Informasi Terpercaya Masa Kini

Game Online Antara Hiburan, Pembelajaran, dan Perangkap Generasi Digital

0 8

Dalam beberapa dekade terakhir, game online telah menjadi fenomena global yang merambah semua lapisan masyarakat. Dari anak-anak hingga dewasa, hampir semua orang pernah bermain atau setidaknya mengenal istilah ini. 

Namun, game online tidak hanya soal hiburan; ia membawa dampak yang jauh lebih kompleks—baik positif maupun negatif. Di balik grafik memukau dan sistem permainan yang memikat, game online menyimpan dua sisi mata uang yang layak kita renungkan.

Untuk memahami dampaknya, mari kita mulai dengan fakta. Menurut laporan We Are Social 2024, lebih dari 2,7 miliar orang di dunia bermain video game, dan hampir separuhnya bermain secara online. 

Di Indonesia, angka ini terus meningkat, terutama di kalangan remaja. Game populer seperti Mobile Legends, PUBG, dan Genshin Impact menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, bahkan melahirkan profesi baru seperti e-sports player dan streamer. Tetapi, apakah ini hanya tentang hiburan dan peluang ekonomi?

Sebagai salah satu efek positif, game online memiliki kemampuan untuk meningkatkan keterampilan kognitif dan sosial. Studi dari American Psychological Association (APA) menemukan bahwa bermain game dapat meningkatkan koordinasi mata-tangan, keterampilan pemecahan masalah, dan kemampuan berpikir strategis. 

Game seperti Among Us, misalnya, mengajarkan kerja sama tim, membaca emosi orang lain, dan menyusun strategi. Bagi anak-anak dan remaja, ini bisa menjadi sarana pembelajaran yang interaktif dan menyenangkan, terutama dalam era digital seperti sekarang.

Namun, tidak semua pelajaran yang diberikan game online bersifat positif. Ada sisi gelap yang tidak bisa diabaikan. 

Contoh nyata terjadi pada seorang remaja di Makassar yang kecanduan game online hingga mengabaikan pendidikan dan kesehatannya. Ia menghabiskan lebih dari 12 jam sehari di depan layar, lupa makan, dan bahkan tidak tidur.

Kasus ini menjadi cerminan dari bahaya adiksi game online, yang sering kali disertai dampak psikologis seperti depresi, kecemasan, dan isolasi sosial.

Mengapa ini terjadi? Salah satu penyebab utamanya adalah desain game yang secara sengaja dirancang untuk membuat pemain terus terikat. Sistem reward dalam game, seperti level up, hadiah harian, atau item langka, memicu pelepasan dopamin di otak, menciptakan rasa puas yang sementara. 

Efek ini serupa dengan yang ditemukan pada kecanduan lain, seperti judi. Tanpa kendali yang tepat, pemain, terutama anak-anak dan remaja, dapat terjebak dalam lingkaran permainan yang sulit dihentikan.

Selain itu, ada risiko finansial yang tak kalah besar. Sistem in-app purchase dalam banyak game online sering kali menguras kantong pemain. 

Pada tahun 2023, seorang anak di Surabaya menghabiskan jutaan rupiah dari kartu kredit orang tuanya untuk membeli item virtual di sebuah game. Kejadian ini memicu perdebatan tentang pentingnya regulasi dan pengawasan dalam transaksi digital.

Namun, tidak adil jika kita hanya melihat sisi negatifnya. Dalam konteks profesional, game online telah membuka peluang ekonomi yang luar biasa. e-sports, misalnya, kini diakui sebagai cabang olahraga resmi di berbagai negara, termasuk Indonesia. 

Para pemain profesional bisa meraup pendapatan yang fantastis, sementara industri ini menciptakan ribuan lapangan kerja di bidang teknologi, desain, dan media.

Lebih dari itu, game online juga memiliki potensi untuk menjadi alat advokasi sosial. Game seperti Minecraft telah digunakan dalam pendidikan untuk mengajarkan kreativitas dan kolaborasi. Bahkan, beberapa organisasi kemanusiaan menggunakan game untuk meningkatkan kesadaran tentang isu-isu global, seperti perubahan iklim dan krisis pengungsi.

Meski demikian, ada satu pertanyaan besar yang harus kita jawab: bagaimana kita bisa memanfaatkan manfaat game online tanpa terjebak dalam bahayanya? 

Solusinya terletak pada keseimbangan. Orang tua perlu berperan aktif dalam mengawasi aktivitas bermain anak-anak mereka, sementara pemerintah dan pengembang game harus bekerja sama untuk menciptakan regulasi yang melindungi pemain, terutama yang berusia muda.

Pada akhirnya, game online adalah alat, dan seperti alat lainnya, dampaknya tergantung pada bagaimana kita menggunakannya. Jika digunakan dengan bijak, ia bisa menjadi sarana pembelajaran, hiburan, dan peluang ekonomi. Tetapi jika disalahgunakan, ia bisa menjadi perangkap yang merusak kehidupan.

Seperti kata pepatah, “Segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik.” Game online, dengan segala kecanggihan dan daya tariknya, seharusnya menjadi bagian dari hidup kita, bukan menguasai hidup kita. 

Sebuah kutipan dari seorang psikolog terkenal mungkin bisa merangkum semuanya: “Teknologi adalah hamba yang baik, tetapi tuan yang buruk.” Mari kita pastikan bahwa generasi ini, yang tumbuh bersama game online, tetap menjadi tuan atas teknologi, bukan sebaliknya.

Leave a comment