Dakwaan: Harvey Moeis Sewa Rumah di Melbourne Rp 5,7 M dari Uang Timah
Sejumlah uang korupsi yang diduga diterima oleh Harvey Moeis, suami dari artis Sandra Dewi, digunakan untuk membayar sewa aset mewah di Australia. Aset tersebut yakni rumah di Malvern Oasis Melbourne.
“Pembayaran sewa rumah di Malvern Oasis Melbourne Australia Rp 5.765.130.530,” demikian kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (14/8).
Sewa rumah ini hanya salah satu dari banyaknya dugaan penggunaan uang hasil korupsi timah yang dilakukan Harvey.
Selain membayar sewa rumah itu, Harvey juga membeli tanah di sejumlah lokasi di Jakarta; membeli mobil Vellfire, Lexus, Porsche, Ferrari hingga Mercedes Benz; puluhan tas mewah; dan ratusan perhiasan.
Adapun sumber uangnya, diduga diperoleh dari korupsi tata niaga di wilayah IUP PT Timah yang menimbulkan kerugian negara hingga Rp 300 triliun. Harvey diduga menerima keuntungan hingga Rp 420 miliar dari kasus korupsi itu.
Bagaimana Harvey bisa mengeruk uang hingga Rp 420 miliar?
Dalam dakwaan, Harvey yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) telah melakukan pertemuan dengan sejumlah pihak.
Termasuk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah; Alwin Albar selaku Direktur Operasi dan Produksi PT Timah; serta 27 pemilik smelter swasta.
Pertemuan itu membahas permintaan Riza dan Alwin atas bijih timah 5% dari kuota ekspor smelter-smelter tersebut. Sebab, bijih timah itu disebut merupakan hasil kegiatan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Harvey kemudian meminta beberapa perusahaan smelter, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa untuk membayar biaya ‘pengamanan’ sebesar USD 500 hingga USD 750 per metrik ton.
Pembayaran itu dibuat seolah sebagai dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikelola Harvey atas nama PT RBT.
Kemudian, Harvey menginisiasi kerja sama sewa alat pengolahan pelogaman timah dengan beberapa perusahaan smelter swasta tersebut. Padahal, perusahaan itu tak memiliki orang yang berkompeten dalam pengolahan timah.
Harvey dan perusahaan itu kemudian melakukan negosiasi dengan PT Timah terkait penyewaan smelter sampai disepakati harganya. Namun, hal ini dilakukan tanpa adanya studi kelayakan atau kajian yang mendalam.
PT Timah kemudian menerbitkan surat perintah kerja di IUP PT Timah. Tujuannya, untuk melegalkan pembelian bijih timah oleh swasta yang berasal dari penambangan ilegal.
Harvey bersama dengan Suparta selaku Dirut PT RBT hingga sejumlah Pejabat Kementerian ESDM memberikan persetujuan revisi RKAB kepada PT Timah Tbk tahun 2019 tanpa kajian dan studi kelayakan.
Sehingga menimbulkan kerugian negara berupa kerusakan lingkungan, baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan pada wilayah IUP PT Timah. Nilainya mencapai Rp 300 triliun.
Jaksa menyebut dugaan korupsi ini telah memperkaya Harvey Moeis dan Manager PT Quantum Skyline Exchange (QSE), Helena Lim, sebesar Rp 420 miliar.
“Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” kata jaksa.