Wabah 5000 Tahun Lalu Musnahkan Sebagian Penduduk Eropa Utara
KOMPAS.com – Kebudayaan Neolitik di Eropa yang menghasilkan bangunan besar seperti Stonehenge mengalami kemunduran besar sekitar 5400 tahun yang lalu.
Mengapa hal ini terjadi telah lama menjadi misteri. Tapi kini peneliti berhasil mengungkap kalau penurunan populasi itu disebabkan oleh wabah besar-besaran.
Baca juga: Bisakah Bakteri di Mumi Mesir Kuno Timbulkan Wabah Penyakit?
Hasil ini didapat setelah peneliti melakukan pengurutan DNA purba dari 108 individu yang tinggal di Eropa utara. Dari situ peneliti mengungkapkan bahwa bakteri wabah Yersinia pestis ada pada 18 di antaranya ketika mereka meninggal.
“Kami pikir wabah ini memang membunuh mereka,” kata Frederik Seersholm dari Universitas Kopenhagen di Denmark.
Seperti dikutip dari New Scientist, Sabtu (13/7/2024) DNA wabah ditemukan terutama di gigi, yang menunjukkan bahwa bakteri tersebut memasuki darah dan menyebabkan penyakit serius, dan mungkin menjadi penyebab kematian.
Dalam beberapa kasus, orang yang berkerabat dekat juga tertular, yang berarti penularan dari orang ke orang.
Tim peneliti berpendapat bahwa hal ini mungkin disebabkan oleh Y. pestis yang menginfeksi paru-paru dan menyebar melalui cipratan liur.
Penelitian terbaru juga menunjukkan bahwa kutu pada manusia dapat menyebabkan penyakit pes, sehingga ada kemungkinan bakteri pes menyebar melalui jalur ini.
Populasi lokal pun merosot yang akhirnya membuat sebagian besar mereka kemudian digantikan oleh orang-orang lain yang pindah dari stepa Eurasia.
Baca juga: Wabah Misterius Akibatkan Bulu Babi di Dunia Nyaris Punah
Di Inggris, sekitar 4000 tahun yang lalu, misalnya, kurang dari 10 persen populasinya berasal dari orang-orang yang membangun Stonehenge. Wabah memungkinkan orang-orang stepa untuk pindah ke wilayah tersebut.
Namun tidak semua orang setuju penurunan populasi terjadi karena wabah. Ben Krause-Kyora dari Universitas Kiel di Jerman pada tahun 2021 berpendapat bahwa kasus wabah sporadis memang sering terjadi dan bukan merupakan bukti adanya pandemi besar.
Seersholm dan timnya sekarang akan mencari lebih banyak bukti di tempat lain di Eropa. Namun satu-satunya cara untuk mengetahui dengan pasti seberapa mematikan virus adalah dengan menghidupkannya kembali dan hal itu terlalu berisiko untuk dicoba.
Temuan ini dipublikasikan di Nature.