Tren Baru di Eropa dan Amerika, Ganti Smartpone dengan “HP Bodoh”
KOMPAS.com – Peralihan penggunaan smartphone ke dumb phone, alias “HP bodoh” sedang menjadi tren di kalangan pengguna Eropa dan Amerika Serikat (AS). Tren ini bukan hanya ramai di kalangan anak muda saja, melainkan para orangtua, hingga anak usia dini.
Seperti namanya, dumb phone punya fungsi dan cara kerja yang berbeda dengan smartphone pada umumnya.
Ponsel ini hanya dapat digunakan untuk melakukan panggilan suara, menerima pesan teks, dan melihat peta. Fitur-fitur yang tersedia sangat terbatas, penggunanya tidak bisa browsing atau pun bermain media sosial.
Dumb phone juga berbeda dengan feature phone, yang sempat jadi tren juga dikalangan Generasi-Z di AS beberapa waktu lalu.
Baca juga: Lagi Tren di Amerika, Gen-Z Ramai-ramai Tinggalkan Smartphone dan Ganti ke Ponsel Fitur
Ponsel fitur masih memungkinkan penggunanya mengakses internet, browsing, hingga buka media sosial. Sementara itu, dumb phone tidak memiliki akses untuk browsing sama sekali.
Karakteristik dari dumb phone inilah yang memengaruhi kemunculan tren di Eropa dan Amerika Serikat. Sebagian besar pengguna yang khawatir soal dampak buruk dari penggunaan smartphone pun menyiasatinya dengan beralih ke ponsel “bodoh”
Dibanding smartphone, pengguna dumb phone lebih punya kendali untuk membatasi waktu layar (screen time) mereka, meminimalisasi terjadinya kecanduan media sosial, hingga mengatur kebiasaan yang lebih sehat ketika mengakses perangkat digital.
Dampak terhadap kesehatan mental
Sebagaimana dikutip KompasTekno dari Giz China, Sabtu (15/6/2024), sejumlah studi membuktikan bahwa tingginya tingkat seseorang terpapar smartphone memiliki korelasi dengan masalah kesehatan mental. Mulai dari depresi, kecemasan, hingga stres.
Sebab, penggunaan sosial media kerap menampilkan notifikasi yang tidak henti sehingga menciptakan tekanan baru untuk selalu terkoneksi dengan internet.
Perasaan-perasaan seperti inilah yang dapat menimbulkan rasa kewalahan, lalu memicu kecemasan di kalangan pengguna muda.
Kecemasan ini pun sejalan dengan fenomena FOMO (Fear of Missing Out), yakni takut ketinggalan informasi, tren, atau topik yang sedang ramai dibicarakan di media sosial.
Dampak buruk dari media sosial juga sudah dibuktikan lewat penelitian yang sudah dilakukan oleh Harvard University.
Dalam temuannya, otak seseorang yang menggunakan media sosial memiliki area respons yang serupa terhadap zat adiktif.
Temuan ini setidaknya membuktikan bahwa bermain media sosial berpotensi menciptakan rasa adiksi atau kecanduan. Maka dari itu, tren peralihan dari smartphone ke dumb phone cukup diminati.
Baca juga: Demi Kesehatan Mental, Apple Rilis Deretan Fitur Anyar
Ponsel pada anak harus dibatasi
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, penggunaan smartphone dan media sosial untuk remaja dan anak-anak cukup mengkhawatirkan. Di era serba teknologi saat ini, banyak remaja dan anak usia dini yang sudah mulai diberikan smartphone.
Jika tidak diantisipasi, hal ini bisa menimbulkan efek jangka panjang terkait kesehatan mental dan fisik mereka. Menurut survei yang dilakukan Ofcom, Otoritas Komunikasi Inggris (UK’s Communication Authority), seperempat anak berusia 5 tahun hingga 7 tahun sudah mulai menggunakan smartphone.
