Informasi Terpercaya Masa Kini

Sisi Sederhana Soeharto Dikuak Pengawal,Ogah Dikawal Setelah Lengser,Heran Lihat Lampu Lalu Lintas

0 9

TRIBUNTRENDS.COM – Perjalanan hidup Presiden RI ke-2 Soeharto memang selalu menarik untuk disimak.

Termasuk kisah Soeharto setelah lengser dari jabatannya sebagai presiden pada tahun 1998.

Seorang pengawal khusus bernama Maliki Mift pernah mengurai cerita setelah Soeharto lengser.

Maliki Mift menyebut Soeharto tak mau dikawal oleh Paspampres setelah tak lagi jadi presiden.

Hal ini diungkapkan Maliki Mift dalam salah satu bab di buku berjudul Soeharto: The Untold Stories (2011).

Pak Harto, begitu Maliki menyebut Soeharto, kerap mendapat pandangan miring selama memimpin Indonesia. Namun, ia mendapati sisi lain Soeharto yang jarang terekspos, yakni kesederhanaan.

Baca juga: Fenomena Aneh Sebelum Ibu Tien Soeharto Wafat, Ada Cahaya Hijau Melesat dari Keraton Mangkunegaran

Salah satunya adalah soal pengawalan. Soeharto sangat anti dikawal setelah tak lagi menjadi presiden.

Padahal, hak mendapat pengawalan dari polisi masih melekat kepada mantan presiden.

“Tetapi, begitu satgas polisi datang dan mengawal di depan mobil kami, Pak Harto mengatakan, ‘Saya tidak usah dikawal.

Saya sekarang masyarakat biasa. Jadi, kasih tahu polisinya’,” tulis Maliki dalam buku tersebut, menirukan ucapan Soeharto waktu itu.

Maliki mencoba memahami keinginan Soeharto, tetapi ia tetap merasa pengawalan sangat penting.

Ia pun memutar otak, mencari cara agar Soeharto tetap dikawal, tetapi tanpa terlihat. Akhirnya, Maliki meminta polisi mengawal di belakang saja, bukan di depan untuk membuka jalan.

Jika jalanan macet, barulah petugas pengawal maju ke depan.

“Namun, tetap saja Pak Harto mengetahui siasat itu. Beliau pun bertanya, ‘Itu polisi kenapa ikut di belakang? Tidak usah’,” kata Maliki. Hari berikutnya, ide baru melintas di benak Maliki.

Ia meminta pihak kepolisian agar tidak lagi mengawal mobil Soeharto. Sebagai gantinya, ia akan berkoordinasi dengan petugas lewat radio.

Jadi, setiap kali mobil Soeharto melewati lampu lalu lintas, petugas harus memastikan lampu hijau menyala. Kalau lampunya merah, harus berubah menjadi hijau.

Akhirnya, hari itu, Soeharto berangkat tanpa pengawalan polisi. Setiap kali melewati lampu lalu lintas di persimpangan, lampu hijau selalu menyala agar mobilnya tidak berhenti menunggu rambu berganti.

Namun, lagi-lagi Soeharto mengendus keanehan. Ia mempertanyakan mengapa setiap persimpangan yang ia lewati tidak pernah ada lampu merah. Ia pun menegur Maliki agar jangan memberi tahu polisi untuk mengatur lalu lintas.

“Sudah, saya rakyat biasa. Kalau lampu merah, ya, biar merah saja,” ujar Pak Harto sebagaimana ditulis Maliki. Maliki, saat itu, hanya terdiam dengan perasaan malu.

Kesederhanaan Soeharto, menurut Maliki, juga terlihat dari cara berpakaian. Sewaktu awal-awal menjadi pengawal khusus Soeharto, Maliki berpikir bahwa ia harus punya baju bagus untuk mendampingi Soeharto, paling tidak batik berbahan sutra.

Di hari pertama bertugas, Maliki mengenakan pakaian terbaiknya untuk mendampingi Soeharto keluar rumah.

Namun, apa yang dikenakan Soeharto sama sekali berbeda dengan bayangannya. Soeharto hanya mengenakan baju batik sederhana yang biasa dia pakai sehari-hari di rumah.

“Diam-diam saya langsung balik ke kamar ajudan untuk mengganti batik sutra yang saya kenakan dengan batik yang sederhana pula,” kata Maliki.(Kompas)

Ajudan Ungkap Kekayaan Soeharto

Meski telah jatuh, namun Soeharto masih meninggalkan kenangan bagi sejumlah orang, tidak terkecuali para pengawalnya.

Satu di antaranya adalah Letjen TNI Purnawirawan Soegiono.

Dalam buku ‘Pak Harto, The Untold Stories’ yang diterbitkan pada tahun 2012, Soegiono mengaku pernah menjadi ajudan Soeharto.

Saat dipilih, dia sedang menjabat sebagai Komandan Brigade Lintas Udara 17 Kostrad.

Soegiono mengaku memiliki sejumlah kenangan selama menjadi ajudan Soeharto.

Satu di antaranya terkait pakaian yang dikenakan oleh Soeharto.

Menurutnya, Soeharto merupakan orang yang bandel apabila sudah berurusan dengan pakaian kesayangannya.

“Beberapa kali saya meminta pengurus rumah tangga agar menyimpan saja celana dan kaus golf Pak Harto yang usang, tetapi beliau malah menanyakan celana dan kaus yang biasa dipakainya,” ujar Soegiono dalam buku itu.

Tidak hanya itu, Soeharto kemudian meminta kaus barunya yang sudah disiapkan Soegiono di dalam koper untuk dikeluarkan.

Bukannya dikenakan, kaus-kaus baru itu justru dibagikan Soeharto kepada staf yang lainnya.

Sehingga, Soeharto tetap mengenakan kaus yang lama saat bermain golf.

Oleh karena itu, Soegiono pun heran saat banyak orang yang menghujat Soeharto.

“Cobalah kita pikirkan kembali, siapakah yang menikmati apa yang sudah diperjuangkan Pak Harto selama hidupnya,selain kita semua?” kata Soegiono.

Baca juga: Momen Soeharto Tangisi Kepergian Ibu Tien, Jam Tangan Buat Salfok, Harganya Kini Capai Rp 2,3 M

Selain itu, menurut Soegiono juga masih ada orang yang menuduh Soeharto menyimpan uang triliunan.

“Malah saya juga dibilang sebagai penyimpan uang Pak Harto. Saya berani katakan bahwa saya tahu persis berapa besar uang yang dimiliki Pak Harto,”ucap Soegiono.

Soegiono mengungkapkan, Soeharto memiliki rasa kepedulian terhadap banyak hal yang terkait kemanusiaan.

Di antaranya kesejahteraan keluarga para veteran, keluarga prajurit, pendidikan untuk anak-anak tidak mampu, pemberdayaan ekonomi rakyat, pelestarian budaya, dan masih banyak lagi.

Bahkan, Soegiono berpendapat semua yayasan yang dimiliki Soeharto memang ditujukan untuk hal itu.

“Ketika orang lain mencerca yayasan-yayasannya tersebut, Pak Harto pun bergeming. Bahkan, hebatnya, Pak Harto tidak pernah marah atas hujatan-hujatan itu,”tandas Soegiono.

Tribuntrends/TribunSumsel.com 

Leave a comment