Terisolasi dari Dunia Luar, Peneliti di Antartika Mulai Mengembangkan Aksen Baru

Saat sekelompok orang terputus satu sama lain, maka aksen, dialek, bahkan bahasanya akan menjadi berbeda. Hal ini terjadi pada peneliti di Antartika.

Terisolasi dari Dunia Luar, Peneliti di Antartika Mulai Mengembangkan Aksen Baru

KOMPAS.com - Antartika adalah benua dengan penghuni paling sedikit di Bumi, bahkan tidak memiliki populasi permanen.

Kendati demikian, sejumlah komunitas, ilmuwan, dan staf pendukung kerap menetap di sana untuk melakukan penelitian.

Pada bulan-bulan musim panas, biasanya terdapat sekitar 5.000 orang yang tinggal di Antartika. Namun, jumlahnya turun drastis menjadi hanya 1.000 selama musim dingin.

Meski keberadaan sebagian besar ilmuwan untuk mempelajari hal-hal seperti iklim dan keanekaragaman hayati, tapi Antartika yang ekstrem merupakan tempat sempurna untuk meneliti aspek tertentu dari perilaku manusia, budaya, dan sosiolinguistik.

Dilansir dari IFL Science, Kamis (17/8/2023), tim dari Ludwig Maximilian University of Munich, Jerman pada 2019 mempelajari perubahan aksen di antara orang-orang yang direkrut dari British Antarctic Survey.

Kumpulan orang-orang tersebut termasuk delapan orang yang lahir dan besar di Inggris, satu orang dari Amerika barat laut, satu lagi dari Jerman, serta seorang warga Islandia.

Mereka merekam suara di awal penelitian, kemudian membuat empat rekaman ulang lagi dengan interval kira-kira enam minggu.

Selama menetap di Stasiun Penelitian Rothera, Antartika, mereka bekerja sama secara erat, bersosialisasi satu sama lain, serta membatasi kontak dengan dunia luar.

Baca juga: Penguin Putih Langka Terlihat di Antartika, Jenis Apakah Itu?

Aksen orang-orang mulai berubah

Marlon Clark, salah satu dari 26 peneliti internasional dan staf pendukung yang tinggal di Rothera mengaku hampir tak pernah kontak dengan rumah selama 26 minggu atau lebih dari enam bulan.

Panggilan telepon satelit yang mahal dan jarang digunakan membuat mereka hanya memiliki satu sama lain sebagai teman dengan bahasa Inggris sebagai bahasa untuk berkomunikasi.

"Kami akan berbicara satu sama lain saat bekerja, saat istirahat, bermain biliar, atau di kamar kami," kata Clark, dikutip dari BBC, Jumat (23/2/2024).

"Kami dapat mempelajari cerita satu sama lain dengan cukup cepat. Ada banyak perbincangan tentang cuaca," imbuhnya.

Anehnya, di tengah percakapan, sesuatu yang mengejutkan terjadi. Para peneliti menyadari ada perubahan aksen di antara para penghuni Stasiun Rothera.

Clark dan rekan-rekannya tidak memperhatikan hal ini pada saat itu. Mereka hanya membuat rekaman selama 10 menit setiap beberapa minggu, berisi pengulangan 29 kata umum, seperti makanan (food), kopi (coffee), bersembunyi (hid), dan aliran udara (airflow).

Ketika rekaman tersebut akhirnya dikembalikan ke tim peneliti fonetik di Jerman untuk dianalisis, mereka menemukan ada sedikit perubahan pengucapan beberapa kata.

Baca juga: Misteri Air Terjun Blood Falls Antartika yang Berwarna Merah Darah Terungkap, Ilmuwan Jelaskan Penyebabnya

Isolasi mengembangkan aksen hingga bahasa baru

Eksperimen di Antartika memberikan gambaran akan sesuatu yang berkali-kali terjadi sepanjang sejarah umat manusia.

Saat sekelompok orang terputus satu sama lain, maka aksen, dialek, dan bahkan bahasa mereka akan menjadi berbeda.

Dalam skala besar, menurut para peneliti, eksperimen ini dapat memberikan wawasan tentang mengapa aksen bahasa Inggris di Amerika dan di Inggris berbeda.

Profesor fonetik di Ludwig Maximilian University of Munich, Jonathan Harrington mengungkapkan, enam bulan bukanlah waktu yang lama, sehingga hanya sedikit pergeseran aksen yang ditemukan.

"Jadi kami melihat perubahan yang sangat, sangat kecil. Namun, kami menemukan beberapa huruf vokal telah bergeser," kata Harrington.

Alasan pergeseran ini mengungkapkan kemungkinan mekanisme dasar bagaimana manusia menangkap aksen sepanjang hidupnya.

"Saat kita berbicara satu sama lain, kita menghafalkan ucapan tersebut dan hal itu berdampak pada produksi ucapan kita sendiri," ucap Harrington.

Akibatnya, manusia mengirimkan dan menulari cara mengucap satu sama lain setiap kali berinteraksi dengan orang lain.

"Studi ini menunjukkan bahwa jika Anda mengisolasi sekelompok individu, maka mereka akan mulai menunjukkan awal dari aksen lisan baru yang bentuknya sangat bergantung pada karakteristik aksen penutur yang masuk ke dalam campuran tersebut," ungkap Harrington.

Para peneliti pun memperkirakan, fenomena serupa akan terjadi jika sekelompok astronot melakukan misi menetap di Mars.

Jika manusia berhasil melakukan perjalanan ke Planet Merah dan membangun koloni di sana, kontak dekat dan isolasi mereka kemungkinan besar akan menumbuhkan aksen baru.

Selama beberapa generasi, aksen tersebut dapat menjadi sangat berbeda dari aksen yang ada di Bumi. Setelah berabad-abad, mungkin bahasa Mars yang baru pun dapat berkembang.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow