Kata Kemendikbud soal Kampus UIPM yang Beri Raffi Ahmad Gelar “Honoris Causa”
KOMPAS.com – Universal Institute of Professional Management (UIPM) mendapatkan sorotan usai memberikan gelar kehormatan doktor honoris causa (Dr.HC) kepada Raffi Ahmad.
Raffi Ahmad diketahui mendapatkan gelar doktor honoris causa bidang Event Management and Global Digital Development dari Presiden UIPM Thailand Professor Kanoksak Likitpriwan pada Jumat (27/9/2024).
Raffi mendapatkan gelar tersebut karena dianggap berkontribusi dalam dunia industri hiburan serta berhasil mengembangkan dunia digital di bidang kreatif.
Pemberian gelar kehormatan tersebut lalu membuat UIPM disorot publik. Sebab, status operasional, akreditasi, lokasi kantor, serta pengelola kampus tersebut dipertanyakan kebenarannya.
Lalu, seperti apa status UIPM di Indonesia?
Baca juga: UIPM Buka Suara soal Pro Kontra Gelar Doktor Honoris Causa Raffi Ahmad
Tidak tercatat PDDikti
Direktur Dewan Eksekutif BAN-PT, Tjokorde Walmiki Samadhi menuturkan, pihaknya bertugas mengakreditasi perguruan tinggi dalam Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti).
PDDikti dikelola oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek) Kemendikbudristek.
“UIPM ini sebatas pengetahuan saya adalah lembaga pendidikan online internasional yang tidak terdaftar di PDDikti Kemdikbudristek,” ujar Tjokorde saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (1/10/2024).
Menurut dia, UIPM yang tidak terdaftar dalam PDDikti berarti tidak berhak menerbitkan ijazah dengan Penomoran Ijazah Nasional dari Kemdikbudristek.
Selain itu, gelar akademik yang dikeluarkan lembaga pendidikan yang tidak terdaftar dalam PDDikti seperti UIPM maka tidak diakui secara hukum di Indonesia.
Meski begitu, Tjokorde menambahkan, UIPM tidak melanggar peraturan sepanjang lembaga tersebut tidak menerbitkan ijazah nasional,
“Maka pada dasarnya tidak ada regulasi pendidikan yang dilanggar,” ungkapnya.
Terkait pendirian kampus asing seperti UIPM di Indonesia, Tjokorde menuturkan, Permendikbud Nomor 53 Tahun 2018 mengatur perguruan tinggi asing yang ingin mendirikan kampus fisik di Indonesia.
Berdasarkan aturan itu, perguruan tinggi luar negeri bisa berdiri di Indonesia jika berizin menteri, berstatus nirlaba, terakreditasi di negaranya, serta menduduki peringkat 200 terbaik dunia.
Kemendikbudristek mengatur perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan jarak jauh (PJJ) atau pembelajaran online dalam Permendikbud Nomor 7 Tahun 2020.
Dalam aturan tersebut, perguruan tinggi yang mendirikan PJJ untuk semua program studi harus berizin menteri, terakreditasi atau diakui negaranya, serta terakreditasi sesuai Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
Perguruan tinggi luar negeri yang hendak menyelenggarakan PJJ juga harus berprinsip nirlaba, bekerja sama dengan perguruan tinggi Indonesia atas izin menteri, serta mengutamkakan dosen, tutor, dan tenaga pendidikan warga negara Indonesia.
Sementara itu, ada beberapa perguruan tinggi online yang terdaftar di PDDikti antara lain Universitas Terbuka, Universitas Siber Asia, dan Universitas Bina Nusantara.
Baca juga: Mengenal UIPM, Kampus yang Beri Raffi Ahmad Gelar Doktor Honoris Causa
Tanpa izin bisa disanksi
Anggota Dewan Eksekutif BAN-PT Johni Najwan mengungkapkan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi mengatur penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh lembaga negara lain di Indonesia.
Pasal 90 UU Perguruan Tinggi mengatur perguruan tinggi lembaga negara lain dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi di Indonesia asalkan sesuai peraturan.
Perguruan tinggi lembaga negara lain harus terakreditasi dan diakui negaranya, berizin pemerintah, berprinsip nirlaba, dan bekerja sama dengan perguruan tinggi Indonesia atas izin pemerintah.
Perguruan tinggi tersebut juga harus mengutamkakan dosen, tutor, dan tenaga pendidikan warga negara Indonesia serta mendukung kepentingan nasional.
Johni membenarkan perguruan tinggi yang didirikan lembaga negara lain tidak memperoleh izin jika tidak memenuhi ketentuan tersebut.
“Betul (lembaga tersebut tidak memperoleh izin sehingga produk-produknya juga tidak bisa dipakai di Indonesia),” kata dia saat dihubungi Kompas.com, Rabu (2/10/2024).
Johni menegaskan, aturan tersebut tetap berlaku bagi semua perguruan tinggi dari dalam maupun luar negeri, termasuk perguruan tinggi yang kelasnya online.
Di sisi lain, Pasal 93 UU Perguruan Tinggi mengatur perguruan tinggi lembaga luar negeri yang melanggar ketentuan penyelenggarannya di Indonesia.
Menurut ketentuan tersebut, perseorangan, organisasi, atau penyelenggara tinggi yang melanggar aturan dapat dipidana dengan pidana penjara maksimal sepuluh tahun dan/atau denda maksimal Rp 1 miliar.
Baca juga: Raffi Ahmad Dapat Gelar Honoris Causa, Apa Itu?
UIPM mengaku beroperasi online
Promotor Program dan Staf Ahli UIPM Indonesia, Agusdin mengatakan, UIPM tidak memiliki kampus secara fisik. Kegiatan belajar mengajar dilakukan secara online.
“Ini universitas asing yang beroperasi di Indonesia,” kata Agusdin, diberitakan Kompas.com, Selasa.
“Pusatnya di Amerika, ada di Prancis. Ada di Inggris, ada di Lebanon, di Asia Pasifik, ada di Malaysia, di Thailand, di Filipina, di Singapura,” lanjut dia.
Agusdin mengungkapkan, UIPM memang memiliki alamat di Summarecon Bekasi. Namun, kantor representatif itu hanya untuk surat-menyurat bukan kampus pembelajaran.
Dia juga menepis UIPM disebut kampus bodong. Sebab, kegiatan perkuliahannnya dilakukan secara online. Sehingga memungkinkan mahasiswa kuliah dari negara masing-masing.
“Di zaman sekarang emang begitu, kantor kita ada di situ. Kami tidak punya kampus fisik. Kami punya kantor representatif aja di situ. Jadi kalau kami mau pakai tinggal kontak seminggu sebelumnya, jadi efisien gitu. Ini bukan kampus offline,” ujar Agusdin.
UIPM juga disebut punya program akademik yang diakreditasi sebagai lembaga pendidikan tinggi online dengan standar European Distance E-Learning Network (EDEN). Pasarnya mahasiswa S1, S2, dan S3 di seluruh dunia.
“Jadi, bukan abal-abal, resmi gitu ya, tapi ada belajar mengajarnya melalui online, gitu ya. Kalau akademik ada belajar online-nya. Ada dosennya juga, tapi tidak ada fisiknya. (UIPM) kan sudah ada, kita lakukan (kegiatan belajar mengajar) sejak tahun 2000 di Eropa, di Amerika,” tutur Agusdin.