Informasi Terpercaya Masa Kini

Clandestine Kembali Menjamur di Indonesia, Polri: Seperti Kembali ke Era 2000-an

0 35

Mabes Polri mengungkapkan tren peredaran narkoba di Indonesia seperti kembali ke era tahun 2000-an, lantaran kembali maraknya clandestine lab atau laboratorium rumahan yang memproduksi narkoba.

Dirtipidnarkoba Polri, Brigjen Pol Mukti Juharsa menyebutkan era awal tahun 2000-an adalah masa-masa di mana narkoba diproduksi secara rumahan.

“Memang dari tahun 2000-an yang lebih happening adalah memproduksi atau membuat clandestine lab di daerah Indonesia baik itu ekstasi, maupun sabu,” ujar Mukti saat dihubungi wartawan, Jumat (12/7).

Namun seiring berjalannya waktu, modus seperti itu terendus dan terbaca oleh kepolisian sehingga menghilang dan berubah ke modus lainnya.

Yakni, pengiriman barang narkoba siap edar atau barang jadi melalui jalur-jalur tikus yang tersebar di sejumlah pulau di Indonesia.

“Yaitu sabu berapa puluh ton dikirim ke Indonesia, barang jadi, ekstasi pun barang jadi, melalui pintu-pintu masuk jalur-jalur tikus di wilayah indonesia. Kalau resmikan Soetta, mereka keluar, Aceh, Riau, Batam, Jambi, nanti ujungnya di Lampung, Bakauheni, penyeberangan antara pulau Sumatera dan Jawa. Di Kalimantan pun demikian dari Entikong sampai ke Kaltara, yaitu Sebatik,” terang Mukti.

Mukti menjelaskan, modus peredaran barang jadi itu sangat menjamur, sebelum akhirnya jaringan-jaringan gembong narkoba asal Indonesia yang masih diburu polisi– seperti jaringan gembong narkoba Freddy Pratama– ditangkap kepolisian.

“Jadi sudah di era itu punah, ubah pola menjadi pengiriman. Sekarang pola pengiriman sudah terdeteksi oleh polisi, jaringan-jaringan FP [Freddy Pratama] sudah terbongkar, wilayah timur dan wilayah barat sehingga itu sudah terbaca lah oleh polisi. Sekarang berubah, dengan modus baru kembali ke awal 2000-an (clandestine lab), cuma caranya berbeda,” terangnya.

Mukti menjelaskan, di modus sekarang, clandestine lab ini mendapatkan barang yang akan diproduksinya dalam bentuk bahan kimia dari luar negeri. Baru kemudian diolah menjadi prekursor di clandestine lab tersebut.

Meski tidak bisa menyebut apa saja barang-barang itu dengan alasan kepentingan pendalaman kepolisan, Mukti mengatakan barang-barang itu kebanyakan dari China.

“Jadi masuknya tidak dalam bentuk prekusor [narkoba], masuknya dalam bentuk bahan-bahan kimia nanti dibikin prekusor atau sebagai bahan baku ekstasi, sabu, sinte (tembakau sintetis) di Indonesia,” tambahnya.

“Akhirnya setelah berhasil bicara dengan China, akhirnya China melarang 24 produksi baru yang diekspor, daftar lengkapnya ada berisi 41 cook product yang mereka berbicara sedikit tentang diskusi dengan AS. Jadi Cina sudah melarang barang-barang itu dikirim untuk ekspor. Jadi kita yang buat laporan itu ke sana,” sambungnya.

Mukti mengatakan, hingga bulan Juli 2024, sejumlah clandestine lab telah dibongkar Polri dan berhenti beroperasi. Lokasinya tersebar ada di Jakarta Utara, Semarang, Malang, Sumatera Utara, dan Bali.

“Sudah 40 ribuan [pecandu] direhab di seluruh Indonesia. Kerja sama dengan BNN dan kejaksaan. Di atas 500 miliar barang bukti disita,” sebut Mukti.

Polisi pun memastikan akan terus memantau setiap perubahan modus yang dilakukan oleh para pengedar guna menghentikan peredaran narkoba di Indonesia.

“Sekarang Indonesia menjadi king of consumer narkoba, banyak warga kita yang sebagai konsumen narkoba,” sebut Mukti.

“Ya, kita belum tahu perubahan mereka nanti seperti apa ya, sekarang mereka sudah mulai kebaca, triknya,” tutupnya.

Leave a comment