan kalau kawasan Timur Tengah kemungkinan akan menyaksikan tanggapan yang lebih besar dari Amerika dibandingkan apa yang terjadi pada bulan April.

“Dan AS mungkin akan memberikan tanggapan yang sama besarnya sebagai respons atas ancaman Iran menggertak akan menyerang dengan kekuatan lebih besar daripada serangan pada bulan April. Respons besar AS ini, terutama sejak Amerika mengirim aset-aset ofensif ke wilayah tersebut selain aset-aset pertahanannya, yang merupakan pesan pencegahan,” katanya.

Situs web tersebut menyatakan, Iran menolak seruan negara-negara Barat untuk menahan diri, dan bersikeras bahwa Iran memiliki hak yang sah untuk membalas pembunuhan Haniyeh Israel di tanah Iran.

Namun, banyaknya panggilan telepon yang dilakukan Presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian dan penjabat Menteri Luar Negeri Ali Bagheri Kani menimbulkan spekulasi kalau upaya diplomasi telah membantu menunda serangan balasan Iran tersebut dan sebenarnya bisa mencegahnya.

“Iran akan melakukan apa yang dianggapnya sebagai kepentingan terbaiknya, namun Horowitz meragukan hal ini, dan mengatakan bahwa diplomasi saja tidak cukup untuk mengubah perhitungan Iran. Dan bahwa Iran akan melakukan apa yang dirasanya sebagai kepentingan terbaiknya, terlepas dari seruan dan pernyataan yang mendesak untuk menahan diri,” kata ulasan tersebut tentang pertimbangan Iran membalas.

Situs tersebut menunjukkan bahwa Iran menunjukkan jenis diplomasi berbeda yang dapat meyakinkannya untuk setidaknya “menunda” serangan yang dijanjikannya, yaitu gencatan senjata permanen di Gaza antara Israel dan Gerakan Perlawanan Hamas.

Farzan Thabet, peneliti senior di Geneva Graduate Institute, berspekulasi kalau Iran “mungkin mencari jalan keluar” untuk membenarkan pembalasan yang lebih lunak, dan bahwa (semacam) gencatan senjata di Gaza bisa menjadi “kemenangan diplomatis” yang perlu dilakukan. 

Dia mengatakan, gencatan senjata di Gaza mungkin tidak penting bagi Iran, namun hal ini memberikan Teheran “alasan atau penjelasan untuk melegitimasi penundaan ini, sebagian besar secara internal dan eksternal.”

Dia mengatakan gencatan senjata di Gaza dapat menyebabkan Iran mengurangi skala serangannya atau memilih metode respons yang berbeda yang tidak melibatkan serangan langsung terhadap Israel.

Misteri Pembalasan Iran

Situs web Oil Price memberi pertanyaan mendasar dengan menulis, “Ketidakjelasan mengenai kapan pembalasan akan dilakukan? Bagaimana bentuk pembalasan Iran?”

Thabet mengatakan, teka-teki Iran terletak pada pelaksanaan serangan balasan yang tidak terlalu lemah sehingga hanya memiliki sedikit nilai simbolis atau pencegahan, namun tidak terlalu kuat sehingga menyebabkan siklus eskalasi yang tidak terkendali yang mengarah pada perang yang lebih besar.

Dia menekankan kalau Iran mempunyai dua opsi yaitu pembalasan yang lemah atau serangan balasan yang melebihi ambang batas perang.

“Kedua opsi tersebut mengandung risiko,” tulis penutup ulasan tersebut.

Soft respons yang dimaksud merujuk pada perkiraan pembalasan Iran yang melibatkan operasi intelijen di wilayah Israel.

Sedangkan, hard respons Iran dikategorikan dengan penggunaan masif rudal dan drone negara tersebut, jauh lebih besar dari apa yang mereka demonstrasikan saat menyerang Israel April silam.

Pembalasan Penuh Perhitungan, Setara Serangan Israel di Teheran

Soal pembalasan Iran ke Israel, sebuah kelompok Perlawanan Irak terkemuka telah menggarisbawahi potensi pembalasan Iran yang “penuh perhitungan dan berdampak” atas pembunuhan Ismail Haniyeh oleh Israel di Teheran pada bulan lalu.

Syekh Ali al-Asadi, ketua dewan politik Gerakan al-Nujaba Irak, membuat pernyataan tersebut dalam sebuah wawancara dengan jaringan televisi Irak al-Sumaria pada Selasa ketika ia menunjuk pada berbagai perkembangan di wilayah tersebut.

