Manggung di Kompasianival 2024: Story Slam Competition Yang Bikin History
Tiba-tiba notif WA muncul di layar ponselku yang terbilang jadul. Rupanya Kakak Mimin Kompasianival menghubungi, menjelang sore saat berkemas meninggalkan penat kerjaan di ruang persegi yang kaku.
Chat WA memberi info tentang ajang Story Slam Kompasianival 2024. Cerpen yang kukirim ke kompasianival dinyatakan lolos untuk dibacakan di panggung kompasianival bareng 4 (empat) cerpen lainnya. Sontak kaget sambil berjingkrak kegirangan. Tak sangka, cerpen picisan yang aku tulis dua tahun lalu itu terpilih untuk meramaikan panggung Story Slam Kompasianival 2024. Aih, karya cerpen dua tahun lalu dan sepertinya cerpen paling picisan yang pernah aku tulis.
Harus kuakui, saat ini masa jeda aku produktif nulis di Kompasiana. Sejak 2023, harus kuakui aku jarang nulis di Kompasiana, namun bukan berarti aku sudah berhenti. Tidak, ini hanya terjeda karena alasan klise, kerjaan di ruang penat, mana lagi kalau bukan di kantor tempatku menghabiskan waktu 7-8 jam setiap hari.
Walaupun begitu, aku tidak berhenti menulis, dan tetap setia di Kompasiana, walaupun saat ini lebih banyak mengintip dan membaca saja. Justru itu, ajang kompasianival 2024, mudah-mudahan memacu spirit untuk mulai lagi rutin menulis.
Menulis cerpen, walaupun sebagai selingan dari tulisan-tulisanku yang lebih banyak tema arkeologi dan humaniora, aku bisa. Meskipun karya cerpenku, amatiran. Namun setidaknya sudah puluhan cerpen kutulis di Kompasiana. Namun, membaca cerpen di panggung dan disaksikan banyak pasang mata, inilah kali pertama, pengalaman unik yang aku rasakan. Dan inilah, story slam Competition, Kompasianival 2024, telah menggoreskan catatan sejarah baru dalam perjalananku (Uhuuuyyy).
Teknik membaca cerpen itu seperti apa, aku tak paham. Apakah seperti membaca puisi? entahlah. Akhirnya mengalir saja, meskipun aku dengar sangat datar setelah melihat rakaman video pendek saat aku tampil membacakan cerpenku, di ajang itu. Walau begitu, aku cukup puas, bisa tampil di ajang ini. Kesempatan yang tak banyak orang bisa rasakan.
Sore, di Chillax, Sudirman Jakarta Pusat, tiba-tiba hujan deras. Sesaat sebelum aku dan empat cerpenis lainnya tampil di Panggung Story Slam Competition Kompasianival 2024. Hujan itu, seperti menyambutku, persis di depan pintu. Hujanpun berhenti, selarik sesudahnya “Hujan dan Penyesalan”, sebuah cerpen paling picisan yang pernah kutulis, kubacakan di depan para pengunjung yang rata-rata generasi Millenial (Gen Z).
Aih, aku seperti seorang tua yang bercerita di depan para muda belia, menceritakan kisahku saat seumuran mereka. Antara gugup, keki dan riang gembira bercampur menjadi satu. Cerpen ini, kupikir sangat cocok untuk mereka, tapi aku membacanya dengan sangat datar, sehingga tepuk riuh, seperti terpaksa diramaikan, supaya orang tua ini tidak begitu kecewa. Entahlah, hari itu aku merasa di tengah ruang dan waktu yang bukan untukku. Meskipun, hari itu adalah momentum dan sejarah unik dalam perjalanan kisah hidupku.
Pukul tiga sore itu, di Chillax Sudirman, Jakarta Pusat, cuaca mendung masig menggantung, meskipun hujan deras, yang tak begitu lama sudah berlalu. Suara riuh rendah para pengunjung, masih terdengar menggantikan bunyi deras hujan dan sesekali gemuruh petir yang menyambar. Suasana, kemudian hening, seketika setelah cerpen pertama dibacakan. Semua cerpen, adalah cerita yang menarik, yang mengungkap semua kisah dari imaji masing-masing penulisnya. Dan membaca cerpen, juga mengungkap suasana hati masing-masing pembacanya.
Ajang kompasianival, selalu menarik dan greget. Meskipun baru kali ini aku hadir menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri, sebab kompasianival-kompasianival sebelumnya, aku selalu ketinggalan. Manggung di Kompasianival 2024, adalah pengalaman pertamaku. Pengalaman yang unik, cukup mendebarkan, namun tentu terukir dalam ingatan.
Terima kasih Kompasiana. Meski beberapa waktu lamanya aku terjeda menulis. Namun aku tetap padamu..
***
Jakarta, 3 November 2024 saat hujan sore itu datang lagi.
Salam Literasi- Mas Wuri