Informasi Terpercaya Masa Kini

Asosiasi Profesor Minta Mendikbud Hentikan Proses Pengangkatan Guru Besar yang Langgar Aturan

0 9

TEMPO.CO, Jakarta – Asosiasi Profesor Indonesia (API) meminta Mendikbudristek, Nadiem Makarim, menghentikan proses pengangkatan jabatan guru besar yang diduga melanggar peraturan perundang-undangan. Mereka juga meminta Nadiem menghentikan proses pengangkatan bila ada indikasi mengabaikan nilai-nilai etika, moral, akademik, serta pelanggaran kaidah hukum.

Ketua API Ari Purbayanto mengatakan mereka telah menyampaikan kepada Inspektorat Jenderal Kemendikbud, Chatarina Girsang untuk mengusut pihak-pihak yang melakukan kecurangan dalam proses pengangkatan guru besar.

“Cabut Surat Keputusan Pemberian Jabatan Akademik Profesor yang dalam proses pengangkatannya terbukti mengabaikan nilai-nilai etika, moral, akademik, kaidah hukum, dan peraturan perundang-undangan,” kata Ari dalam konferensi pers, Rabu 17 Juli 2024.

Ari mengatakan Guru Besar hanya boleh disandang untuk dosen yang aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi. Dia harus melaksanakan fungsi pengajaran sesuai dengan Pasal 1 Ayat 3 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

“Guru besar juga bukan gelar akademik, tapi jabatan akademik pada jenjang tertinggi dalam lingkungan perguruan tinggi,” kata Ari.

Menurut Ari, tugas guru besar bukan hanya memberikan informasi, tetapi juga dituntut untuk memberi contoh dan keteladanan. Seorang guru besar harus bersikap objektif, terbuka, menerima kritik, berani mengakui kesalahan, dan kukuh dalam pendirian untuk menjunjung tinggi kebenaran.

API menilai, kebijakan yang memberikan jabatan akademik Profesor kepada orang yang tidak aktif sebagai pendidik di perguruan tinggi melanggar ketentuan Pasal 23 Jo Pasal 67 ayat (3) UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pelanggaran ketentuan yang dimaksud adalah kebijakan atau perbuatan tindak pidana.

Oleh karena itu, API memohon kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk segera mengusut pihak yang melanggar hukum dalam proses pengangkatan guru besar. Menurut Ari, tindakan itu berpotensi merugikan keuangan dan perekonomian negara. Sebab, dosen dengan jabatan akademik Profesor menerima gaji tetap sebagai dosen, tunjangan fungsional, tunjangan profesi, dan tunjangan kehormatan.

Tempo sudah mencoba menghubungi Nadiem dan Chatarina. Namun, keduanya belum memberikan respons hingga berita ini terbit.

Sebelumnya, hasil investigasi Majalah Tempo Edisi Skandal Guru Besar Abal-Abal 8-14 juli 2024, menemukan deretan nama pejabat publik yang mendapatkan gelar Profesor lewat jalan pintas. Dari deretan nama itu, ada golongan politikus hingga jaksa.

Salah satu yang disorot yaitu Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo yang berambisi meraih gelar guru besar di Universitas Borobudur. Namun, proses pengangkatan Bamsoet menuai kejanggalan karena riwayat pendidikannya. Bamsoet lebih dahulu lulus S2 ketimbang S1.

Di laman PD Dikti juga terlihat riwayat Bamsoet. Bamsoet lebih dahulu menyelesaikan studi S2 ketimbang S1. Bamsoet lulus S2 di Sekolah Tinggi Manajemen Imni pada 1991. Sedangkan, Bamsoet baru menyelesaikan S1 pada 1992 di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Jakarta.

Bamsoet juga tercatat telah menyelesaikan S1 di Universitas Terbuka pada 2023. Lalu, lulus S3 di Universitas Padjajaran pada 2023.

Pilihan editor: 10 Kampus Terbaik di Asia 2024 Versi EduRank, Universias di Indonesia Ada?

Leave a comment