Informasi Terpercaya Masa Kini

Pemicu Pemberontakan Serentak DI/TII dan RMS di Seluruh Indonesia

0 9

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

Intisari-online.com – Indonesia, negeri yang baru saja menghirup udara segar kemerdekaan, harus menghadapi kenyataan pahit.

Luka-luka lama penjajahan belum sepenuhnya sembuh, ketika benih-benih perpecahan mulai tumbuh di beberapa sudut Nusantara.

Dua pemberontakan besar, DI/TII dan RMS, mengguncang fondasi negara yang masih rapuh, menorehkan catatan kelam di tengah euforia kemerdekaan.

Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII): Mimpi Negara Islam di Tengah Republik yang Muda

Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 seharusnya menjadi awal persatuan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Namun, bagi sebagian kelompok, kemerdekaan itu justru memicu lahirnya keinginan untuk membentuk negara dengan dasar ideologi yang berbeda.

Salah satunya adalah Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo, seorang tokoh pejuang yang kecewa dengan hasil Perjanjian Renville.

Ia merasa bahwa perjanjian tersebut merugikan Indonesia dan mengkhianati perjuangan rakyat.

Didorong oleh keyakinan akan pentingnya negara Islam, Kartosuwiryo memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) pada 7 Agustus 1949 di Jawa Barat.

Gerakan ini kemudian dikenal dengan nama Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).

Kekecewaan Kartosuwiryo terhadap pemerintah Indonesia, khususnya terkait Perjanjian Renville, menjadi pemicu utama pemberontakan DI/TII.

Ia menganggap bahwa pemerintah pusat telah gagal dalam mempertahankan kedaulatan negara. Selain itu, terdapat pula faktor ideologi yang melatarbelakangi pemberontakan ini.

Kartosuwiryo menginginkan Indonesia menjadi negara Islam yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh.

Pemberontakan DI/TII tidak hanya terjadi di Jawa Barat. Api pemberontakan ini menjalar ke berbagai daerah, seperti Aceh, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan.

Di Aceh, DI/TII dipimpin oleh Daud Beureueh, seorang ulama kharismatik yang kecewa dengan kebijakan pemerintah pusat yang dianggap mengabaikan aspirasi rakyat Aceh.

Di Sulawesi Selatan, Kahar Muzakkar memimpin pemberontakan DI/TII dengan nama Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS).

Kekecewaan terhadap pemerintah pusat yang menolak permintaan Kahar untuk memasukkan anggota KGSS ke dalam APRIS menjadi pemicu utama pemberontakan di daerah ini.

Sementara itu, di Kalimantan Selatan, Ibnu Hajar memimpin pemberontakan DI/TII dengan nama Kesatuan Rakyat Yang Tertindas (KRYT).

Ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat dan keinginan untuk menjadikan Kalimantan Selatan bagian dari Negara Islam Indonesia menjadi alasan utama di balik pemberontakan ini.

Pemberontakan DI/TII merupakan sebuah tragedi yang mencoreng awal perjalanan bangsa Indonesia. Ribuan nyawa melayang, baik dari pihak pemberontak maupun tentara pemerintah.

Peristiwa ini juga meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat Indonesia, terutama di daerah-daerah yang menjadi basis DI/TII.

Republik Maluku Selatan (RMS): Impian Kemerdekaan yang Terpisah

Di belahan timur Indonesia, tepatnya di Kepulauan Maluku, muncul gerakan separatis yang menginginkan kemerdekaan dari Republik Indonesia.

Gerakan ini dikenal dengan nama Republik Maluku Selatan (RMS).

RMS diproklamasikan pada 25 April 1950 oleh Dr. Christian Robert Steven Soumokil, mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur (NIT).

Soumokil dan para pendukungnya merasa bahwa masyarakat Maluku memiliki identitas dan budaya yang berbeda dengan masyarakat Indonesia lainnya.

Mereka juga merasa bahwa pemerintah pusat tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap pembangunan di Maluku.

Faktor lain yang melatarbelakangi pemberontakan RMS adalah adanya dukungan dari Belanda. Pemerintah kolonial Belanda, yang masih belum rela kehilangan Indonesia, melihat RMS sebagai alat untuk melemahkan Indonesia dan mengembalikan pengaruhnya di Nusantara.

Belanda memberikan bantuan persenjataan dan pelatihan militer kepada RMS.

Pemberontakan RMS ditumpas oleh pemerintah Indonesia melalui operasi militer.

Setelah pertempuran sengit, RMS berhasil dikalahkan dan Soumokil ditangkap. Ia kemudian diadili dan dihukum mati pada tahun 1966.

Luka di Tengah Kegembiraan

Pemberontakan DI/TII dan RMS merupakan dua peristiwa kelam yang menodai awal kemerdekaan Indonesia.

Kedua pemberontakan ini menunjukkan bahwa perjuangan untuk mencapai persatuan dan kesatuan bangsa tidaklah mudah.

Meskipun telah berhasil dipadamkan, kedua pemberontakan ini meninggalkan luka mendalam bagi bangsa Indonesia.

Ribuan nyawa melayang, dan peristiwa ini menjadi pengingat akan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Pemberontakan DI/TII dan RMS juga memberikan pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia. Kita harus belajar dari masa lalu untuk membangun masa depan yang lebih baik.

Kita harus senantiasa menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, serta menghormati perbedaan yang ada.

Hanya dengan cara itulah kita dapat mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa, yaitu Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

*

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

Leave a comment