KISAH Ida Resi Alit,Mediksa di Usia 21,Ngelukar Gelung Dinikahi Bule AS,Kembali Jadi Sulinggih
TRIBUN-BALI.COM, BANGLI – Komang Widiantari atau Ida Pandhita Mpu Budha Maharesi Alit Parama Daksa sempat mendapat gelar sebagai sulinggih termuda se-Bali.
Namun saat melepas masa lajangnya dengan pria berkebangsaan Amerika bernama Torin Logan Temple Kline, status kesulinggihan Ida Resi Alit dicabut atas izin Ida Nabe Napak, yakni Ida Pandhita Empu Nabe Acharya Prami dari Griya Agung Padang Tegal, Ubud, dan bukan kehendak dari PHDI Bangli.
Upacara Ngelukar Gelung atau melepas status kesulinggihan berlangsung di Banjar Tanggahan Tengah, Susut, Bangli, Agustus 2018 silam.
Prosesi ini ditandai dengan pengembalian Surat Keputusan (SK) tentang izin mediksa kepada Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bangli.
Baca juga: 35 Sulinggih Puput Puncak Karya Ida Bhatara Turun Kabeh
Setelah itu, statusnya pun menjadi walaka atau orang biasa, dengan kembali menggunakan nama Ni Komang Widiantari.
Namun berdasarkan pantauan Tribun Bali, pada Rabu 10 Juli 2024, rupanya Komang Widiantari telah kembali madiksa atau melangsungkan upacara sebagai sulinggih.
Hal itu diunggah oleh yang bersangkutan di akun Instagram-nya.
Dalam postingan bertanggal 26 Juni 2024 itu, ia mengatakan bahwa sejak 24 Maret 2024, statusnya kembali sebagai sulinggih dengan nama ‘suci’, Ida Resi Salahin.
“Om Swastyastu, astungkara. Saya mengucapkan puji syukur kepada Sang Hyang Widhi Wasa atas terselenggaranya upacara madiksa pada malam bulan purnama tanggal 23 Maret 2024 lalu di Bangli,” tulisnya dalam caption sebuah foto yang menunjukkan dirinya mengenakan pakaian sulinggih.
Perjalanan spiritual dari Komang Widiantari cukup panjang dan berliku.
Widiantari mediksa di umur yang masih terbilang muda yaitu 21 tahun, dan saat itu ia berstatus belum menikah.
Berawal dari Widiantari yang tak kunjung mendapat pekerjaan setelah lulus dari Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) Bangli tahun 2005.
Padahal ia sudah melamar pekerjaan sampai ke Bintan, Kepulauan Riau.
Seorang kerabatnya, Pekak Mangku Bawa, kemudian mengajaknya malukat di Merajan Agung.
Saat itu secara emosional ia menangis sejadi-jadinya. Namun diakuinya masih dalam kondisi sadar.
Keadaan itu berlangsung selama dua jam. Akhirnya Komang Widiantari dibawa ke teman kakeknya untuk meditasi. Setelah meditasi kelima dan keenam, ia mengalami sesuatu yang dahsyat.
Setelah merasakan sesuatu yang naik turun dari perut ke tenggorokan, bibirnya kemudian langsung bergetar dan ngweda dengan cepat, disertai gerakan mudra.
Oleh Pekak Mangkunya, ia kemudian diajak mediksa. Saat itu ia belum mengerti apa itu mediksa. Dipikir hanya melukat biasa. Dia pun kaget saat mengetahui mediksa itu untuk menjadi sulinggih. Ia merasa belum siap.
Hampir selama 10 hari Komang Widiantari setelah itu tidak melaksanakan meditasi. Namun apa yang terjadi?
“Saat itu tityang sembahyang, nangis lalu teriak-teriak seperti orang kerahuan padahal tidak,” ungkapnya kepada Tribun Bali, ketika itu.
Ia mengalami seperti kerauhan hingga pukul 01.00 Wita dini hari, lalu dinyatakan meninggal dunia.
Kulitnya saat itu sudah menguning, badannya kaku. Semua anggota keluarga menangis.
“Paman tityang lalu bilang, yen Komang hidup, tityang kal diksain (kalau Komang hidup kembali, akan kami diksa),” tuturnya mengikuti janji sang paman.
Akhirnya jari-jarinya bergerak, matanya hanya terbuka sedikit, tidak bisa mendengar, tidak bisa berkata, tidak berasa badan.
Saat itu, ia langsung dipindah ke kamar. Tidak dibolehkan untuk keluar rumah selama 10 hari.
Setelah kejadian itu, Komang Widiantari yang lahir 13 Maret 1986 ini lahir kembali (mediksa) pada 14 Maret 2007.
Tepat setelah ulang tahun welaka, besoknya ia lahir kembali sebagai orang suci saat umur 21 tahun.
