Mengingat Kembali Cara BJ Habibie Kuatkan Rupiah dari Rp 17.000 ke Rp 6.500 Per Dollar AS
KOMPAS.com – Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) kembali melemah hingga lebih dari Rp 16.000 pada Selasa (17/1/2024).
Berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI), kurs rupiah berada di level Rp 16.099 per dollar AS pada Selasa (17/10/2024), merupakan angka tertinggi yang tercatat sejak Minggu (1/12/2024).
Meskipun demikian, nilai tukar tersebut bukan merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah Indonesia.
Dikutip dari Kompas.com, Rabu (11/9/2019), rupiah pernah mengalami kejatuhan hingga nilai tukarnya mencapai Rp 17.000 per dollar AS.
Namun presiden saat itu, Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie berhasil menurunkannya hingga rupiah menguat di angka Rp 6.500 per dollar AS.
Lantas, bagaimana cara BJ Habibie membuat nilai tukar rupiah menguat kembali?
Baca juga: Mengenal Aitana Lopez, Influencer AI yang Hasilkan Ratusan Juta Rupiah dalam Sebulan
Kebijakan BJ Habibie untuk menguatkan rupiah
Walaupun bukan seorang ahli ekonomi, Habibie mampu membalikkan keadaan dan membuat nilai tukar rupiah menguat.
Ia yang dikenal sebagai ahli aeronautika mengibaratkan kejatuhan rupiah pada krisis ekonomi 1998 mirip pesawat terbang dalam keadaan stall.
Stall merupakan posisi saat kehilangan daya angkat dan apabila tidak diatasi maka pesawat dapat terjatuh.
Oleh karena itu, Habibie mengambil strategi untuk menjaga keseimbangan terlebih dahulu agar nilai rupiah tidak semakin jatuh.
Ekonom UGM, Tony Prasetiantono mengungkapkan, salah satu kebijakan yang membuat rupiah menguat adalah kebijakan restrukturisasi perbankan pada 21 Agustus 1998.
Pada saat itu, beberapa bank digabung (merger) menjadi bank baru yang kuat dari sisi pendanaan, salah satunya Bank Mandiri.
Selain itu, BJ Habibie memutuskan untuk memisahkan BI dari pemerintah. Hasilnya, lembaga tersebut menjadi lembaga independen dan mendapat kepercayaan publik.
Dilansir dari Kompas.com (12/9/2019), tujuan Habibie memisahkan BI dari pemerintah sangat sederhana, yakni agar BI tidak lagi diperintah atau ditekan oleh penguasa seperti di masa Orde Baru.
Di sisi lain, investor asing juga mulai masuk ke Indonesia karena mulai adanya kepercayaan kepada pemerintah Indonesia.
Beberapa kebijakan tersebut membuat nilai tukar rupiah semakin naik dan berhasil menguat hingga di angka Rp 6.500 per dollar AS.
Nilai inflasi, bahkan mendekati hiperinflasi sebesar 78 persen, juga berhasil ditekan hanya menjadi dua persen, dilansir dari Kompas.id, Sabtu (1/6/2023).
Baca juga: Klaster Telur Sabiq: Bertahan dengan Inovasi, Berdayakan Perempuan Desa, Raup Omzet Puluhan Juta Rupiah
Proyeksi nilai rupiah di 2025
Dikutip dari Kompas.com, Rabu (11/12/2024), ekonom senior DBS Bank, Radhika Rao menyebut, nilai tukar rupiah diperkirakan masih tertekan oleh dollar AS.
DBS Bank memprediksi, rupiah diproyeksikan bakal melemah ke level Rp 16.000 per dollar AS pada semester pertama 2025.
Hal tersebut terjadi karena adanya kecenderungan indeks dollar AS yang masih menguat dan depresiasi akan dirasakan oleh sebagian besar kurs mata uang di dunia, termasuk Indonesia.
Radhika mengatakan, menurut hasil riset DBS, nilai tukar rupiah akan berada pada kisaran Rp 16.025 pada kuartal I dan II di 2025.
Meskipun demikian, Radhika memprediksi, pada semester kedua 2025, diperkirakan nilai tukar rupiah akan menguat.
Rupiah akan berada di angka Rp 15.795 per dollar AS pada kuartal III tahun 2025 dan mencapai Rp 15.450 per dollar AS pada kuartal IV tahun 2025.
“Rupiah akan bergerak di bawah Rp 16.000 per dollar AS pada paruh kedua 2025, lebih dekat dengan Rp 15.500 per dollar AS di akhir 2025,” ungkap Radhika.
Senada dengan Radhika, Gubernur BI, Perry Warjiyo memprediksi, nilai tukar rupiah akan berada di angka Rp 15.300 hingga Rp 15.700 per dollar AS, dilansir dari Kompas.id, Rabu (5/6/2024).
Penguatan tersebut akan terjadi seiring dengan prospek pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Sentral AS pada 2025.
Selain itu, aliran modal portofolio yang masuk kembali ke dalam pasar keuangan domestik juga akan menguatkan nilai tukar rupiah.
Selain itu, Perry mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada pada angka 4,8 hingga 5,6 persen.
Sementara itu, tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia diperkirakan masih berada dalam target sasaran, yaitu sebesar 1,5-3,5 persen.
Baca juga: Dapat Uang Rupiah Miscut, Apakah Boleh Dipotong Sendiri?