Informasi Terpercaya Masa Kini

Kawasan di Tiongkok yang Haram Bagi Perempuan Muda

0 24

Setelah dua hari sebelumnya kami sempat bertandang ke Zhuhai via Macau, pagi menjelang siang ini kami sudah berangkat dari Kampung Indonesia, Causeway Bay di Hong Kong menuju Shenzhen, sebuah wilayah di selatan Provinsi Guangdong yang berbatasan dengan Hong Kong.

Seperti jug Zhuhai, Shenzhen memberikan fasilitas Visa on Arrival ke pemegang paspor  berbagai negara, termasuk Indonesia. Bedanya kalau di Zhuhai hanya memberikan 3 hari di Zhuhai, makan Shenzhen memberikan ijin tinggal 5 hari.  Saya sendiri sudah beberapa kali berkunjung ke Shenzhen menggunakan VoA ini dari Hong Kong, baik sendiri maupun bersama keluarga.

Kali ini kafilah kecil kami terdiri dari empat orang. Saya dan isteri serta Dokter Yanti, manyar dokter perusahaan CX, yang ditemani Mbak Ayu, asisten dokter. Kebetulan mbak Ayu masih berstatus single dan berusia dua puluh tahunan.

Sebelum ini, saya sempat membaca berita-berita di dunia maya bahwa cukup bangan perempuan berusia muda dan produktif yang ditolak masuk ke Shenzhen menggunakan VoA, akan tetapi karena kami sudah mencoba masuk ke Zhuhai via Macau dan tidak mengalami kendala, pagi itu kami berangkat dengan sangat percaya diri, bahkan hotel untuk dua malam juga sudah dipesan.  

Dari kawasan Causeway Bay, saya memesan taksi online menuju ke stasiun MTR Exhibition Centre, karena dari stasiun ini cukup naik kereta East Rail Lina menuju Lo Wu, yaitu perbatasan antara Hong Kong dan Shenzhen.  Jalur East Line ini merupakan kalau kereta api pertama di Hong Kong yang dulunya bernama KCR atau Kowloon Canton  Railway.  

Sebelumnya jalur ini memang berakhir di Smeenanjung Kowloon atau tepatnya di kawasan Tsim Sha Tsui yang ditandai dengan adanya Clock Tower atau Menara Jam di sana.  Beberapa tahun lali stasiun terakhir ada di Hung Hom sebelum diperpanjang hingga ke Pulau Hong Kong dan berakhir di Admiralty.

Perjalanan dari Exhibition Centre ke Lowu berlangsung sekitar 45 menit dan melewati kawasan padat di Kowloon seperti Mongkok hingga kawasan dengan nuansa pedesaan di New Terrritories. Nama-nama seperti Shatin, Taipo, Taiwai, Fanling dan Sheunghui menengah terasa akrab di telinga saya serta mengingatkan akan kunjungan-kunjungan terdahulu.

Rangkaian kereta tiba di stasiun Lowu dan orang-orang bergegas setengah berlari menuju kw perbatasan. Pertama kita keluar melaui imigrasi Hong Kong dan kemudian mengikuti petunjuk arah menuju Shenzhen.

Perpindahan wilayah administrasi dalam satu negeri Tiongkok memang mengejawantahkan sistem Satu Negara Dua Sistem atau One Country Two Systems yang secara formal disebut Yi Guo Liang Zhi.  Kami menyeberang jembatan di atas sungai yang menjadi antara alami kedua wilayah. Dan dalam waktu beberapa menit saja kami sudah berada di Shenzhen.

Karena belum memiliki visa, tugas pertama adalah menuju ke kantor Port Visa untuk mengajukan VoA.

Prosedurnya mirip dengan di Zhuhai, yaitu mengisi formulir, membuat foto secara swalayan dan mengambil nomor antrean. Nomor kami siang itu adalah 94-97, sementara ketiga sedang melayani nomor antrian 80 an. Jadi tidak terlalu lama mengantri.

