Sejarah Cannes Film Festival, Diselenggarakan Karena Tak Ingin Tunduk pada Nazi
TEMPO.CO, Jakarta – Festival de Cannes atau Festival Film Cannes kini telah menjadi salah satu ajang film paling bergengsi di dunia. Ajang itu diakui sebagai tempat utama bagi negara-negara penghasil film untuk memamerkan karya terbaik mereka. Meskipun Cannes Film Festival ini secara resmi dimulai pada tahun 1946, ide dasar untuk menciptakan festival yang bebas dari tekanan politik sebenarnya sudah dimulai delapan tahun sebelumnya, pada tahun 1938.
Pada Juli 1938, dunia perfilman berkumpul di kompetisi internasional pertama, Venice Mostra. Namun, kontroversi meletus ketika di bawah tekanan Nazi, film propaganda “Olympia” oleh Leni Riefenstahl dan film Italia “Luciano Serra, Pilot” memenangkan penghargaan tertinggi, Piala Mussolini, alih-alih film Amerika yang lebih populer di mata juri. Hal ini memicu kemarahan negara-negara demokratis seperti Prancis, Amerika Serikat, dan Inggris, yang kemudian memutuskan untuk meninggalkan Mostra.
Seperti yang dilansir dari laman resmi Festival Cannes, dalam perjalanan pulang, diplomat Prancis Philippe Erlanger mencetuskan ide untuk membuat sebuah festival film baru yang tidak tunduk pada tekanan politik. Setelah kembali ke Prancis, ia segera menghubungi pihak berwenang dan mulai merencanakan festival film yang baru.
Pada awalnya, kota Biarritz dipilih sebagai lokasi festival, tetapi berkat upaya keras para pendukung Cannes, kota tersebut akhirnya memenangkan hak untuk menjadi tuan rumah festival baru ini. Cannes, yang dikenal sebagai “Mutiara Riviera,” menawarkan lokasi yang tak kalah glamor dibandingkan Venesia dan mulai mempersiapkan penyelenggaraan festival pada tahun 1939.
Masih dilansir dari festival-cannes.com, festival tersebut pertama direncanakan untuk dimulai pada 1 September 1939, bersamaan dengan Mostra. Namun, situasi politik global mempengaruhi kelangsungan acara ini. Pada 1 September, Jerman menginvasi Polandia, dan dua hari kemudian, Perang Dunia II resmi dimulai. Festival Cannes pertama pun dibatalkan tanpa sempat berlangsung.
Setelah perang berakhir, Festival de Cannes akhirnya dilaksanakan pada tahun 1946. Meskipun perang telah mengubah dunia, Cannes tetap berdiri sebagai festival film yang berusaha mempromosikan seni sinematografi tanpa campur tangan politik. Di bawah naungan Presiden Georges Huisman, festival ini sukses menarik perhatian dunia perfilman internasional. Para selebriti dunia mulai menghadiri acara ini, menambahkan kilauan pada red carpet Cannes yang terkenal.
Pada dekade 1950-an, Festival de Cannes semakin populer dengan kehadiran selebriti Hollywood seperti Kirk Douglas, Sophia Loren, dan Grace Kelly. Namun, festival ini juga menghadapi ketegangan akibat Perang Dingin, dengan Blok Timur dan Barat menggunakan film sebagai alat propaganda. Pada tahun 1956, enam film disensor karena ketegangan diplomatik, hingga akhirnya pasal yang mengizinkan sensor film dihapus pada tahun berikutnya.
Pada tahun 1950-an, Festival International du Film de Cannes telah mencapai status sebagai festival film paling bergengsi di dunia, menjadi ajang pertemuan penting bagi para sineas, bintang film, dan pencinta film. Meskipun saat ini festival tersebut terkadang dikritik sebagai terlalu komersial, daya tarik dan reputasinya tetap kuat. Setiap bulan Mei, lebih dari 30.000 orang berkumpul di Cannes untuk menghadiri festival ini, jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan dengan edisi perdana pada tahun 1946 yang hanya menarik beberapa ratus penggemar film.
Pada akhir 1960-an dan 1970-an, Festival de Cannes mengalami perubahan signifikan, sejalan dengan perubahan sosial dan politik global. Setelah protes tahun 1968, penyelenggara festival film mulai memahami pentingnya modernisasi dan kebebasan kreatif dalam film. Tahun 1969, film-film bertema revolusi menjadi sorotan, termasuk If karya Lindsay Anderson, Easy Rider karya Dennis Hopper, dan Z karya Costa-Gavras.
MYESHA FATINA RACHMAN | FESTIVAL-CANNES.COM
Pilihan Editor: Empat Film Dokumenter dan Eksperimental Pilihan