Waspada Bun, Gejala DBD Kini Alami Perubahan Usai COVID-19

Gejala demam berarah dengue (DBD) tak lagi sama seperti dahulu. Di beberapa kasus, sejumlah pasien tidak mengalami bintik-bintik merah dan mimisan, Bunda.

Waspada Bun, Gejala DBD Kini Alami Perubahan Usai COVID-19

Kasus demam berarah dengue (DBD) kerap ditemukan belakangan ini. Bahkan, gejalanya disebut mengalami perubahan sejak pandemi COVID-19.

Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Imran Pambudi, perubahan gejala DBD berkaitan dengan reaksi imunologi, Bunda.

"Memang ada beberapa laporan yang menunjukkan ada perubahan gejala DBD setelah pandemi COVID-19. Hal ini memang terkait perubahan reaksi imunologi yang terjadi pada tubuh seseorang yang pernah terinfeksi COVID-19," tutur Irman, dikutip dari detikcom, Selasa (7/5/2024).

Di sisi lain, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI dr Siti Nadia Tarzimi juga membenarkan adanya laporan terkait perubahan gejala DBD.

Di beberapa kasus, gejala klinis seperti timbulnya bintik-bintik merah pada permukan kulit tidak lagi ditemukan.

Baca Juga : Kemenkes Ungkap Perbedaan Gejala BDB bagi Alumni COVID-19 , Bunda Perlu Tahu

Meski begitu, Siti menilai bahwa hal ini masih perlu dikaji lebih lanjut. Pasalnya, masih ada kemungkinan bintik-bintik merah tetap timbul, namun tersembunyi di bagian tubuh tertentu.

"Jadi orang bisa demam tiga hari kemudian tiba-tiba masuk ke dalam kondisi syok tanpa ada gejala perdarahan. Tapi memang agak sulit karena bintik-bintik merah itu kan tempatnya tersembunyi, mungkin di punggung tangan, di punggung badan sehingga tidak jelas," kata dr Nadia usai konferensi pers Hospital Based, Senin (6/5/2024).

Mengapa gejala DBD berubah?

Perubahan gejala DBD terjadi usai pandemi COVID-19, khususnya di daerah dengan tingkat kasus DBD tinggi seperti Jawa Barat. Hal itu disampaikan oleh Pakar epidemiologi Universitas Griffith Australia.

Pada beberapa kasus yang ditemukan, tidak tampak gejala klasik seperti bintik merah dan mimisan ketika angka trombosit sudah rendah, bahkan di bawah 100. Hal ini tentunya menjadi kekhawatiran baru, Bunda.

"Nah ini jelas satu hal yang berkaitan dengan imunitas atau reaksi imun yang cukup kompleks untuk diketahui dan perlu waktu tentu, artinya menurut saya ya bisa jadi ada pengaruh dari seseorang setelah dia terinfeksi COVID-19, karena bicara COVID-19 kan ada perubahan dalam imunitas seseorang jadi dia lebih rentan sebetulnya," tuturnya.

Dicky memaparkan, hal ini menandakan bahwa bahaya dari COVID-19 tidak lantas hilang begitu saja usai pandemi. Mereka yang mengalami gejala long COVID-19, terpapar virus lebih dari dua kali, dan kelompok yang belum divaksinasi berisiko mengalami perubahan gejala DBD.

Bahaya perubahan gejala DBD

Perubahan gejala DBD tentunya berdampak pada diagnosa yang terlambat atau salah. Dikhawatirkan, sejumlah dokter dan tenaga medis tidak mengenali infeksi DBD yang kemudian menghambat pengobatan pasien.

"Itu kalau dia tidak update. Tapi kan kalau bicara teknologi skriningnya lah pemeriksaan sekarang sudah ada yang jauh lebih sensitif dan itu tentunya harusnya pemerintah dalam hal ini Kemenkes RI memastikan alat deteksi lebih sensitif ini di kabupaten atau kota," ujarnya.

TERUSKAN MEMBACA KLIK DI SINI.

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow