CIA: Pemimpin Hamas Hadapi Tekanan Semakin Besar dari Para Komandannya untuk Mengkhiri Perang Gaza
CIA, badan intelijen Amerika Serikat (AS), menilai bahwa pemimpin Hamas di Gaza, Yahya Sinwar, mendapat tekanan yang semakin besar dari para komandan militernya sendiri untuk menerima kesepakatan gencatan senjata dan mengakhiri perang dengan Israel. Direktur CIA, Bill Burns, mengatakan hal itu dalam sebuah konferensi tertutup pada Sabtu (13/7/2024), sebagaimana diberitakan CNN, Selasa, dengan mengutip sebuah sumber yang hadir dalam konferensi tersebut.
Menurut Burns, sebagaimana diungkap sumber CNN itu, Sinwar, yang merupakan arsitek utama serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 ke wilayah Israel selatan, tidak “peduli dengan kematiannya”. Namun dia menghadapi tekanan karena disalahkan atas besarnya penderitaan warga Gaza akibat perang.
Baca juga: Hamas Menghadapi Meningkatnya Ketidakpuasan Warga Gaza
Sejumlah pejabat intelijen AS yakin, Sinwar bersembunyi di terowongan di bawah tempat kelahirannya, di Khan Younis di Gaza. Mereka juga yakin, dia merupakan pengambil keputusan penting Hamas terkait apakah akan menerima kesepakatan gencatan senjata dengan Israel atau tidak.
Burns, yang selama berbulan-bulan telah melakukan negosiasi gencar sebagai orang penting di pemerintahan Biden, mengatakan bahwa pemerintah Israel dan Hamas harus memanfaatkan momen ini, sembilan bulan lebih sejak perang dimulai, untuk mencapai gencatan senjata.
Namun tekanan internal yang kini dihadapi Sinwar merupakan hal baru dalam dua minggu terakhir, termasuk seruan dari para komandan seniornya sendiri yang sudah lelah dengan peperangan.
Direktur CIA itu berbicara pada kegiatan retret musim panas tahunan Allen & Company di Sun Valley, Idaho, yang kadang-kadang disebut sebagai “perkemahan musim panas bagi para miliarder” karena banyaknya tamu yang terdiri dari para mogul (pengusaha sukses dan berpegaruh) teknologi, raksasa media, dan para pejabat senior pemerintah yang diundang ke acara rahasia itu selama seminggu.
CNN mengatakan, CIA menolak untuk berkomentar terkait laporan itu.
Tekanan yang meningkat terhadap Sinwar terjadi saat Hamas dan Israel telah menyetujui kerangka kesepakatan yang dibuat Presiden AS, Joe Biden, akhir Mei lalu. Hal itu, menurut para pejabat AS, digunakan sebagai dasar perjanjian untuk mengakhiri pertempuran.
Burns pekan lalu baru saja kembali dari perjalanan terakhirnya ke Timur Tengah untuk mencoba melanjutkan perundingan mengenai gencatan senjata di Gaza dan kesepakatan terkait para sandera. Dia bertemu dengan mitra mediator dari Qatar dan Mesir, serta kepala intelijen luar negeri Israel.
Sabtu lalu, Burns mengatakan bahwa ada “kemungkinan yang rapuh di hadapan kita” dan bahwa peluang untuk menyetujui gencatan senjata lebih besar daripada sebelumnya, beberapa bulan setelah gencatan senjata sementara yang singkat yang menghasilkan puluhan sandera dibebaskan pada November tahun lalu. Namun dia menekankan bahwa tahap akhir negosiasi selalu sulit.
Upaya baru itu dimulai lagi setelah diskusi sebelumnya gagal pada Mei lalu setelah serangkaian pertemuan dan perjalanan serupa yang dilakukan Burns ke wilayah tersebut.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, juga menghadapi tekanan domestik yang sangat besar untuk mencapai kesepakatan yang akan memulangkan sisa para sandera yang ditahan di Gaza. Ribuan pengunjuk rasa Israel secara teratur turun ke jalan-jalan di Tel Aviv. Mereka menuntut pemerintah fokus pada pemulangan para sandera ketimbang operasi militer.
Sejumlah Celah yang Harus Ditutup
“Masih ada sejumlah celah yang harus ditutup, tetapi kami membuat kemajuan, trennya positif… Dan saya bertekad untuk menyelesaikan kesepakatan ini dan mengakhiri perang ini, yang harus diakhiri sekarang,” kata Presiden AS, Joe Biden, hari Kamis lalu.
Menurut data Kementerian Kesehatan Gaza, operasi militer Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 38.000 warga Palestina. Sementara menurut sejumlah organisasi bantuan kemanusian, ribuan orang diyakini hilang di bawah reruntuhan bangunan dan ratusan ribu orang lainnya menderita penyakit, mengalami kelaparan, dan kurangnya tempat berlindung.
Di luar banyaknya rincian yang dibahas dalam rancangan perjanjian gencatan senjata, perundingan sering kali terhambat karena sulitnya menyampaikan pesan ke dan dari Sinwar. Sinwar bersembunyi karena diburu Israel.
Dari tiga pemimpin paling senior Hamas di Gaza, Israel diyakini hanya menemukan dan membunuh satu orang, yaitu Marwan Issa, orang kedua dalam komando sayap militer Hamas. Panglima militernya, Mohammed Deif, menjadi sasaran Israel dalam pengeboman pada Sabtu lalu yang menewaskan hampir 100 warga Palestina dan melukai ratusan lainnya.
Baca juga: Mohammed Deif, Panglima Militer Hamas yang Lolos dari 7 Upaya Pembunuhan Israel
Israel maupun AS belum mengetahui apakah Deif ikut tewas dalam serangan itu.
Seorang pejabat AS mengatakan kepada CNN bahwa para pejabat AS yakin Sinwar tidak lagi ingin memerintah Gaza. Israel maupun Hamas telah menandatangani rencana “pemerintahan sementara” yang akan dimulai pada gencatan senjata tahap kedua di mana tidak satu pun dari pemimpin senior Hamas itu akan mengendalikan Gaza.
Sejumlah pejabat AS mengatakan, Qatar juga telah menegaskan bahwa negara itu akan mengusir kepemimpinan politik Hamas dari markas eksternalnya yang selama ini berbasis di Qatar jika kelompok itu tidak menyetujui rencana gencatan senjata yang ditawarkan.
Dalam komunikasi Hamas yang dilihat dan dilaporkan kantor berita Associated Press belum lama ini, para pemimpin senior Hamas di Gaza meminta tokoh eksternal dari kelompok tersebut untuk menerima proposal gencatan senjata Biden. Alasan terjadi kerugian besar dan kondisi yang mengerikan di Gaza.
Mungkin karena ingin untuk mengakhiri peperangan, Hamas baru-baru ini membatalkan tuntutan utamanya yaitu perjanjian gencatan senjata harus mencakup jaminan yang akan mengarah pada gencatan senjata permanen. Tuntutan itu lama menjadi titik perdebatan dengan Israel.
Netanyahu kemudian berkeras bahwa kesepakatan apapun harus memungkinkan Israel untuk kembali berperang sampai tujuan perangnya tercapai. Itu berarti jeda dalam pertempuran bisa dimulai, yang memungkinkan pembebasan para sandera Israel dan tahanan Palestina, sebelum Israel kembali melancarkan operasi militer.
Kerangka kerja yang diusulkan Biden menyatakan bahwa gencatan senjata permanen akan dinegosiasikan selama fase pertama jeda pertempuran, yang bisa berlanjut selama negosiasi dilakukan.
Pada hari yang sama saat Burns berbicara, Netanyahu mengatakan dalam sebuah konferensi pers bahwa dia tidak akan bergerak “satu milimeter” dari kerangka yang ditetapkan Biden seraya menyatakan bahwa Hamas telah meminta 29 perubahan pada proposal tersebut, namun dia menolak untuk melakukan perubahan apapun.
Masih ada “sejumlah masalah sulit untuk diselesaikan,” kata seorang sumber yang mengetahui perundingan itu kepada CNN setelah pertemuan Burns di Doha.