Membandingkan Capaian Anies dan Ahok saat Jadi Gubernur Jakarta, Unggul Siapa?
Pemilihan Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sudah di depan mata. Dua nama terkuat yang potensial menjadi cagub Jakarta adalah Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Dua nama itu muncul di sejumlah lemnbaga survei. Dalam survei Litbang Kompas yang dirilis Juni 2024, misalnya, Anies meraih suara tertinggi yaitu 29,8 persen, kemudian diikuti Ahok 20 persen.
Litbang Kompas menyebut, baik pendukung Anies ataupun Ahok punya keinginan kuat jika kedua sosok itu kembali melanjutkan periode kepemimpinannya di Jakarta. Hal ini terbukti dari elektabilitas mereka yang tinggi.
Anies sendiri sudah mendapatkan dukungan dari NasDem dan PKS. Sedangkan Ahok masih menunggu arahan dari PDIP. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, keputusan Ahok apakah akan diusung atau tidak itu menjadi kewenangan Ketum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
“Apakah pak Ahok akan dicalonkan sebagai cagub di DKI atau daerah lain, nanti Bu Mega yang akan mengambil keputusan,” kata Hasto usai membuka pelatihan nasional tim pemenangan nasional PDIP Pilkada 2024 di Hotel Seruni, Bogor, Jawa Barat, Selasa (23/7).
Ahok sendiri kini sudah mulai bergerilya. Ia bahkan menggelar dengan menggelar acara “Ask Ahok Anything : Gubernur Jakarta Seharusnya Bisa Apa?”
Lantas, bagaimana capaian keduanya saat memimpin DKI Jakarta?
Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD
Kami menelusuri dokumen realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jakarta. Sumber data realisasi APBD yang digunakan adalah yang diumumkan Kemenkeu di situs djpk.kemenkeu.go.id.
Sementara itu, angka anggaran/pagu yang digunakan sebagai pembanding adalah angka APBD Perubahan (APBD-P). Data tersebut dapat dilihat di situs apbd.jakarta.go.id.
Periode APBD Jakarta pada 2013 hingga 2014 adalah eranya Joko Widodo. Kemudian pada 2015 hingga 2017 adalah eranya Ahok. Sementara pada 2018 hingga 2022 adalah eranya Anies.
Periode APBD JakartaGubernur2013Jokowi2014Jokowi2015Ahok2016Ahok2017Ahok2018Anies2019Anies2020Anies2021Anies2022Anies
Pendapatan
Berdasarkan olah data yang kami lakukan, rata-rata persentase realisasi pendapatan DKI Jakarta di era Jokowi adalah 82,12 persen, Ahok 92,10 persen, dan Anies Anies 92,16%.
Capaian realisasi pendapatan daerah dapat dilihat dalam grafik di bawah ini:
Adapun besaran pagu/anggaran pendapatan daerah dan realisasinya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
TahunAnggaran/PaguRealisasi Pendapatan2013Rp 40,799 TRp 39,517 T2014Rp 40,799 TRp 43,824 T2015Rp 56,309 TRp 44,209 T2016Rp 57,161 TRp 53,784 T2017Rp 62,517 TRp 64,823 T2018Rp 65,809 TRp 61,235 T2019Rp 74,997 TRp 62,30 T2020Rp 57,234 TRp 55,887 T2021Rp 65,209 TRp 65,567 T2022Rp 77,796 TRP 67,290 T2023Rp 70,662 TRp 66,43 T
Belanja
Berdasarkan olah data yang kami lakukan, rata-rata persentase realisasi belanja DKI Jakarta di era Jokowi adalah 72,11 persen, Ahok 79,61 persen, dan Anies 85,17 persen.
Capaian realisasi pendapatan daerah dapat dilihat dalam grafik di bawah ini:
Kemendagri sendiri menyebut batas target minimal serapan anggaran ada di angka 35-40 persen. Serapan yang semakin besar menandakan semakin baik instansi tersebut dalam mengatur keuangan.
Adapun besaran pagu/anggaran pendapatan daerah dan realisasinya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
TahunAnggaran/PaguRealisasi Belanja2013Rp 46,578 TRp 39,517 T2014Rp 63,650 TRp 37,799 T2015Rp 59,685 TRp 44,209 T2016Rp 57,365 TRp 47,128 T2017Rp 61,821 TRp 51,066 T2018Rp 75,093 TRp 61,410 T2019Rp 77,857 TRp 64,938 T2020Rp 58,951 TRp 52,088 T2021Rp 69,992 TRp 61,619 T2022Rp 76,972 TRp 64,865 TStatus Pengesahan APBD
Kami juga menelusuri proses penyusunan APBD Jakarta khususnya dari sisi proses pengesahan. APBD sendiri disahkan oleh DPRD dan Pemprov Jakarta. Ini berpengaruh pada efektivitas penggunaan dan kecepatan pencairan anggaran.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 312 ayat 2, dokumen pengesahan APBD paling lambat disahkan 31 Desember setiap tahunnya.
Adapun sanksi dari keterlambatan pengesahan APBD adalah tidak menerima gaji selama enam bulan. Konsekuensi mengacu pada surat edaran (SE) Kemendagri nomor 903/6865/SJ tertanggal 2 November 2014 tentang percepatan penyelesaian rancangan peraturan daerah tentang APBD tahun anggaran 2015.
