Tomy Winata Menjawab Tudingan Sebagai Mafia Padahal Aktif dalam Gerakan Filantropi di Indonesia
TRIBUNBENGKULU.COM – Tomy Winata, salah satu konglomerat Indonesia yang dijuluki 9 Naga Indonesia menjawab tudingan sebagai mafia.
Nama Tomy Winata mencuat karena proyek Rempang Eco City Batam, Kepulauan Riau beberapa waktu terakhir.
PT Makmur Elok Graha, anak perusahaan PT Arta Graha milik konglomerat 9 Naga Tomy Winata merupakan perusahaan yang mengembangkan kawasan tersebut.
Namun warga Rempang menentang proses pengembangan Rempang Eco City hingga memicu kericuhan.
Baca juga: Profil Biodata Tomy Winata, 9 Naga Indonesia yang Akrab dengan Para Jenderal
Terbaru, nama Tomy Winata juga muncul dalam kasus timah yang merugikan negara RP 271 triliun dan menyeret Harvey Moeis sebagai tersangka.
Harvey Moeis merupakan pemegang saham PT Refine Bangka Tin.
Sedangkan Tomy Winata sempat memiliki PT Refine Bangka Tin (RBT) yang terlibat dalam kasus tersebut.
Hingga saat ini, Tomy Winata memang sering terlibat dalam berbagai proyek di Indonesia.
Tak jarang proyek tersebut memicu kontroversi dan Tomy Winata juga mendapatkan stigma sebagai mafia.
Tomy Winata Menjawab Tudingan Sebagai Mafia
Berdasarkan penelusuran TribunBengkulu.com, ternyata Tomy Winata pernah menjawab tudingan sebagai mafia.
Padahal melalui Artha Graha Peduli, Tomy Winata mengaku sangat rutin menyumbang dan membantu masyarakat.
Mulai dari bencana alam hingga gelaran pasar murah jelang hari-hari raya.
“Bencana alam, lebaran pun ada pasar murah sembako murah yang merangsang Pak Tomy selalu berbuat begitu,” kata Karni Ilyas ke Tomy Winata dikutip TribunnewsBogor.com dari akun YouTube Karni Ilyas Club.
Tomy Winata menerangkan moto yang ia kedepankan ialah kepedulian.
“Motonya adalah kepedulian jadi kita berbagi dan peduli, jadi dengan satu wadah kelompok Artha Graha Grup kita sama-sama selalu bekerjasama selalu melaksanakan CSR,” ujar Tomy Winata dalam wawancaranya pada 26 September 2020 dengan Karni Ilyas dan diunggah di YouTube.
“Dimana masyarakat memerlukan kami berpatner dengan pemerintah dari tingkat kecamatan kami berperan serta, kami punya relawan AGP yang selalu full time menangani program CSSR itu sebagai bagian komponen modal kerja kita bukan cost.”
Dengan begitu kata Tomy Winata, keterlibatannya dalam membantu masyarakat menjadi sebuah kewajiban bagi dirinya.
“jadi dengan begitu keterlibatan kami dalam program kerja untuk bantu masyarakat sudah menjadi bagian dari kepedulian,” kata Tomy Winata.
“Menurut saya mewajibkan berperan aktif termasuk saat lebaran, puasa natal, imlek, murni hanya untuk kami aktif maju membantu masyarakat.”
Meski begitu, kata Karni Ilyas, hingga kini banyak masyarakat memiliki persepsi berbeda soal Tomy Winata.
Menurut Karni, nama Tomy Winata masih lekat dikaitkan dengan mafia.
“Kalau lihat cerita Artha Graha Peduli dan ketika bencana terjadi dan yang sayaa saksikan sendiri, kok agak terbalik dengan persepsi banyak orang terhadap Pak Tomy bawha Pak Tomy dituduh macam macam, mafia ini lah, mafia ini, bahkan mafia narkoba, ini gimana pak Tomy ngehadepinnya,” tanya Karni Ilyas ke Tomy Winata.
Tomy Winata mengaku justru menikmati tuduhan tersebut.