Artinya, semakin cepat seorang anak terpapar dengan smartphone, dapat menimbulkan kecanduan dan dampak negatif terhadap masa tumbuh-kembangnya. Apabila ingin anak menggunakan ponsel, dumb phone bisa dijadikan sebagai solusi.
Minimnya fitur dumb phone bisa mengurangi rasa candu untuk ingin terkoneksi terus-menerus.
Dampak positif lainnya, screen time jadi lebih sedikit sehingga bisa mengurangi masalah kesehatan mental, mengajarkan anak lebih bijak dalam mengakses teknologi, dan mendorong penggunaan internet yang lebih berhati-hati, kapan waktu yang tepat mengakses ponsel, dan tidak.
Sebuah laporan mengungkapkan seorang anak berusia 16 tahun di Kanada bernama Luke Martin memutuskan menggunakan dumb phone. Menurutnya, dumb phone bisa mengurangi durasi screen time, dan menghindari potensi kecanduan main media sosial.
Luke mengaku, sebelum beralih ke dumb phone, total screen time-nya dalam sehari bisa mencapai empat jam hingga lima jam tanpa henti.
Kini, usai menggunakan dumb phone, screen time-nya turun drastis, hanya 20 menit saja per hati. Luke lebih bijak dalam menggunakan ponselnya, dan hanya diakses ketika benar-benar perlu.
Motivasi Luka untuk pindah ke ponsel “bodoh” karena ia ingin memiliki lebih banyak kontrol terhadap perasaan FOMO dan keinginannya untuk terus terkoneksi dengan internet.
Salah seorang orang tua dengan anak berusia 5 tahun, Lizzie Broughton juga memutuskan hal yang serupa.
Ia memutuskan membeli satu ponsel lawas Nokia dengan model lipat, dan berencana membelikan ponsel serupa untuk anaknya ketika umurnya sudah menginjak usia yang cukup. Lizzie meyakini bahwa penggunaan smartphone untuk anak usia dini bukanlah langkah yang tepat.
Masih pro dan kontra
Kendati begitu, tren dumb phone di kalangan pengguna Eropa dan Amerika Serikat masih pro dan kontra. Jika dilihat dari kacamata bisnis dan profit, media sosial tentu menawarkan segudang manfaat.
Tidak sedikit perusahaan dan pelau bisnis mengubah cara pengguna memandang konten-konten di media sosial. Fitur di smartphone begitu kaya dan memanjakan para penggunanya sehingga sulit bagi mereka untuk benar-benar terlepas.
Sementara itu, bila dilihat dari aspek kesehatan dan medis, dumb phone justru memberi kontrol terhadap mereka yang berkeinginan mengurangi screen time atau kecanduan smartphone.
Baca juga: Riset: Main HP sejak Kecil Ancam Kesehatan Mental, Perempuan Lebih Rentan
Gaya hidup baru ini bisa membatasi penggunaan smartphone dengan cara yang lebih sehat, sekaligus bisa tetap terhubung dengan orang-orang sekitar.
Akan tetapi, gaya hidup ini mungkin agak sedikit menantang untuk anak-anak remaja ataupun anak usia dini.
Mereka kemungkinan besar melihat teman-teman sebayanya menggunakan smartphone yang kaya akan fitur dengan harga yang mahal. Faktor lingkungan seperti itu berpotensi menyulitkan anak-anak untuk lepas sepenuhnya dari smartphone.
Keterbatasan fitur di dumb phone juga membuat anak-anak jadi sulit terkoneksi dengan teman-teman mereka, yang mungkin menggunakan media sosial, untuk saling berinteraksi.
Mengingat tren ini masih pro dan kontra, peralihan penggunaan dumb phone kemungkinan tidak akan masif dalam waktu dekat.
Yang jelas, tren ini akan terus berlanjut karena adanya keresahan soal masalah kecanduan, kesehatan mental, serta tingginya screen time.