“Iran adalah negara yang memiliki kebijakan untuk merespons melalui serangan yang diperhitungkan dan berdampak,” kata Asadi.

Asadi menambahkan, “Respon Iran akan sebanding dengan agresi yang terjadi di wilayahnya, dan oleh karena itu Iran akan merespons dengan cara yang sama dan di tempat yang sama.”

Pernyataan ini mengindikasikan, Iran akan menggunakan cara senyap ala operasi intelijen di Tel Aviv, persis seperti Israel beraksi di Teheran yang berujung pada terbunuhnya Haniyeh.

Cara ini perlu waktu set-up yang tidak sebentar, alasan kenapa pembalasan Iran ke Israel tidak juga terlaksana.

Pejabat tersebut menekankan, Irak dan kelompok Poros Perlawanan akan berkontribusi pada tindakan pembalasan sebagai respons terhadap pembunuhan yang ditargetkan terhadap Haniyeh dan Fuad Shukr, seorang tokoh senior gerakan Perlawanan Lebanon Hizbullah yang terbunuh di pinggiran Beirut pada tanggal 30 Juli.

“Irak berusaha untuk tidak menjadi medan perang, namun musuh ingin memaksakan hal tersebut,” kata Asadi.

Dia menambahkan, “Perlawanan akan berpartisipasi dalam menanggapi pembunuhan Ismail Haniyeh dan Martir Shukr,” karena “Perlawanan Irak adalah bagian dari Poros Perlawanan di wilayah tersebut.”

Di bagian lain wawancaranya, ketua dewan politik Gerakan al-Nujaba mengecam kehadiran pasukan pendudukan asing, tidak terkecuali Amerika Serikat, di negara Arab tersebut.

Mulai Diolok-olok dengan Kartun

Satu di antara konsekuensi lamanya pembalasan Iran ke Israel adalah olok-olok dan ejekan.

Di media sosial muncul kartun-kartun berisi sindiran kepada Iran yang belum juga melancarkan serangan besar ke Israel.

Sebelumnya, Iran sudah bersumpah akan menyerang Israel setelah negara Zionis itu membunuh Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh di Teheran.

The Times of Israel melaporkan bahwa surat kabar Arwas dari Al Jazair menerbitkan kartun sindiran.

Kartun itu memperlihatkan ulama Iran melemparkan pesawat kertas.

Pada kartun itu terdapat keterangan “Setiap orang menunggu reaksi Iran setelah pembunuhan syuhada Haniyeh”.

Seorang guru dan dosen Arab bernama Idit Bar menyebut kartun itu menggambarkan Iran sebagai “paper tiger” atau semacam “macam ompong”.

Sementara itu, seorang ilustrator bernama Emad Hajjaj menggambar dua kartun mengenai ancaman serangan Iran.

Hajjah dikenal rutin mengirimkan kartun di surat kabar Al-Araby Al-Jadeed yang dimiliki Qatar.

Kartun pertama memperlihatkan tank Iran yang membawa peluncur rudal besar. Namun, ujung peluncur itu pada akhirnya hanya menjadi drone kecil yang membawa miniatur roket.

Kartun kedua berjudul “Joint Arab Deterrence”. Judul itu merujuk kepada koalisi regional yang dibentuk bulan April lalu untuk menangkis rudal yang ditembakkan Iran ke Israel.

Dalam kartun itu tampak ada dua pria Arab yang mengenakan penutup kepala. Mereka berusaha menangkap rudal Iran dengan jaring ikan.

Baca juga: Menjelang Serangan Iran ke Israel, Bank-Bank Iran Dihantam Serangan Siber, Uang Tak Bisa Diambil

Bar mengatakan kartun itu mengkritik rezim-rezim Arab yang dianggap membela Israel, bukannya bergabung dengan Iran dalam serangannya ke Israel.

Sebagai contoh, Yordania menangkis drone yang diluncurkan Iran ke Israel. Yordania mengklaim akan menembak jatuh drone dan rudal apa pun yang mengancam keselamatan warganya.

Kartunis Kurdish Suriah bernama Yaser Ahmad juga menerbitkan kartun yang mengejek Iran yang belum melancarkan serangan.

Dalam salah satu kartunnya, Ahmad memperlihatkan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Khamenei akan menyalakan sumbu sangat panjang yang berujung pada roket.

Ada keterangan “Balasan Iran” dalam kartun itu yang menyiratkan bahwa serangan Iran masih lama dilancarkan.

(oln/khbrn/MNA/*)

Leave a comment