TahunTanggal PengesahanStatus Pengesahan201328/01/2013Terlambat201422/01/2014Terlambat201527/01/2015Terlambat201628/12/2015Tepat Waktu201727/12/2016Tepat Waktu201830/11/2017Tepat Waktu201901/12/2018Tepat Waktu202011/12/2019Tepat Waktu202107/12/2020Tepat Waktu202201/12/2021Tepat Waktu202322/11/2023Tepat Waktu
Nah, berdasarkan penelusuran kumparan, Pemprov Jakarta dan DPRD DKI Jakarta telat mengesahkan APBD 2013 hingga APBD 2015. Adapun APBD 2013 dan 2014 adalah era Jokowi. Sementara APBD 2015 adalah eranya Ahok.
Berdasarkan catatan kumparan, alasan Ahok telat membahas APBD 2015 adalah karena ia ingin menyisir kembali untuk memastikan tidak ada ‘anggaran siluman’ yang terselip. Pernyataan itu pun memicu ketegangan Ahok dan DPRD terkait APBD sebesar Rp 73,08 triliun.
Ahok kala itu menyebut legislatif telah melebarkan anggaran sebesar 10-15 persen dengan memotong dana program-progam unggulan pemprov. Permasalahan ini nyaris membuat DPRD menggunakan hak angket untuk mencopot jabatan Ahok. Perselisihan ini selesai dengan mediasi yang digelar kemendagri.
Meski begitu, Ahok dan DPRD DKI Jakarta akhirnya tak digaji selama 6 bulan buntut SE Kemendagri nomor 903/6865/SJ. Sedianya, Jokowi juga bisa kena sanksi lantaran telat menyusun APBD, namun SE itu baru muncul pada November 2014.
Adapun di era Anies penyusunan APBD berjalan lancar. Semuanya tepat waktu.
Status WTP WDP DKI Jakarta
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) rutin mengumumkan status kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan instansi. Pemeriksaan tersebut akan menghasilkan opini yang diatur menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Terdapat empat jenis opini yang diberikan oleh BPK RI atas Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah, yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Wajar (TW), Tidak Memberikan Pendapat (TMP).
TahunEraStatus2013JokowiWDP2014JokowiWDP2015AhokWDP2016AhokWDP2017Ahok/DjarotWTP2018AniesWTP2019AniesWTP2020AniesWTP2021AniesWTP2022AniesWTP
Berdasatkan penelusuran kami, Jakarta di era Jokowi tidak pernah mendapat status WTP. Sementara status WTP baru diperoleh pada saat 2017 atau di era Ahok. Meski begitu, Ahok sebenarnya tidak tuntas menjabat sebagai gubernur karena menghadapi kasus penistaan agama.
Kala itu, Djarot Saiful Hidayat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 15 Juni hingga 15 Oktober 2017. Sebelumnya, ia sempat menjabat sebagai Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta sejak 9 Mei 2017.
Salah satu alasan pemerintahan Ahok tak pernah memperoleh WTP adalah permasalahan inventarisasi aset. Hal tersebut dijelaskan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat dan Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah. Pemerintah Jakarta mengakui bahwa mereka tidak memiliki pencatatan aset yang baik, sehingga mudah diklaim orang lain.
Penilaian SAKIP DKI Jakarta
Selain penilaian BPK, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (KemenPAN-RB) mengeluarkan penilaian Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (SAKIP).
SAKIP berguna untuk melihat sistem perencanaan, sistem penganggaran dan sistem pelaporan kinerja, yang selaras dengan pelaksanaan sistem akuntabilitas keuangan. Setiap organisasi diwajibkan mencatat dan melaporkan setiap penggunaan keuangan negara yang sesuai.
Penilaian SAKIP dibagi menjadi 7 predikat dengan ketentuan sebagai berikut:
PredikatNilai AbsolutKeteranganAA> 90 – 100Sangant MemuaskanA> 80 – 90MemuaskanBB> 70 – 80Sangat BaikB> 60 – 70BaikCC> 50 – 60CukupC> 30 – 50KurangD> 0 – 30Sangat Kurang
DKI Jakarta baru memperoleh predikat A (memuaskan) pada tahun 2021-2022, tahun tersebut ibu kota dipimpin Anies. Sedangkan tahun 2013-2014 atau di era Jokowi, Jakarta memperoleh predikat CC (cukup). Pada 2015, Jakarta di era Ahok juga mendapat predikat CC.
Baru pada 2016 dan 2017, Jakarta di bawah Ahok yang diteriskan Djarot mendapat predikat B. Nah, Jakarta semakin membaik di tangan Anies. Predikat Jakarta merangkak dari BB ke A.
TahunIndeks SakipPredikat201358,1CC201459,73CC201558,57CC201660,13B201765,05B201871,04BB201973,84BB202074,41BB202180,1A202280,1APertumbuhan Ekonomi
Hal lain yang bisa dilihat dari kinerja gubernur di Jakarta adalah pertumbuhan ekonomi. Saat Jokowi dan Ahok menjabat sebagai gubernur, pertumbuha ekonomi terlihat turun dibandingkan periode sebelumnya.
Sementara pada era Anies, Jakarta dihantam pandemi COVID-19 yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi jatuh ke angka -2,39 persen.