Setelah 11 tahun menjadi sulinggih, dengan status sulinggih termuda di Bali, Ida Resi Alit harus melepas kesulinggihannya setelah memilih menikah. Ia pun kembali menjadi seorang walaka.
Diungkapkan Sukra, Komang Widiantari masih memiliki keinginan kuat untuk kembali menjadi sulinggih setelah menikah.
Namun, kata dia, diterima dan tidaknya kembali menjadi sulinggih tergantung keputusan Ida Nabe.
Setelah tidak lagi menjadi seorang sulinggih, Komang Widiantari nantinya berniat menjadi Dharma Duta (missionaris agama Hindu). Tugasnya adalah menyebarkan agama Hindu ke berbagai negara di belahan dunia.
Ini bukan merupakan hal baru, mengingat beberapa tahun terakhir, Komang Widiantari sudah melakukannya, saat masih menjadi sulinggih.
Yang berbeda, saat ini Komang Widiantari akan didampingi suaminya yang telah masuk agama Hindu (sebelumnya Bhuda), setelah melalui prosesi Sudhi Wadani pada Jumat 17 Agustus 2018, pukul 12.15 Wita.
Diketahui pula, pria berusia 31 tahun asal Colorado, Amerika Serikat, itu telah memiliki ashram, dengan jumlah anggota yang masih terbatas.
Ia berencana akan membangun ashram kembali namun dengan konsep yang disesuaikan dengan aturan parisada.
Selama menjadi seorang sulinggih, Komang Widiantari diketahui memiliki kawan dari berbagai belahan dunia. Ia cukup fasih berbahasa Inggris dan Spanyol.
Hampir setiap hari ada orang asing yang melukat ke griyanya. Selain itu mereka juga melakukan meditasi dan sharing tentang kehidupan beragama.
“Memang ia punya niatan seperti itu, dan sudah sempat diceritakan pada saya. Setelah ini kami dari PHDI tentunya akan melakukan uji kompetensi untuk memastikan kelayakannya. Kami tidak ingin terjadi salah tafsir yang menimbulkan kesesatan,” tandas Sukra.
Pada tahun 2024 ini, Widiantari telah kembali mediksa, hal itu diketahui melalui postingan dari akun instagramnya.
Dalam postingan bertanggal 26 Juni 2024 itu, ia mengatakan bahwa sejak 24 Maret 2024, statusnya kembali sebagai sulinggih dengan nama ‘suci’, Ida Resi Salahin.
“Om Swastyastu, astungkara. Saya mengucapkan puji syukur kepada Sang Hyang Widhi Wasa atas terselenggaranya upacara madiksa pada malam bulan purnama tanggal 23 Maret 2024 lalu di Bangli,” tulisnya dalam caption sebuah foto yang menunjukkan dirinya mengenakan pakaian sulinggih.
Lebih lanjut dikatakan, setelah melalui berbagai proses, upacara madiksa akhirnya dapat dilaksanakan dengan penuh khidmat.
“Sembari memanjatkan doa dan puja, saya menerima penobatan ini dan kembali mengabdikan diri sebagai Ida Resi Salahin sejak 24 Maret 2024,” tulisnya.
Terkait hal tersebut, Tribun Bali pun mencoba mengkonfirmasi alasan yang bersangkutan kembali mediksa.
Namun pertanyaan yang dikirim lewat pesan pada Instagram-nya belum direspon.
Terpisah, Ketua PHDI Bangli, I Nyoman Sukra saat diminta pandangannya terkait seorang yang telah menanggalkan status kesulinggihan lalu kembali madiksa, ia mengatakan bahwa kewenangan tersebut ada pada nabe atau guru sang sulinggih.
“Urusan sulinggih, domainnya nabe. Masalah boleh tidak boleh, nabe yang punya jawaban, dan sumber sastranya. Namun di PHDI jelas sekali diatur, oleh kesamuhan agung tentang persyaratan menjadi sulinggih. Namun dalam pelaksanaannya, menyesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat, desa mawacara. Dan setiap nabe punya dasar sastranya,” ujar Sukra.
Tak hanya Ida Resi Alit yang menjalani upakara madiksa, Rabu 26 Juni 2024, sang suami yang berkebangsaan Amerika yakni Torin Logan Temple Kline juga ikut menjalani Rsi Yadnya atau upacara penyucian, baik diri secara lahir dan batin dari seorang walaka menjadi pendeta atau sulinggih.
Torin Logan Temple Kline kini bergelar Ida Pandita Rsi Salahin Santika Putra.
“Bhiseka baru untuk yang istri Ida Pandita Rsi Salahin Sri Laksmi. Yang lanang Ida Pandita Rsi Salahin Santika Putra. Rumah atau griyanya yakni Griya Dwari Wedantasari Alas Pule, Desa Tanggahan Tengah, Demulih, Susut, Bangli,” Nyoman Sukra.
(Muhammad Fredey Mercury/I Wayan Eri Gunarta)
Kumpulan Artikel Bali