Kode Rahasia Eks Gubernur Abdul Ghani Untuk Transaksi,Ada Pinjaman Jagung Hingga Pinjam Tiarap
BANGKAPOS.COM – Terkuak beberapa kode rahasia yang dilakukan eks Gubernur Maluku Utara, Abdul Ghani Kasuba (AGK).
Seperti diketahui bahwa para koruptor biasanya menggunakan kode rahasia untuk memperlancar transaksi terhadap bawahan.
Sama seperti koruptor lain, Abdul Ghani pun kerap menggunakan kode-kode rahasia.
Di Pengadilan Negeri Ternate, Kamis (1/8/2024), terungkap kode-kode rahasia yang digunakan Abdul Ghani untuk meminta kepeng atau uang kepada bawahannya.
Sebelumnya, kode daun kelor dan pepaya dipakai AGK untuk meminta kepeng (uang) ke bawahannya.
Abdul Gani juga menggunakan kode ‘Blok Medan’ perihal pembuatan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Maluku Utara.
Dalam fakta persidangan, kode-kode khusus itu dipakai AGK saat meminta uang kepada sejumlah pejabat di Pemprov Maluku Utara.
Hal itu dibeberkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pada sidang tersebut, KPK menjelaskan ada istilah ke kontraktor dengan kode Pinjaman Jagung hingga Pinjam Tiarap.
Andri Lesmana, Jaksa KPK mempertanyakan istilah pinjam uang ke seorang kontraktor. Dia tak lain adalah Kristian Wuisan alias Ko Kian.
Kian sebelumnya menjadi salah satu dari tujuh orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada kasus ini.
Kini kian telah menjalani hukuman pidana penjara, setelah putusan hukum bersifat inkracht.
Berikut percakapan dalam persidangan:
Jaksa:
Keterangan terdakwa (AGK) di BAP, bantu kali ini jagung 200
Pinjam tiarap maksudnya jagung 200
Apa maksudnya saudara terdakwa?
AGK:
Pinjaman Rp 200 ribu
Jaksa:
Bukan maksudnya Rp 200 juta?
Lebih lanjut, JPU mengaku maksudnya Pinjam Tiarap artinya pinjam nanti tidak dikembalikan.
Apakah pinjam nanti tidak dikembalikan karena takut di OTT atau bagaimana?
Saudara saksi bisa dijelaskan?
AGK:
Pinjaman tiarap itu pinjam tapi tidak dikembalikan.
Alasnya, saat itu Kian (kontraktor) ada proyek, sehingga dipinjamkan uang tapi tidak dikembalikan.
Kode Rahasia yang Digunakan Para Koruptor
Para koruptor ingin beraksi dengan nyaman tanpa diketahui orang lain, apalagi aparat penegak hukum.
Mereka lalu menggunakan kode atau sandi rahasia yang sudah disepakati atau lazim digunakan pelaku atau khas di lingkungan tertentu.
Penggunaan sandi dalam percakapan di antara para pelaku korupsi bukanlah hal baru.
Sandi komunikasi koruptor itu mulai mencuat saat terungkap percakapan antara bekas politikus Partai Demokrat, Angelina Sondakh, dan Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang.
Bedanya, percakapan saat itu dilakukan menggunakan aplikasi Blackberry Messenger.
Hal itu terungkap saat persidangan kasus korupsi proyek wisma atlet SEA Games di Palembang dan proyek Stadion Hambalang di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2011 silam.
Dalam percakapan Blackberry Messenger itu, digunakan istilah ”apel malang” untuk suap berupa rupiah dan ”apel washington” untuk mata uang dollar AS.
Apel digunakan untuk menyebut uang bernilai puluhan juta rupiah.
Selain apel, Angie dan Rosa juga menggunakan istilah ”semangka” yang artinya miliar rupiah dan ”melon” yang artinya ratusan juta rupiah (Kompas, 27/7/2015).
Dalam sidang korupsi ekspor benih bening lobster (benur), Maret 2021, pegawai Kementerian Kelautan dan Perikanan juga menggunakan kata sandi untuk menyebut bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Mereka menyebut Edhy dengan sebutan ”ikan paus”.
Pegawai Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP, Andhika Anjaresta, mengatakan, sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin, meminta ”daun untuk si kuning” untuk membeli jam Rolex.
Daun untuk si kuning adalah uang pembayaran jam Rolex senilai Rp 700 juta. Jam diberikan kepada ikan paus atau Edhy Prabowo.
Penulis buku Metamorfosis Sandi Komunikasi Korupsi, Sabir Laluhu, saat dihubungi, Rabu (13/10/2021), menyebutkan, sandi komunikasi korupsi awal mula terbongkar saat kasus suap wisma atlet.
Namun, dari literatur yang dia baca, Sabir memercayai istilah itu telah digunakan sejak masa lampau.
Berdasarkan pengamatannya, Sabir membedakan ragam sandi koruptor ke dalam beberapa kategori.
Sandi itu biasanya berkaitan dengan tempat, waktu, situasi, peristiwa, situasi, lingkungan, hubungan antarpelaku, budaya, hingga latar belakang para pelaku.
Dalam kasus korupsi pengurusan anggaran dan proyek pembangunan talud abrasi di Biak Numfor, Papua, misalnya, para pelaku menggunakan istilah ”buah pinang” untuk menyamarkan uang dalam bentuk rupiah.
Ini berkaitan erat dengan budaya memakan buah pinang dalam keseharian orang Papua.
Sementara itu, dosen Sosiologi Komunikasi FISIP Universitas Diponegoro, Semarang, Triyono Lukmantoro, dalam artikel yang dimuat di Kompas, 12 Januari 2012, menyebutkan, pilihan kata, diksi, dan simbol yang dipakai koruptor menunjukkan bahwa korupsi adalah praktik kejahatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis, dan terorganisasi.
Pemilihan sandi merupakan bagian dari strategi untuk meraup keuntungan pribadi, tetapi juga penuh tipu daya agar tidak terjerat hukum.
Permainan bahasa yang tidak mudah dipahami oleh awam menunjukkan bahwa para koruptor berada dalam kesadaran yang mutlak dalam menjalankan perbuatan jahatnya.
(Bangkapos.com/Tribunternate.com)