Wajah Gedung DPRD sekaligus Cagar Budaya Yogyakarta Usai Aksi Tolak Pengesahan UU TNI
TEMPO.CO, Yogyakarta – Aksi massa penolak pengesahan revisi UU TNI di komplek DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta, Jalan Malioboro baru berakhir Jumat dini hari 21 Maret 2025. Aksi yang diikuti ratusan mahasiswa dan aktivis yang digelar sejak Kamis pagi 20 Maret 2025 itu berlangsung dramatis karena berlangsung lebih dari 12 jam.
Pantauan Tempo, selama aksi, situasi kawasan Malioboro sendiri cukup aman dan lalu lintas lancar karena aksi terpusat di halaman gedung parlemen. Pertokoan juga tak ada yang harus tutup karena massa tidak memusatkan kegiatan di Jalan Malioboro.
Hanya saja, selama aksi, massa aksi yang kesal revisi UU TNI disahkan meluapkan kekecewaanya dengan aksi corat coret hampir di seluruh dinding depan atau selasar DPRD DIY. Corat coret dengan cat semprot tak hanya di dinding dan pilar bagian depan gedung DPRD DIY, namun juga bagian patung Jenderal Soedirman yang jadi ikon gedung itu, lantai-lantai serta ruang kaca.
Tak hanya itu, sepanjang aksi, massa beberapa kali membawa sampah ke bagian selasar DPRD DIY dan membakarnya hingga membuat bekas jelaga hitam. Sejumlah petasan juga sempat mewarnai aksi itu.
Kondisi halaman depan Gedung DPRD DIY di Jalan Malioboro Kota Yogyakarta pasca aksi massa menolak pengesahan revisi UU TNI, Jumat 21 Maret 2025. Tempo/Pribadi Wicaksono
Pada Jumat pagi, tampak bagian depan gedung DPRD DIY ditutup kain putih seluruhnya. Sehingga wajah semrawut bagian depan tak lagi tampak. “Mau dibersihkan dulu, jadi ditutup kain putih,” kata seorang petugas jaga DPRD DIY.
Sekretaris DPRD DIY Yudi Ismono menuturkan belum dapat merinci berapa kerugian yang ditimbulkan dari aksi massa tersebut. Sebab dalam aksinya massa mencorat coret hampir seluruh dinding depan DPRD DIY dengan car semprot. “Kami belum bisa memperkirakan kerusakan dan kerugiannya, karena belum bisa melihat lebih dekat ke dalam,” kata Yudi.
Yudi menjelaskan jika gedung DPRD DIY itu termasuk benda cagar budaya. “Kalau sampah dan cat saja tak masalah tinggal dibersihkan, tapi kami belum melihat ke dalam, apakah ada bagian yang rusak atau tidak karena masih dijaga ketat polisi,” kata dia.
Kondisi halaman depan Gedung DPRD DIY di Jalan Malioboro Kota Yogyakarta pasca aksi massa menolak pengesahan revisi UU TNI, Jumat 21 Maret 2025. Tempo/Pribadi Wicaksono
Sejarah gedung DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta
Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta mencatat, gedung DPRD DIY ini dulunya bernama Loge Mataram. Bangunan ini dibangun pada tahun 1878 oleh Vrijmetselarij (sebuah Perkumpulan orang Belanda di Yogyakarta) yang merupakan cabang Freemason di Hindia Belanda.
Gedung ini kemudian dikenal juga sebagai pusat teosofi (Himpunan Ilmu Kebatinan), sehingga gedung DPRD ini pernah dikenal dengan nama Gedung Setan. Hal ini tak lepas dari ritual-ritual ajaran yang pernah dilakukan di tempat ini oleh kelompok Vrijmetselarij Lodge Mataram.
Pada jaman pendudukan Jepang, gedung ini digunakan sebagai kantor agraria. Setelah kemerdekaan, pada 1948-1950 bangunan ini digunakan oleh BPKNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat).
Gedung ini pernah digunakan sebagai tempat dicetuskannya politik luar negeri Republik Indonesia yang bebas aktif oleh Kabinet/Wapres Mohammad Hatta pada 2 September 1948 di depan sidang BPKNIP. Pihak Kesultanan akhirnya menyerahkan pemakaian gedung ini kepada Pemda sebagai DPRD DIY.
Gedung DPRD DIY ini memiliki gaya arsitektur kolonial. Ciri kolonial ini dapat dilihat pada bangunannya yang megah berhalaman luas dengan kolom-kolom besar di bagian muka dan dalam bangunan. Terdapat dua pintu besar di bagian depan bangunan sebagai akses jalan untuk memasuki bangunan ini.
Telah terdapat beberapa perubahan interior bangunan ini, terutama di bagian balairung Ruang Sidang karena kini fungsinya menjadi tempat rapat para anggota DPRD DIY.
Pilihan editor: Rekayasa Jalur Plengkung Gading Yogyakarta Dimulai, Ini Jalur Alternatif ke Alun-alun Selatan