Informasi Terpercaya Masa Kini

Mengenal Lebih Dekat Tahapan Prosesi Upacara Panggih dalam Pernikahan Adat Jawa

0 2

TEMPO.CO, JakartaPernikahan adat dikenal dengan prosesi yang penuh makna filosofis dan nilai sakral, melambangkan perjalanan hidup berumah tangga. Dalam pernikahan adat Jawa, salah satu bagian paling penting dalam prosesi pernikahan ini adalah upacara panggih, yang menjadi momen simbolis bertemunya kedua mempelai sebagai lambang penyatuan cinta dalam satu keluarga. Setiap tahap dalam upacara panggih menyimpan doa serta harapan terbaik bagi pasangan yang baru akan memulai kehidupan bersama. Berikut adalah penjelasan mengenai makna di setiap tahapan dalam upacara panggih:

1. Sanggan Pamethuk

Prosesi panggih dimulai dengan kehadiran pengantin pria di area upacara, yang didahului oleh pembawa sanggan pamethuk berupa pisang raja. Dalam bahasa Jawa, pisang raja disebut gedhang rojo, yang berarti “gegadhangan manggih raharjo.” Pisang ini dilengkapi dengan benang putih sebagai simbol pakaian, melambangkan perjalanan waktu yang dihadapi setiap individu, mulai dari lahir, menjalani kehidupan, hingga kembali kepada Tuhan.

Benang putih tersebut juga menjadi simbol ikatan suci antara kedua mempelai melalui akad nikah. Pembawa sanggan berasal dari keluarga mempelai wanita, sesuai budaya Jawa di mana pihak wanita adalah tuan rumah dalam acara pernikahan. Sanggan pamethuk kemudian diserahkan kepada ibu mempelai wanita dan diteruskan kepada putri keluarga yang lain. Setelah itu, keluarga mempelai wanita akan menjemput pengantin wanita untuk menuju tempat panggih, di mana ia bertemu dengan pengantin pria.

2. Kembar Mayang

Perjalanan pengantin menuju area upacara panggih akan diiringi dengan kembar mayang, yang berbentuk pohon kalpataru atau dewandaru wijayandaru, simbol keabadian. Keabadian ini melambangkan cinta dan kasih sayang yang abadi antara kedua mempelai. Kembar mayang terdiri dari berbagai daun, seperti alang-alang atau ron alang-alang, yang menjadi simbol doa dan harapan agar pasangan tersebut selalu dijauhkan dari rintangan dan diberikan kemuliaan. Di dalam kembar mayang juga terdapat keris dari janur, yang melambangkan sifat kaya hati, perilaku baik, budi pekerti, dan keluhuran.

Hiasan seperti kembar mayang dalam budaya Jawa juga digunakan untuk menandai perubahan, seperti saat anak perempuan memasuki masa remaja yang ditandai dengan upacara tarapan, dan anak laki-laki yang ditandai dengan khitan. Hiasan serupa kembar mayang yang lebih besar disebut megar mayang, sementara kematian sebelum pernikahan ditandai dengan hiasan yang disebut gagar mayang, yang juga dilengkapi dengan cengkir. Kembar mayang ini kemudian akan bertemu dan dibawa keluar dari area upacara untuk diletakkan di tempat khusus sebagai simbol penanda.

3. Balangan Gantal

Gantal terbuat dari daun sirih dan menjadi bagian dari upacara dengan saling melemparkan gantal tersebut. Pengantin putra akan melempar gantal sebanyak empat kali, sementara pengantin putri melempar tiga kali. Total lemparan yang dilakukan berjumlah tujuh, yang melambangkan bilangan pitu atau tujuh. Bilangan ini memiliki makna mendalam, yaitu pituduh (petunjuk), piturur (nasihat), pituwas (manfaat), pitulus (keikhlasan), pitukon (keberuntungan), serta piturun (doa agar mendapatkan keturunan).

Dalam rangkaian balangan gantal ini terkandung doa dan harapan agar kedua mempelai senantiasa diberikan petunjuk dalam menghadapi kesulitan hidup mereka. Setiap makna dari bilangan pitu mencerminkan harapan untuk kehidupan yang penuh berkah, dengan nasihat yang baik, keikhlasan dalam menjalani hidup, manfaat yang diperoleh, serta usaha dan doa untuk meraih impian dan mendapatkan anak.

4. Upacara Ranu Podo

Pengantin putri membasuh kaki suami dengan air bunga setaman, yang memiliki makna simbolis yang mendalam. Tindakan ini menggambarkan pengakuan istri bahwa suami adalah imam atau pemimpin dalam keluarga. Air bunga setaman, yang digunakan untuk membasuh kaki, melambangkan kehormatan dan rasa hormat istri terhadap suaminya sebagai pemimpin rumah tangga. Ini juga mencerminkan kesiapan istri untuk mengikuti dan mendukung suaminya dalam menjalani kehidupan berkeluarga dengan penuh cinta dan pengabdian.

5. Upacara Mecah Tigan

Prosesi pecah telur dilakukan sebagai simbol doa agar kedua mempelai segera dikaruniai anak dan keturunan yang akan meneruskan sejarah keluarga besar mereka. Telur yang pecah dalam upacara ini melambangkan awal kehidupan baru dan harapan untuk kelangsungan generasi yang membawa berkah bagi keluarga. Prosesi ini juga mencerminkan keinginan untuk membangun keluarga yang sejahtera dan diberkahi dengan keturunan yang baik.

6. Junjung Derajat

Pada upacara junjung derajat, pengantin putra membantu pengantin putri untuk berdiri. Kemudian, pengantin putri melangkah dengan sebutan lampah pradak sina, yaitu berjalan searah jarum jam menuju samping kiri pengantin pria. Setelah itu, keduanya berjalan bersama dengan bergandengan tangan (kanten asto) menuju pelaminan. Prosesi ini melambangkan kebersamaan dan kesetiaan kedua mempelai dalam memulai perjalanan hidup mereka sebagai pasangan suami istri.

7. Bubak Kawah Rucap Degan

Upacara minum rujak degan merupakan prosesi yang menandai pernikahan pertama bagi masyarakat umum. Dalam upacara ini, ibu pengantin wanita memberikan rujak degan kepada kedua mempelai. Air degan atau air kelapa muda berfungsi sebagai penawar racun, yang memiliki makna sebagai obat atau penawar rasa sakit, dengan harapan agar kedua pengantin memperoleh ketentraman, baik lahir maupun batin, dalam menjalani kehidupan berumah tangga.

8. Dhahar Klimah

Dalam upacara ini, pengantin pria membuat tiga kepalan nasi yang diletakkan di atas piring yang dipegang oleh pengantin wanita. Di hadapan pengantin pria, pengantin wanita kemudian memakan satu per satu kepalan nasi tersebut. Setelah itu, pengantin pria memberikan segelas air putih kepada pengantin wanita. Prosesi ini melambangkan bahwa kerukunan suami istri akan membawa kebahagiaan dalam kehidupan keluarga mereka.

9. Sungkeman

Upacara sungkeman dilakukan oleh kedua mempelai yang secara bergantian menyungkem kepada orang tua masing-masing. Prosesi ini melambangkan rasa hormat dan bakti anak kepada orang tua, di mana anak memohon maaf atas segala kesalahan dan kekhilafan, serta memohon doa restu agar dapat membangun keluarga yang bahagia.

SHARISYA KUSUMA RAHMANDA | SEPTHIA RYANTHIE

Pilihan Editor: 3 Alasan Mengapa Mengomel Terus-terusan Bisa Mempengaruhi Pernikahan

Leave a comment