Informasi Terpercaya Masa Kini

Ahmad Sahroni Sebut 3 Hakim yang Vonis Bebas Ronald Tannur ,Sakit, Semua: Diduga Ada ,Hengki Pengki,

0 4

SURYA.co.id, SURABAYA – Putusan bebas terhadap anak mantan anggota DPR RI, Ronald Tannur dalam kasus tewasnya Dini Sera Afrianti, membuat murka sejumlah anggota Komisi III DPR. 

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni bahkan menyebut tiga hakim yang memvonis bebas Ronald Tannur itu sakit semua. 

Hal itu diungkapkan Sahroni saat dengar pendapat dengan keluarga Dini Sera di gedung DPR RI pada Senin (29/7/2024). 

“3 hakim yang memutuskan vonis bebas sakit semua. Kalau 2 hakim ini gak punya TV, dan gak punya hp bagus, saya beliin. Sudah jelas ini viral, perkara pidananya mutlak,” ujar Sahroni dengan nada tinggi. 

Sahroni menilai aneh alasan hakim memutus bebas karena karena alasan korban meninggal dunia akibat pengaruh alkohol dari minuman keras yang dikonsumsinya. 

Baca juga: Keluarga Dini Sera Tuntut Hakim yang Vonis Bebas Ronald Tannur Dipecat, Massa Ricuh di PN Surabaya

“Saya juga punya teman pemabuk semua, tapi tidak ada yang meninggal, paling pingsan. Aneh kalau hakim mengatakan penyebab sah yang bersangkutan (Dini Sera) meninggal hanya gara-gara alkohol. Ini preseden buruk di PN Surabaya. Untuk menjadi perhatian MA ini,” tegas politisi Partai Nasdem. 

Sahroni bahkan secara terang-terangan menduga ada hengki pengki (kasak kusuk) terkait apa yang diputuskan hakim.

“Diduga ada hengki pengki. Aneh kalau perlakuan yang dilakukan terdakwa, saking mudahnya mengatakan oh ini mati gara-gara alkohol. Nalar otak mana yang dipakai,” ujar Sahroni. 

Sahroni mengaku sudah melakukan profiling hakim kasus ini, yang ternyata tak hanya sekali memberikan putusan bebas terhadap terdakwa. 

“Saya profiling, ternyata banyak putusan bebas yang dilakukan nih hakim. Bnayak kasus.

Cuma saya gak pikirin,” katanya. 

Sahroni berharap hakim ketua beserta dua anggota yang memutus kasus ini harus diberikan hukuman dari badan pengawasan Mahkamah Agung. 

Di bagian lain, anggota DPR yang sekaligus aktivis yang mengadvokasi keluarga Dini Sera, Rieke Diah Pitaloka meminta dukungan Komisi III untuk bisa menjembatani keadilan bagi keluarga korban. 

Hal ini beralasan karena Komisi III adalah mitra Mahakamah Agung, Komisi Yudisial hingga LPSK. 

“Kami juga minta dukungan adanya pencekalan terhadap Gregorius Ronald Tannur sampai kasus terang benderang putusan kasasi MA. Kami mengkhawatirkan, kabar yang bersangkutan berencana ke luar negeri,” kata Rieke. 

Sementara itu, adik Dini Sera mengaku datang ke Komisi III untuk menyuarakan aspirasi keluarganya. 

“Saya memperjuangkan ini untuk kakak kandung saya, alm Dini Sera Afrianti. Ibu saya yang sudah meninggal 3 bulan yang lalu dan untuk anak almarhum,” kata adik Dini dengan suara parau. 

“Saya mohon bapak pimpinan komisi III untuk membantu terus kasus ini hingga selesai, agar keluarga saya mendapatkan keadilan, dan tersangka mendapatkan hukuman yang setimpal dan hakim segera ditindak juga dengan seadil-adilnya,” katanya. 

Sebelumnya, keluarga Dini Sera bersama Aliansi Justice for Dini Sera juga mendatangi Komisi Yudisial (KY), pada Senin (29/7/2024).

Keluarga Dini Sera melapor ke KY karena ada kontradiksi antara surat tuntutan dan surat dakwaan jaksa dengan hasil pertimbangan hakim PN Surabaya dalam putusan perkara tersebut.

Karena itu lah, dia meminta meminta KY dapat memberikan rekomendasi kepada Mahkamah Agung (MA) untuk memberhentikan majelis hakim yang diketuai Erintuah Damanik tersebut. ‘

Baca juga: Mahfud MD Usul Mahkamah Agung Turunkan Bawas Selidiki Vonis Bebas Ronald Tannur Anak Eks Anggota DPR

“Kami meminta kiranya Komisi Yudisial dapat memberikan rekomendasi yang terbaik, yakni harapan kami adalah pemberhentian hakim yang memeriksa perkara ini di PN Surabaya,” tegas Dimas, kepada wartawan di kantor KY, Jakarta, Senin.

