Informasi Terpercaya Masa Kini

Finns Beach Club Harus Gelar 3 Upacara Guru Piduka,Kelian Tegal Gundul Bantah Statement Polda Bali

0 10

TRIBUN-BALI.COM  – Kelian Adat Banjar Tegal Gundul, Desa Tibubeneng I Made Wira Atmaja menyanggah pernyataan Polda Bali yang menyebutkan ada miskomunikasi atas polemik yang terjadi di Pantai Berawa. Ia menegaskan sudah berkomunikasi dengan Finns sebelum peristiwa ini terjadi.

Pesta kembang api Finns Beach Club digelar saat krama sedang melangsungkan ritual Mendak Dewata-Dewati, serangkaian Ngaben Ngelanus. Dari masukan PHDI Bali, Finns harus menggelar tiga upacara guru piduka. Ritual permohonan maaf secara niskala ini ditujukan kepada warga yang menggelar upacara, sulinggih yang mapuja dan Bhatara Baruna, penguasa laut.

Made Wira Atmaja menyampaikan kronologis kejadian dalam pertemuan yang digelar di Finns Beach Club pada Kamis 17 Oktober 2024. Sebelum kejadian, ia sebenarnya sudah berusaha meminta kepada pihak Finns agar menunda dulu pesta kembang api. Warganya sudah menyiapkan sarana upacara di Pantai Berawa sedari pukul 08.00 Wita.

“Pemasangan tenda jam delapan pagi, jam 11 siang kami ke pantai untuk nganyut setelah pembakaran. Itu jarak stan (kembang api) dengan sulinggih muput cuma lima meter. Sore hari jelang muput, saya tanyakan ke pihak Finns karena melihat akan ada kembang api. Ada sekuriti dan penjamu tamu di sana,” ujarnya. 

Baca juga: Kadin Usulkan 7 Kebijakan ke Pemerintah! Panduan Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

Baca juga: Pencari Madu Asal Jembrana Tewas Tersengat Lebah di Buleleng, Teman Keluar Hutan Kabarkan Ada Mayat

“Saya tanya jam berapa mulai peluncuran atau ledakan kembang api. Mereka mengatakan jam tujuh kurang 10. Saat itu ida sulinggih lagi mapuja dan kami berkoordinasi dengan nak lingsir. ‘Ida niki jagi wenten peluncuran kembang api, ida jagi muput kirang langkung malih kudang menit?’ nak lingsir menjawab kirang langkung 30 menit,” sambung Made Wira.

Setelahnya, ia kembali lagi ke Finns dan meminta setidaknya pesta kembang api diundur 30 menit juga. Namun pihak Finns menyatakan acara pesta kembang api sudah terjadwal dan pengunjung beach club sudah tahu ada pesta kembang api. Bisanya DJ menghitung sebelum kembang api diluncurkan.

Pihak Finns menolak saran prajuru dan meminta menghubungi bos mereka jika ingin menunda pesta kembang api. “Setelah itu saya temui lagi nak lingsir dan bilang, ‘ida tan prasida antuk dimundurkan. Nggih punapiang yening sakadi puniki’. Upacara harus tetap berjalan juga, karena di rumah juga ada upacara lanjutan yaitu ngelinggihang,” tuturnya.

Dalam pertemuan ini, Made Wira juga memberikan masukan tambahan. Ia sebut sebelum ada Finns, krama sudah menggelar upacara di Pantai Berawa. Sebenarnya cukup sering terjadi kebisingan suara beach club yang bersumber dari Finns maupun Atlas saat warga menggelar ritual.  

Atas kejadian ini, ia berharap kedepan dibuatkan nota kesepahaman (MoU) untuk sama-sama menjaga adat Bali agar tidak ada lagi kasus-kasus serupa terjadi. Ia harap investasi tidak merenggut ruang krama Bali dalam menjalankan agama dan tradisi.

Ia meminta agar dentuman musik beach club dikecilkan apalagi saat umat menggelar upacara. Selain itu, ada tata krama atau basic manner yang harus dimiliki orang siapapun itu. Pelanggaran norma tercermin saat sulinggih mapuja di bawah, sedangkan wisatawan kakinya selonjoran di atas.

“Sebelum ada Finns sudah ada upacara di sini. Kami harap kedepan bisa upacara lebih khusyuk, musik diperkecil, Sulinggih ada di bawah, kaki-kaki yang diselonjorkan jangan terlalu ke depan. Mohon dibantu dibuat MoU dengan Finns dan Atlas agar kami lebih khusyuk. Saat ada ritual musik dikecilkan. Mohon tak ada kembang api saat kami ritual,” pintanya.

Terkait anggapan miskomunikasi oleh Polda Bali, Made Wira pun membantah. “Bukan miskomunikasi antara Finns dan kelian adat. Saya baca Humas Polda Bali (rilisnya), ada miskomunikasi, (Rilis) itu salah. Saya sudah berkomunikasi, antara staf bawah dan pimpinan (Finns) yang tidak sinkron, itu yang menyebabkan,” tandasnya.  

Kami Mohon Maaf

Sementara itu, perwakilan manajemen Finns dalam pertemuan ini menyampaikan permohonan maaf. Manajemen mengaku sangat menyesalkan apa yang terjadi sehingga menjadi sorotan publik. Manajemen berkomitmen tak akan mengulangi lagi.

“Apa yang terjadi kemarin, saya juga sangat menyesali. Dari awal kami membangun hubungan yang baik dengan masyarakat. Tapi saat terjadi hal ini, dari pihak kami hanya menyampaikan minta maaf sebesar-besarnya. Komitmen ke depan, izinkan kami menjalankan Tri Hita Karana, supaya keharmonisan berjalan. Ke depan kami ingin berjalan seiring dengan masyarakat,” kata perwakilan manajemen Finns.

Kejadian ini membuat banyak pihak geram. Penjabat (Pj) Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya juga menyebut peristiwa itu sangat tidak pantas. Ia mengaku sudah memerintahkan Satpol PP Bali memanggil pihak Finns untuk memberi keterangan.

“Sebagaimana video yang telah viral tersebut, sangat tidak pantas. Pembangunan pariwisata Bali sebagaimana regulasi adalah berbasis budaya yang merupakan keunikan dan membuat para wisatawan tertarik datang ke Bali, bukan karena hingar-bingar seperti atraksi kembang api tersebut,” kata Mahendra Jaya.

Kasatpol Pol PP Bali, Dewa Nyoman Rai Dharmadi mengatakan, selain Finns, pihak desa adat dan desa dinas juga akan dimintai keterangan. “Karena diminta tidak diminta harus disadari bahwa kegiatan ritual seperti itu harus dihormati, dikedepankan. Kalau sudah tahu seperti itu harusnya dihentikan musiknya sementara waktu kembang api jangan dilakukan,” kata Dharmadi.

Anggota DPR RI, I Nyoman Parta juga kesal. Kata dia, memang Bali butuh pariwisata sebagai penggerak ekonomi, namun pariwisata harus bersikap hormat pada budaya Bali. “Beri teguran keras pengusahanya, bila perlu cabut izinnya,” tandas Parta.

“Terlebih lagi, roh pariwisata Bali adalah tradisi, adat dan budaya yang dilestarikan oleh masyarakat dengan mendedikasikan waktu, tenaga dan ekonomi. Tanpa tradisi, adat dan budaya ini, Bali tidak akan menjadi magnet pariwisata dunia,” jelasnya.

Ia menilai, seharusnya pemilik modal memahami hal-hal seperti ini. Jangan hanya mencari cuan di Bali, tapi tidak menghormati tanah sumber mereka mendapat cuan. Kata Parta, tindakan yang terjadi di Pantai Berawa ini sudah sangat di luar batas. Parta meminta agar pemerintah daerah memberikan sanksi tegas untuk manajemen Finns Beach Club.

Pesta dan ritual di Pantai Berawa, Desa Tibubeneng, Kuta Utara, Badung ada dalam satu frame. Minggu 13 Oktober 2024, ida Sulinggih mapuja di bale pamiosan serangkaian upacara Ngaben Ngelanus. Sementara krama lainnya duduk di samping kanan, kiri dan belakang sulinggih.

Saat warga Banjar Tegal Gundul menggelar ritual Mendak Dewata-Dewati, tiba-tiba kembang api meledak. Finns Beach Club berpesta. Kembang api meletus berkali-kali, menyala dengan deru ledakan di angkasa. Suara genta sulinggih redam namun ida tetap melanjutkan puja.

Musik keras terdengar dari arah Finns Beach Club. Dalam penggalan video yang beredar, warga yang mengikuti upacara itu tampak terdiam menatap ke arah ledakan kembang api. Sebagiannya bahkan kaget dan jengkel.

Penggalan video yang merekam jelas kejadian itu tersiar luas di jagad media sosial. Dulu setiap ritual yang berdampingan dengan bising pariwisata masih dianggap wajar. Bahkan ada yang menilai hal itu sebentuk simbiosis mutualisme.

Namun sekarang tampaknya kebablasan. Ada batas-batas yang dilanggar, yang terasa aneh jika dibiarkan lebih-lebih atas dalih pariwisata mendukung keberlangsungan tradisi, adat dan budaya yang membalut setiap kegiatan keagamaan di Bali. (ian/ipd)

AWK Akan Kumpulkan Manajemen Beach Club

Komite I Bidang Hukum Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Bali, Arya Wedakarna alias AWK menyampaikan beberapa poin menyelesaikan masalah ini. Dalam pertemuan yang digelar di Finns Beach Club, kemarin, ia menyebutkan ada tiga upacara guru piduka yang harus digelar oleh manajemen Finns Beach Club.

“Komite I Bidang Hukum dan Kapolsek Kuta Utara, kami sudah rapat masalah viral kembang api di hadapan ida sulinggih. Solusi pertama pihak Finns harus membuat tiga upacara Guru Piduka. Kepada sulinggih, kepada yang memiliki karya di Tegal Gundul, dan ketiga kepada Ida Sesuhunan Ida Bhatara Baruna, tiga upacara segera dilaksanakan sesuai masukan PHDI,” ujar AWK.

Selain itu, penataan jalan ke lokasi upacara yang akan dijadikan permanen untuk umat Hindu. AWK juga minta Finns Beach Club memberikan bantuan lampu penerangan jalan. “Kami minta pihak Finns memberikan bantuan CSR berupa lampu penerangan, agar secara permanen kawasan tersebut untuk karya yadnya umat Hindu,” katanya.

Ia menyarankan agar tidak boleh ada atraksi kembang api setiap hari. Pesta dibatasi dua kali dalam satu pekan sesuai arahan Desa Adat Berawa melalui izin dan rekomendasi desa adat yang diteruskan kepada pihak kepolisian. “Pihak kepolisian harus sama-sama supervisi atraksi kembang api, tidak hanya Finns, tapi juga seluruh beach club di Bali,” kata dia.

AWK berencana mengumpulkan seluruh manajemen beach club di Bali untuk menjadikan kasus ini sebagai pelajaran. “Kami kumpulkan manajemen beach club Bali, agar dapat jadikan kasus ini jadi yurisprudensi ada aturan Tri Hita Karana penghormatan budaya Bali, masyarakat adat dan menjaga kondusifitas keamanan dan stabilitas Bali sebagai tempat pariwisata,” kata dia. (ian)

Leave a comment