Kisah Taufik Hidayat Raih Medali Emas Olimpiade Athena, Nyaris Pindah Kewarganegaraan
KOMPAS.com – Kans Indonesia untuk meraih emas Olimpiade Paris 2024 lewat cabang bulu tangkis masih terbuka, meski wakil di sektor ganda putri dan campuran harus angkat koper lebih awal.
Harapan besar muncul di sektor tunggal putra yang diwakili oleh Anthony Sinisuka Ginting dan Jonatan Christie.
Mereka diharapkan mampu mengulangi kesuksesan Taufik Hidayat yang meraih medali emas di Olimpiade Athena dua puluh tahun silam.
Sejak Taufik Hidayat meraih emas tahun 2004, belum ada lagi tunggal putra Indonesia bisa mengulanginya.
Bukan unggulan
Diberitakan Harian Kompas edisi 22 Agustus 2004, pada Olimpiade Athena, tunggal putra Indonesia sempat diragukan bisa meraih medali emas.
Penilaian ini disebabkan penampilan Taufik dan Sony Dwi Kuncoro di beberapa turnamen tidak konsisten dan tidak berada di performa terbaiknya.
Di samping itu China yang selama ini menjadi pesaing Indonesia menurunkan tunggal putra terbaiknya: Lin Dan, Bao Chun Lai, dan Chen Hong.
Kendati begitu Taufik tidak mau ambil pusing. Saat diwawancara pada 19 Agustus 2004, pria kelahiran Bandung justru mengatakan akan tampil lepas karena tidak menyandang status pemain unggulan.
“Bukan masalah enak atau tidak enak ya. Tapi dengan menjadi bukan unggulan, saya merasa tidak dibebani ini dan itu,” kata Taufik.
Ucapan Taufik itu pun terbukti benar. Pada Olimpiade Athena 2004, ia tampil tenang dan apik. Taufik mematahkan anggapan banyak orang yang memprediksi tidak tumbang lebih awal.
Tumbangnya tiga pebulu tangkis China sebelum perempat final juga memuluskan jalan Taufik untuk melangkah jauh.
Di semifinal Taufik tampil dominan dan berhasil mengandaskan perlawanan pebulu tangkis andalan Thailand Boonsak Ponsana, 15-9, 15-2.
Kemenangan itu mengantarkan Taufik ke partai puncak untuk berhadapan dengan tunggal putra Korea Selatan Shon Sheung-mo. Shon melaju ke final setelah mengalahkan wakil Indonesia lainnya, Sony Dwi Kuncoro.
Di partai final, Goudi Olympic Hall, Athena dipenuhi penonton, terutama pendukung Indonesia.
Tiket final ludes terjual. Lagu “Halo Halo Bandung” dan “Maju Tak Gentar” terus berkumandang untuk membakar semangat Taufik.
Di awal pertandingan, Taufik sedikit gugup. Taufik sempat tertinggal 0-6. Hingga akhirnya ia bisa mengembalikan keadaan dan memenangkan set pertama 15-8.
“Saya agak nervous di awal pertandingan. Tradisi emas bulu tangkis Indonesia membuat saya tegang karena hanya sayalah harapan emas itu. Tapi, setelah beberapa saat, saya bisa tenang dan fokus,” kata Taufik.
Sementara di set kedua, Taufik tampil apik, ia menutup pertandingan dengan skor 15-7 sekaligus memastikan medali emas untuk Indonesia.
Saat berhasil mengalahkan Shon Sheung-mo Taufik langsung meluapkan emosinya. Ia memegang wajah dengan kedua tangannya, berjongkok beberapa saat, dan memeluk pelatihnya, Mulyo Handoyo, sambil menangis.
“Kemenangan ini untuk Indonesia. Juga untuk pelatih saya ini. Tidak ada yang bisa memisahkan kami lagi,” kata Taufik.
Saat Taufik berhasil mengalahkan Shon Seung-mo, Goudi Olympic Hall seperti bergetar. Seluruh penonton berdiri dari tempat duduknya dan memberikan tepuk tangan meriah.
Taufik lantas berkeliling lapangan dengan dilatarbelakangi lagu indah khas Yunani, “The Kids of Pireas”.
Nyaris pindah kewarganegaraan
Sebelum Olimpiade Athena 2004, Taufik sempat terlibat konflik dengan Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) setelah Mulyo Handoyo tidak lagi menjadi pelatih Pelatnas.
Bahkan pada 2002, Taufik sempat mengikuti Mulyo Handoyo yang saat itu menjadi pelatih di Singapura.
Taufik digadang-gadang akan menjadi atlet Singapura, setelah Asosiasi Bulutangkis Singapura (SBA) mengutarakan keinginan untuk merekrut pria kelahiran 10 Agustus 1981.
Namun akhirnya, pada 2003 Taufik kembali ke Pelatnas. Joko Supriyanto ditunjuk untuk menjadi pelatih Taufik di tahun itu, namun tidak ada kecocokan.
Hingga akhirnya pada 2004, PBSI kembali menunjuk Mulyo Handoyo untuk menangani Taufik. Hasilnya pun cukup manis, medali emas Olimpiade Athena dibawa pulang ke Tanah Air.
Mulyo Handoyo sendiri sudah menangani Taufik sejak 1997. Mereka berdua memiliki kedekatan emosional. Taufik mengaku, saat Mulyo tidak menangani Pelatnas prestasinya menurun.
“Sejak saya dipisahkan dengan Pak Mulyo, prestasi saya tidak stabil. Saya mendapat keyakinan baru setelah sejak Februari lalu Pak Mulyo kembali menangani saya,” kata Taufik dalam Harian Kompas edisi 23 Agustus 2004.
Mulyo mengungkapkan, ia memiliki pendekatan khusus ketika menangani Taufik. Menurut dia, Taufik merupakan atlet yang tidak bisa dikekang sehingga ia memberi kebebasan dengan batas tertentu.
“Saya beri kebebasan pada Taufik, apa yang dia mau. Namun, sebelumnya saya buat dulu koridor sampai di mana dia boleh dan sampai mana tidak boleh. Taufik jangan dikekang, dia memang lain,” ujar Mulyo.