Dimas menjelaskan sejumlah bukti dibawa pihaknya sebagai bukti pelaporan untuk diserahkan ke KY.

Misalnya, gambar-gambar yang menunjukkan bahwa pertimbangan hakim yang digunakan dalam mempertimbangkan perkara ini sudah tidak benar.

“Kedua, kami juga membawa bukti-bukti berupa surat dakwaan yang berisi tentang hasil visum yang dikatakan bahwa hasil visum itu tidak menerangkan, (Dini) meninggal karena minum alkohol,” jelasnya.

Selain itu, kata Dimas, barang bukti lainnya, yakni surat dakwaan jaksa yang menyatakan tidak ada niat dari Ronald Tannur untuk membawa Dini ke rumah sakit.

“Dan juga kami menunjukkan di dalam surat dakwaan itu, bahwa tidak ada niat tersangka GRT untuk membawa korban ke rumah sakit, sebauaimana yang dijadikan pertimbangan hakim PN Surabaya,” ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Dimas juga mengungkapkan, pihak Ronald Tannur pernah meminta persoalan ini diselesaikan melalui jalur damai secara kekeluargaan.

Ia mengungkapkan, hal itu diajukan bukan oleh Ronald Tannur atau keluarganya. Permintaan damai secara sepihak itu disampaikan perwakilan pihak Ronald Tannur saat perkara ini masih dalam penyidikan Polrestabes Surabaya.

“Itu (permintaan damai) sudah kami tolak,” kata Dimas.

Bahkan, Dimas menambahkan, sempat ada iming-iming dari pihak Ronald Tannur agar keluarga Dini menyetujui penyelesaian kasus ini melalui jalur damai.

“Ada janji-janji, tapi kami menghiraukan itu. Karena kami meminta permintaan maaf yang tulus, bukan seperti itu,” ungkapnya.

Dimas tak mengungkapkan lebih lanjut iming-iming yang ditawarkan pihak Ronald Tannur kepada keluarga korban.

PN Surabaya Ricuh

Sementara itu, gelombang penolakan terhadap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur terus berlanjut.

Puluhan massa mengamuk di Pengadilan Negeri Surabaya pada Senin (29/7/2024).

Mereka marah karena tidak ditemui oleh pimpinan Pengadilan Negeri Surabaya saat menggelar aksi.

Awalnya, massa yang terdiri dari anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan serikat buruh berkumpul di Pengadilan Negeri Surabaya.

Mereka melakukan aksi tabur bunga dan orasi sekitar pukul 09.00 WIB.

Ketika jam operasional Pengadilan Negeri Surabaya sedang istirahat, beberapa massa mencoba membawa karangan bunga ke dalam gedung pengadilan.

Namun, sekuriti melarang karangan bunga tersebut dibawa masuk. Hal ini menyebabkan aksi dorong-dorongan antara satpam dan massa. Salah satu karangan bunga robek, dan massa kemudian mengambil karangan bunga lainnya.

Akhirnya, karangan bunga lain berhasil dimasukkan ke ruang pelayanan oleh massa.

Sementara itu, ada kabar bahwa Ketua Pengadilan Negeri Surabaya sedang rapat dengan pejabat Pengadilan Tinggi.

Massa kemudian melakukan aksi duduk sila di ruang pelayanan.

“Kami sudah meminta Ketua Pengadilan Negeri Surabaya untuk mengonfirmasi putusan terhadap Gregorius Ronald Tannur yang telah membunuh Dini Sera Afrianti. Kami hanya diberi janji akan ditemui, namun sudah tiga kali gagal. Jika kami dianggap mengganggu, biarkan kami bersih-bersih mafia hukum. Kami siap bertanggung jawab untuk satu hari demi memperjuangkan keadilan,” kata salah seorang massa.

“Kantor Pengadilan sudah seperti binatang!” serunya dengan lantang.

Suparno, Humas Pengadilan Negeri Surabaya, tampak marah saat menemui massa dan menjelaskan berkali-kali bahwa Ketua Pengadilan tidak ada di tempat.

Tak lama kemudian, humas lainnya, Alex Madani, datang. Saat ini, pihak massa dan Pengadilan Negeri sedang melakukan mediasi.

Sebagaimana diketahui, putusan hakim PN Surabaya, Erintuah Damanik, yaitu menjatuhi vonis bebas kepada anak dari anggota DPR dari PKB, Edwar Tannur.

Dikutip dari Tribun Jatim, hakim menganggap seluruh dakwaan jaksa gugur lantaran selama persidangan tidak ditemukan bukti yang meyakinkan.

“Sidang telah mempertimbangkan dengan seksama dan tidak menemukan bukti yang meyakinkan terdakwa bersalah seperti yang didakwa,” kata hakim pada Rabu (24/7/2024).

Sebelum divonis bebas, sebenarnya jaksa menuntut agar Ronald dihukum 12 tahun penjara atas pembunuhan terhadap Dini.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Leave a comment