Informasi Terpercaya Masa Kini

Eksistensi “Sambal Banjar” Sarat Rempah di Antara Serbuan Bumbu Instan Pabrikan

0 8

Pemanfaatan beragam rempah asli hasil bumi nusantara telah sejak lama menjadi penanda atau ciri khas dari otentiknya citarasa beragam masakan tradisional Indonesia hasil olah cipta, rasa dan karsa anak bangsa yang dibalut dengan kearifan lokal yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

Selayaknya pattern atau patron yang wajib menjadi acuan untuk membangun keotentikan citarasa kuliner khas nusantara, keberadaan beragam rempah dalam masakan faktanya tidak hanya menjadi sumber aroma dan rasa sebagai kunci utama untuk sebuah kesempurnaan citarasa saja, tapi kandungan zat alamiahnya juga memberi beragam manfaat untuk kesehatan dan kebugaran.

Siapa tak kenal dengan Rawon Surabaya, Kuah Beulangong Aceh, Soto Banjar, Rendang Padang, Sop Konro Makassar, Bebek Songkem Madura, Ayam Betutu Bali, Sop Kaledo Donggala dan banyak lagi kuliner lainnya yang menjadikan rempah-rempah nusantara sebagai kunci kemegahan semua citarasanya !?

Bagitu juga dengan beragam kuliner khas Urang Banjar, sebutan untuk masyarakat Suku Banjar di seputaran pulau Kalimantan bagian tenggara yang kita kenal sekarang sebagai wilayah Kalimantan Selatan. 

Baca Juga Yuk! Ayam Masak Bom, Lezatnya Olahan Ayam “Berpenyedap” Arang Membara

Sebagian besar, kuliner khas Urang Banjar yang dipengaruhi oleh kuliner khas Melayu, tidak ada satupun yang citarasa sedapnya tanpa keterlibatan rempah-rempah. 

Bahkan, semuanya sarat dengan  rempah-rempah, seperti adas manis, bawang merah, bawang putih, cengkeh, cabai, daun salam, daun janar atau daun kunyit, daun jeruk, daun geganti, sahang atau merica, jintan, ketumbar, bunga sisir atau kambang lawang, kas-kas, pipakan atau jahe, lengkuas,  kancur atau kencur, janar atau kunyit, kayu manis, kapulaga, pala, batang serai dan banyak lagi lainnya.

Nah ini uniknya kuliner nusantara! Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain pula ikannya, nah lain daerah lain-lain pula ketersediaan dan referensi bahan rempah-rempahnya, hingga tercipta keragaman citarasa pada masing-masing kuliner tradisionalnya!

Jangankan masing-masing daerah, masing-masing jenis masakan khas di daerah yang samapun, secara faktual juga punya referensi rempah yang berbeda-beda pula, begitu juga dengan takaran idealnya. 

Seperti sambal untuk masak habang khas Banjar yang pastinya punya takaran masing-masing rempah yang berbeda dengan sambal untuk masak karih atau kareh Banjar. Begitu juga sambal untuk masak tuha, masak bom, masak opor, apalagi untuk masak katupat, masak lontong, juga masak bistik dan tentunya untuk masak sop dan soto Banjar “si kembar Siam” yang kaya kandungan rempah-rempah. 

Baca Juga Yuk! Sedapnya Soto Banjar Ayam Bapukah/Bapulas Khas Haji Anang

Nah menariknya, banyaknya varian jenis masakan tradisional Banjar berikut pemanfaatan masing-masing rempahnya, juga masing-masing takarannya, ternyata dicium oleh beberapa “pemain otak kanan” sebagai peluang usaha yang menjanjikan.

Hingga menjadi sebuah kelaziman jika ada hajatan atau sekedar ingin memasak kuliner-kuliner tradisional khas Banjar, dari bahari (bahasa Banjar;dahulu) ibu-ibu tinggal beli saja pasta bumbu siap masak yang secara tradisional biasa disebut sebagai sambal atau ada juga yang menyebutnya sambal masak di pasar, warung atau pencerekenan (bahasa Banjar;warung tradisional) , sesuai kebutuhan.

Oiya, hampir saja terlewatkan! Secara tradisional, Urang Banjar biasa menyebut pasta atau bumbu jadi untuk berbagai masakan tradisional itu sebagai sambal. Sedangkan untuk menyebut sambal (pedas) teman makan sehari-hari, umumnya Urang Banjar menyebutnya lombok, walaupun ada sebagian yang menyebutnya sambal padas dan untuk (buah) lombok untuk bahan sambal pedas, biasanya disebut cabe atau lombok babigi!

Biasanya sambal masak ini dikemas sederhana dalam plastik-plastik bening berbagai ukuran (gramatir), mulai dari yang seberat ukuran ons sampai kilograman yang dijual dengan harga merakyat mulai dari angka 5000-an.

Sambal masak atau pasta bumbu jadi beragam kuliner tradisional khas Banjar ini, umumnya diproduksi dalam skala dapur rumahan atau industri kecil rumah tangga yang memanfaatkan ruang dapur sebagai tempat produksi.