Tidak kamu kemudian ada sedikit drama pada nomor antrian 87.  Kebetulan satu kekuatan mengajukan VoA termasuk seorang anak gadis berusia dua pilih tahunan.  Ternyata visa untuk gadis tersebut ditolak sementara untuk orang tuanya dikabulkan.  Sementara sang anak akan mengantar akan ayahnya berobat ke Shenzhen.

Tiba giliran kami berempat. Mula-mula maju dokter Yanti dan Ayu.  Sekitar 5 menit kemudian drama mulai terjadi.  Akhirnya saya ikut maju ke konter.   Ternyata pengajuan visa buat Ayu ditolak.

Kami mencoba berbagai alasan seperti tidak mungkin untuk dokter Yanti  meninggalkan Ayu kembali ke Hong Kong dan karena ia harus selalu bersama Ayu salam perjalanan ini. Kami juga sudah menyertakan bukti pemesanan hotel selama dua malam di Shenzhen serta toket pulang kembali ke Jakarta dari Hong Kong.

Namun petugas imigrasi Tiongkok di kaunter tetap pada pendiriannya.  Kalau mau ke Shenzhen kami bertiga akan mendapat visa dan salahkan membayar sementara pintu Shenzhen tetap tertutup buat Ayu tanpa alasan yang jelas.

Uniknya semua pembicaraan kami ini melalui mesin penerjemah .   Kamu berbicara dalam bahasa Indonesia dan petugas berbicara dalam bahasa mandarin.  lucunya Ketika dia berbicara mesin langsung menerjemahkan  ke dalam bahasa Indonesia campur Jawa?

Atau mungkin mereka mengira bahasa Jawa itu sama dengan bahasa Indonesia?

Apa pun alasannya untuk menolak Visa Ayu, kamu harus menerimanya dan kemudian segera memulai proses untuk kembali balik kanan menuju Hong Kong yang ternyata cukup lama dan berbelit-belit.

Pertama kami diminta antre di kaintee 15 yang masuk menuju Tiongkok. Di sini petugas meminta kami menunggu sebentar. Tidak lama kemudian seorang petugas datang mengambil semua paspor kami. Kami diminta menunggu lumayan lama tanpa paspor di perbatasan sementara ratusan ribu orang lalu lalang daro Hong Kong ke Shenzhen.

Setelah menunggu hampir satu jam, seorang petugas imigrasi perempuan datang dan memberikan paspor kamu masing-masing-masing.  Kami masih haris mendaftarkan di kaunter khusus untuk kembali ke Hong Kong.  Uniknya seorang petugas  karantina kesehatan sempat mendekati saya dan meminta untuk masuk dijadikan sampel dan diambil suhu badan.  Sekitar 15 menit lagi waktu dihabiskan dalam proses balik badan menuju Hong Kong.

Kemudian kami kembali berjalan menuju Hong Kong, melawan arus empat lawan ratusan ribu pejalan kaki.  Sesampainya di Hong Kong, kami kembali harus melapor di perigas imigrasi agar diberikan izin kembali untuk masuk ke Hong Kong.

Namun berurusan dengan petugas imigrasi Hong Kong jauh lebih nyaman karena proses nya lebih jelas dan petugasnya semua lancar berbahasa Inggris. Sementara berurusan dengan petugas imigrasi Tiongkok tampak lebih menyeramkan dan penuh rasa was was. Apalagi komunikasi menjadi penghalang karena kebanyakan mereka kurang caplak berbahasa Inggris.

Akhirnya kami kembali tiba di stasiun MTR Lowu dan kembali menuju kawasan Mongkok untuk mencari hotel untuk menginap.  

Sebuah hari yang panjang dan melelahkan. Bukan hanya jasmani, tetapi juga jiwa, rasa dan cukup menguras emosi.  

Untungnya semua bersikap positif dan tetap bergembira karena hidup ini memang sebuah perjalanan.  

hong kong, Awal Agustus 2024

Leave a comment