Informasi Terpercaya Masa Kini

Hati Nurani Berontak,Tentara IDF yang Menolak Berperang di Gaza Blak-blakan Diperintah Bakar Rumah

0 9

Hati Nurani Berontak, Tentara Israel yang Menolak Berperang di Gaza Blak-blakan Diperintah Bakar Rumah

TRIBUNNEWS.COM – Yuval Green, seorang prajurit cadangan pasukan Israel (IDF) berusia 26 tahun yang dipanggil untuk bertempur di Gaza selatan, mengatakan, ia memutuskan untuk ke lau dari IDF ketika unitnya diminta untuk membakar sebuah rumah warga Palestina di sana.

“Mereka memberi kami perintah untuk membakar sebuah rumah, dan saya menemui komandan saya dan bertanya kepadanya, ‘Mengapa kami melakukan itu?‘” kata Green kepada ABC News minggu lalu.

Baca juga: Divisi David, 40 Ribu Prajurit Baru Tentara Israel Buat Perang Multi-Front di Tengah Krisis Personel

“Dan jawaban yang ia berikan kepada saya tidak memuaskan, bahkan tidak mendekati jawaban yang memuaskan. Dan saya berkata, ‘Saya tidak bersedia berpartisipasi dalam hal itu. Jika kami melakukan itu, saya akan pergi‘,” katanya.

Soal pengakuan Green soal perintah membakar rumah warga Palestina ini, IDF mengatakan kepada ABC News kalau “tindakan prajurit mereka didasarkan pada kebutuhan militer dan sesuai dengan hukum internasional”.

“Tidak ada doktrin IDF yang bertujuan untuk menyebabkan kerusakan maksimal pada infrastruktur sipil terlepas dari kebutuhan militer,” dalih IDF.

“Insiden luar biasa diselidiki oleh badan independen,” tambah IDF.

Sangat sedikit tentara IDF yang mau bertempur di Gaza sejak dimulainya perang Israel dengan Hamas setelah kelompok milisi pembebasan Palestina itu melancarkan serangan mendadak pada 7 Oktober.

Mereka yang telah berbicara menentang perang tersebut sebagian besar melakukannya secara anonim. Namun, Green memutuskan untuk melakukannya di depan umum.

Pada bulan Juni, Green menandatangani surat bersama 40 prajurit cadangan lainnya, yang tetap anonim, saat mereka secara serempak menolak bertugas di kota Rafah di Gaza selatan.

Ia mengakui pandangannya tentang perang tersebut tidak disetujui oleh banyak teman dan sesama prajuritnya dan bahwa dukungan Israel untuk mendaftar dan berperang melawan Hamas tetap tinggi.

Namun, pengalamannya di Gaza mendorongnya untuk berbicara di depan umum, katanya, atas nama warga Israel dan Palestina.

Green mengatakan ia melihat tentara Israel merusak dan membakar rumah-rumah warga Palestina dan merusak dan menjarah harta benda yang ditinggalkan.

Soal ini, IDF berdalih kalau Hamas meleburkan sel tempur mereka ke dalam infrastruktur sipil dan memasang jebakan di rumah-rumah di wilayah tersebut.

“Dalam kasus tertentu, seluruh lingkungan di Jalur Gaza diubah menjadi kompleks tempur yang digunakan untuk penyergapan, pusat komando dan kontrol serta gudang senjata, terowongan tempur, pos pengamatan, posisi penembakan, rumah-rumah dengan jebakan, dan untuk meletakkan bahan peledak di jalan-jalan,” kata IDF.

Pernyataan IDF dalam menanggapi tuduhan Green juga mengatakan:

“Merusak rumah dengan grafiti dan mencuri barang-barang pribadi rumah tangga bertentangan dengan kode etik dan nilai-nilai IDF. IDF telah bertindak, dan terus bertindak, untuk mengidentifikasi kasus-kasus tidak biasa yang menyimpang dari apa yang diharapkan dari tentara IDF. Kasus-kasus tersebut akan diarbitrase, dan tindakan komando yang signifikan akan diambil terhadap tentara yang terlibat.”