Memang ada juga sih,”pabrik” dengan skala sedikit lebih besar daripada skala dapur pada umumnya, salah satunya yang sekarang masih eksis di seputaran Pasar Gambut, Kabupaten Banjar, tapi itupun menurut penuturan empunya sudah tidak seperti dulu lagi.

Menempati rumah berbahan kayu Ulin atau kayu besi dua lantai yang bagian depan lantai satunya disulap menjadi “pabrik” alias ruang khusus untuk proses pemasakan berbagai sambal, konon karena sekarang kapasitas produksinya sudah jauh menurun bila dibandingkan dengan jaman keemasannya di era 80-90an, pabrik sambal rumahan ini juga tidak lagi berproduksi setiap hari.

Diturunkannya kapasitas produksi sambal Banjar, secara umum disebabkan karena fluktuasi “tarikan” pasar terhadap beragam sambal masak yang cenderung terus mengendur.

Baca Juga Yuk! Sarapan “Katupat Batumis” di Batang Banyu, Menikmati Peradaban Sungai khas Urang Banjar

Permintaan pasar yang tren-nya terus menurun ini tentu harus disikapi dengan berbagai strategi, agar usaha rumahan sambal Banjar yang secara tidak langsung ikut berperan dalam melestarikan beragam kuliner tradisional Banjar ini tetap bisa hidup dan menghidupi.

Selain dengan mengurangi kapasitas produksi, beberapa produsen dan penjual sambal Banjar ada yang memperbanyak varian ukuran kemasan (gramatir), bahkan ada juga yang menjual bakaut  atau menjual secara curai sesuai dengan kebutuhan pembeli, bahkan ada juga yang terpaksa mengeliminasi jenis sambal-sambal tertentu yang terkena “seleksi alam” alias sepi peminat. 

Serbuan bumbu-bumbu instan dengan merek dan varian masakan nasional maupun internasional yang semakin beragam plus harga yang relatif murah, produksi pabrikan raksasa jaringan nasional maupun internasional, memang tidak bersaing head to head  dengan sambal Banjar di pasar, karena keduanya memang menyediakan dua produk dengan segmen yang berbeda. 

Tapi, karena mereka berada di pasar yang sama, mau tidak mau mereka pasti saling kanibal atau saling memakan loyalitas pelanggan atau pengguna, sampai market share-nya seiring berjalannya waktu. 

Hal ini terjadi karena kehadiran bumbu-bumbu instan ini, disadari atau tidak telah merubah pola selera dan juga perilaku rumah tangga dalam urusan kuliner dan masak-memasak! Hingga secara tidak langsung akan memberi pengaruh terhadap tarikan sambal masak khas Banjar di pasar.

Selain itu, sambal masak sebenarnya juga bersaing head to head dengan bumbu kering (instan) olahan “pabrik” juga, walaupun mungkin karena secara tradisi, model bumbu kering yang sebenarnya cukup inovatif ini bukan bagian dari budaya masak Urang Banjar, maka meskipun “pertempuran” di pasar tetap ada dan tetap berpengaruh, tapi gaungnya masih  kurang begitu terdengar.

Dengan bumbu-bumbu instan itu, sekarang siapa saja bisa memasak beragam masakan  nasional maupun internasional dengan lebih praktis, lebih cepat dan mustinya pasti enak!

Tentu situasinya sangat berbeda ketika harus memasak, beragam kuliner  tradisional (khas Banjar) yang umumnya memang memerlukan effort lebih dan kesabaran ekstra! 

Tidak hanya bahan bumbu dan bahan bakunya yang lebih banyak dengan takaran yang harus di mixing sendiri pula, durasi memasaknya juga jauh lebih lama dan cenderung melelahkan, meskipun sudah menggunakan sambal jadi yang dibeli di warung atau pencerekenan.

Efek sampingnya, sekarang sudah mulai terlihat! Selain bukti faktual semakin berkurangnya permintaan sambal di pasaran, sebagian besar keluarga muda Urang Banjar, saat ini memang terlihat enggan untuk memasak kuliner tradisional yang dianggap tidak praktis dan kalaupun ingin menikmati, lebih memilih untuk membelinya di kedai atau rumah makan saja.

Inilah salah satu bentuk fenomena atau perubahan perilaku konsumen/keluarga yang sekarang telah terjadi di Kalimantan Selatan. Bagaimana di daerahmu kawan?

Memang, penurunan permintaan pasar tidak terjadi pada semua jenis sambal, malah ada beberapa jenis sambal yang pada waktu-waktu tertentu, permintaannya justeru naik signifikan.

Biasanya, kapasitas produksi akan dinaikkan secara bertahap pada bulan-bulan hijriah tertentu, terutama di bulan-bulan yang dianggap baik oleh Urang Banjar untuk melaksanakan acara atau hajatan.

Terlebih hajatan resepsi pernikahan, seperti bulan Muharram, Syawal, Rabiul awwal, Rabiul Akhir dan lain-lainnya, termasuk di bulan Ramadan dan Dzulhijjah, di seputaran hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, dimana Urang Banjar lebih intens bamasakan (bahasa Banjar; masak-masak). (BDJ051224)

Semoga Bermanfaat!

Salam Matan Kota Tua 1000 Sungai, Banjarmasin nan Bungas!

Leave a comment