Tomy Winata menganggap bila diisukan berarti ia masih diingatkan.
Pun bila dijelek-jelekan Tomy Winata mengatakan itu berarti dirinya diperhitungkan.
“ya saya hanya apapun yang orang tuduhkan saya hanya menikmati kita diperhitungkan, saking diperhitungkannya, maka segala macam hal yang bisa ditempelin ke kita tempelin aja pak,” lanjut Tomy Winata.
“Saya pikir itu semua harus saya hadapi dengan tegar karena saya selalu menikmati kalau masih diisukan berarti masih diingat, kalau dijelekin berarti diperhitungkan.”
“coba bayangin, kalau TW tidak pernah dijelekin mungkin saya hari ini gak sematang ini, kalau tw gak pernah digebukin mungkin juga gak sematang ini, dan kalau orang tidak melihat cerita saya kontroversial mungkin bang karni pun tidak ketemu saya sekarang.”
Profil Tomy Winata
Dikutip Tribunnews, Tomy Winata lahir di Pontianak, Kalimantan Barat pada 23 Juli 1958 dengan nama Oe Suat Hong.
Saat ini Tomy Winata menjadi pengusaha besar yang masuk ke jajaran nama besar pebisnis Indonesia yakni 9 naga.
Seperti yang diketahui, 9 naga ini adalah istilah untuk para pengusaha yang konon menguasai perekonomian Indonesia.
Tomy Winata dikenal sebagai bos atau pemilik Artha Graha Network.
Sejak kecil, Tomy Winata adalah seorang anak yatim piatu.
Ia dikenal sebagai seorang anak yang lahir di tengah keluarga serba kekurangan secara materi.
Saat ini, diketahui ia memiliki lima orang anak, dua diantaranya adalah Panji Winata dan Andi Winata.
Pada 1972, ketika usianya baru 15 tahun, Tomy Winata dikenalkan dengan seorang pejabat militer di Singkawang.
Setelah perkenalan itu, Tomy Winata kemudian mendapat proyek untuk membangun kantor Koramil di Singkawang.
Selain itu, Tomy Winata juga menjadi penyalur barang ke tangsi-tangsi tentara di Indonesia.
Tomy Winata pernah mendapat proyek dari militer di Papua, Makassar, dan Ambon.
Di Papua, Tomy Winata berkenalan dengan Yorrys Raweyai.
Tomy Winata juga dikenal sebagai pengusaha yang dekat dengan kalangan militer, dua diantaranya adalah Letjen TNI (Purn) Tiopan Bernard Silalahi dan Jenderal Edy Sudrajat.
Baca juga: Sumber Kekayaan Tomy Winata Pemilik Grup Artha Graha Masuk Dalam Barisan 9 Naga
Tomy Winata juga akrab dengan beberapa jenderal lain.
Pada 1988, Tomy Winata bersama Yayasan Kartika Eka Paksi (Angkatan Darat) menyelamatkan sebuah Bank Propelat.
Bank yang semula dimiliki Yayasan Siliwangi ini hanya memiliki aset sebesar Rp 8 miliar.
Namun setelah diambil alih dan diubah namanya menjadi Bank Artha Graha, hanya dalam kurun waktu 1,5 tahun bank itu sehat kembali.
Saat masa krisis 1998, Tomy Winata juga menyelamatkan Arta Pusara yang kemudian diganti namanya menjadi Artha Pratama.
Pada 1989, Tomy Winata kemudian mendirikan PT Danayasa Arthatama.
Tomy kemudian ikut serta dalam proyek raksasa senilai US$ 3,25 miliar di kawasan bisnis Sudirman Central Business Distric (SCBD) yang memiliki luas 45 hektar di jantung DKI Jakarta.
Tomy Winata juga telah mengambil alih Bank Inter-Pacific pada 2003.
Pada 2005, Bank Inter-Pacific melalui Pasar Modal kemudian mengambil alih kepemilikan Bank Artha Graha melalui Pasar Modal.
Namanya kemudian menjadi Bank Artha Graha Internasional. (**)