Green bertugas sebagai petugas medis tempur di Khan Younis, Gaza, November dan Desember lalu.

Dia mengatakan tentara IDF terlibat dalam pertempuran gerilya, mendatangi rumah ke rumah di Gaza. Namun interaksi dengan warga Palestina jarang terjadi.

Dia mengatakan tentara IDF telah diperintahkan untuk berhenti menghancurkan rumah dalam “beberapa kasus,” tetapi itu membebani hati nuraninya.

“Anda harus benar-benar memikirkan jumlah kerusakan yang Anda timpakan kepada orang malang tersebut yang akan kehilangan semua yang dimilikinya,” kata Green.

Sebelum perang, Green telah berencana meninggalkan IDF, dengan mengatakan bahwa ia tidak setuju dengan kebijakan Israel di Tepi Barat sebelum 7 Oktober.

Namun, ia menerima panggilan sebagai prajurit cadangan ketika Israel diserang.

Ia mengatakan bahwa ia yakin beberapa tindakan prajurit di Gaza didorong oleh respons terhadap penyerangan yang dilakukan oleh Hamas dan kelompok bersenjata Palestina lainnya pada 7 Oktober, yang menewaskan sekitar 1.200 orang, menurut pejabat Israel.

Lebih dari 250 orang diculik, tetapi 116 orang masih berada di dalam Gaza yang ditahan oleh Hamas dan kelompok bersenjata lainnya, menurut kantor perdana menteri Israel.

Empat puluh orang telah dinyatakan tewas. Hanya tujuh orang yang telah diselamatkan oleh operasi militer IDF, sementara yang lainnya dibebaskan selama gencatan senjata sementara pada bulan November.

Lebih dari 39.000 orang telah tewas di Gaza sejak November lalu, menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas.

“Saya pikir apa yang terjadi pada 7 Oktober… perang telah menciptakan banyak kemarahan di antara kita. Dan saya pikir hal-hal mengerikan yang telah terjadi telah menyebabkan banyak orang Israel menjadi sangat, sangat marah terhadap orang Palestina,” kata Green.

“Saya tidak akan mengatakan itu oknum yang tidak bertanggung jawab. Kami memasuki rumah-rumah Palestina, kami menggunakannya untuk keperluan militer yang jika Anda menganggap seluruh perang itu sah, saya rasa itu sah… tetapi Anda mengambil suvenir, Anda membuat grafiti, Anda hanya menghancurkan sesuatu tanpa alasan.”

“Aturan keterlibatan terkadang dapat diserahkan kepada komandan masing-masing,” katanya.

“Anda harus memahami bahwa, pertama-tama, militer adalah sistem yang besar,” katanya.

“Dan terkadang, jika ada aturan, komandan yang berbeda dapat menafsirkannya dengan cara yang berbeda sehingga keadaan dapat berubah, tergantung pada orang yang ada di sana. Pada dasarnya, kami memiliki seseorang yang ingin, misalnya, menciptakan lebih banyak kerusakan di sebuah rumah. Dan dia tidak diizinkan karena tidak ada alasan untuk itu. Namun di sisi lain, kami dapat melakukan apa pun yang kami inginkan di dalam rumah.”

Skala kerusakan yang ia lihat di Gaza, katanya, tidak terbayangkan.

“Semua bangunan hancur atau setidaknya rusak. Semua jalan rusak. Semuanya hancur. Saya tidak dapat membayangkan bagaimana orang-orang akan kembali tinggal di sana,” kata Green.

Ketika ditanya mengapa ia memilih untuk berbicara di depan umum, ia mengatakan bahwa ia mencoba untuk mengadvokasi kesepakatan gencatan senjata untuk mengakhiri penderitaan warga Palestina dan menyelamatkan para sandera yang tersisa di Gaza.

“Ada cara konkret untuk mengakhiri perang dan kekerasan,” katanya. “Jadi saya mencoba untuk mendorong itu.”

(oln/abc/*)

Leave a comment