Sudah Bunuh Satu Keluarga,Junaedi Kini Malah Diminta Dibebaskan,Keluarga Korban: ,Keluarkan Saja,

- Ingat Junaedi, siswa SMK yang membunuh satu keluarga di PPU, Kalimantan Timur? kini keluarga korban malah minta pelaku dibebaskan ada apa? Junaedi, siswa SMK di Kabupaten Penajam Paser Utara diketahui sudah mendekam di penjara setelah membunuh satu keluarga. Belakangan diketahui keluarga korban malah meminta Junaedi dibebaskan ketimbang menjalani hukuman penjara. Baca juga: Rumah Kami Pilu Ortu Junaedi, Anak Jadi Pembunuh,...

Sudah Bunuh Satu Keluarga,Junaedi Kini Malah Diminta Dibebaskan,Keluarga Korban: ,Keluarkan Saja,

TRIBUNTRENDS.COM - Ingat Junaedi, siswa SMK yang membunuh satu keluarga di PPU, Kalimantan Timur? kini keluarga korban malah minta pelaku dibebaskan ada apa?

Junaedi, siswa SMK di Kabupaten Penajam Paser Utara diketahui sudah mendekam di penjara setelah membunuh satu keluarga.

Belakangan diketahui keluarga korban malah meminta Junaedi dibebaskan ketimbang menjalani hukuman penjara.

Baca juga: Rumah Kami Pilu Ortu Junaedi, Anak Jadi Pembunuh, Kini Rumahnya Dirobohkan, Diusir dari Kampung

Lantas apa penyebabnya?

Usut punya usut, rupanya keluarga korban kecewa hingga membiarkan Junaedi bebas ketimbang dihukum.

Rupanya jaksa penuntut umum hanya menuntut Junaedi dipenjara selama 10 tahun.

Padahal Keluarga korban menginginkan Junaedi di hukum mati.

Namun, Juneadi yang tergolong masih anak di bawah umur, membuat JPU tak bisa menuntutnya dengan hukuman maksimal atau hukuman mati.

Ya, terdakwa kasus pembunuhan sadis satu keluarga di Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) hanya dituntut 10 tahun penjara.

Hal itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum dalam sidang pembacaan tuntutan, Rabu (6/3/2024), di Pengadilan Negeri (PN) PPU.

Pasal yang dituntutkan kepada terdakwa Junaedi, juga hanya pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, serta pasal 363 tentang pencurian.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) PPU Faisal Arifuddin mengatakan, tuntutan yang diberikan itu berdasarkan Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Yang mana ancaman hukumannya minimal dari hukuman pelaku dewasa.

Baca juga: Imbas Junaedi Siswa SMK Bunuh Satu Keluarga di PPU, Rumah Pelaku Dirobohkan, Tetangga Ketakutan

“Kami berdasarkan Undang-undang SPPA pasal 1 angka 3 menyebutkan definisi anak yakni orang yang berumur dibawah 18 tahun, kemudian di pasal 81 ayat 6 apabila perbuatan yang dilakukan diancam hukuman mati atau pidana seumur hidup ancaman terhadap anak paling lama 10 tahun,” ungkap Kajari.

Ada yang sebelumnya didakwakan kepada terdakwa Junaedi, tapi tidak dituntutkan oleh Penuntut Umum pada sidang ini yakni soal pemerkosaan yang dilakukan Junaedi terhadap dua korbannya, R dan Sri Winarsih.

Kata Kajari, hal itu tidak dapat menjadi tuntutan lantaran Junaedi melakukan aksinya usai kedua korban meninggal.

Berdasarkan Undang-undang hukum pidana, tidak ada pasal yang bisa mempidanakan pemerkosa mayat.

“Berdasarkan fakta persidangan ini terungkap bahwa posisi korban sudah meninggal saat disetubuhi,” sambungnya.

Dalam persidangan juga terungkap fakta bahwa motif Junaedi melakukan aksinya, lantaran dendam karena keluarga Junaedi kerapkali diejek oleh keluarga korban.

Penyebab lainnya yakni hewan peliharaannya juga sering diracun oleh korban.

Pemerkosaan juga tidak masuk dalam rencana Junaedi, ia pada saat itu hanya merencanakan untuk membunuh korban sekaligus tetangganya itu.

“Niatnya adalah mau melakukan pembunuhan bukan pemerkosaan,” jelasnya.

Selain dituntut hukuman penjara 10 tahun, terdakwa Junaedi juga akan dimasukkan dalam Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) selama satu tahun.

Ia tidak langsung dipulangkan setelah menjalani hukumannya, tetapi akan direhabilitasi terlebih dahulu.

Tujuannya agar mendapatkan perawatan, terutama dari sisi kesehatan mentalnya, usai menjalani hukuman.

Tuntutan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak diterima oleh keluarga korban.

Keluarga Singgung Hukum Adat

Kesedihan bercampur kekecewaan tampak jelas di wajah mereka, saat mengetahui Junaedi hanya dituntut 10 tahun penjara.

Setelah sidang pembacaan tuntutan selesai, keluarga korban yang hadir di PN Penajam, diajak ke Kejaksaan Negeri PPU.

Mereka diberikan penjelasan tentang alasan jaksa penuntut umum hanya menuntut 10 tahun penjara.

Satu persatu anggota keluarga mengeluarkan tanggapan. Yang pada intinya 10 tahun dianggap sangat tidak adil.

Sejak awal mereka hanya meminta agar Junaedi dihukum mati.

Bahkan jika dihukum mati pun mereka anggap belum cukup, sebab Junaedi telah membunuh lima orang sekaligus.

Mujiono kakak korban Waluyo bahkan mengatakan jika hanya 10 tahun penjara, Junaedi dikeluarkan saja, agar mereka yang menyelesaikan dengan Hukum Adat.

“Keluarkan saja kalau cuma 10 tahun,” tegasnya.

Penjara 10 tahun itu sangat sebentar, pada usia 28 tahun Junaedi sudah bisa bebas lagi dan beraktivitas seperti biasanya.

“Rugi banyak saya pak, keluarga saya lima orang dibunuh.

Ini pembunuhan sadis. Bagaimana kalau bapak di posisi saya,” ucapnya dengan suara serak.

Suara satu persatu pihak keluarga dengan nada meninggi saat bergantian menyampaikan pendapat.

Meskipun masih bisa menahan emosi, tapi tampak saat mereka beranjak dari Kejaksaan Negeri, wajah-wajah keluarga korban yang biasa ramah, terlihat memerah.

“Jadi intinya sama saja, kalau kita bisa membunuh keluarganya Junaedi pakai anak kecil?,” ucap Mujiono.

* Pasal yang dituntutkan:

- Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana

- Pasal 363 tentang pencurian

Keputusan Hakim Jadi Harapan

Kuasa hukum korban Asrul Paduppai kembali mempertegas, tuntutan JPU sangat tidak adil bagi keluarga korban.

Karena terdakwa dianggap telah melakukan perbuatan yang dikenai pasal berlapis.

Separuh dari perbuatan-perbuatan terdakwa itu, hanya bisa dituntut hukuman mati.

“Tentunya kami mewakili keluarga korban, menyampaikan kekecewaan kami pada hari ini dengan tuntutan jaksa yang tidak sesuai harapan keluarga yang tentunya merasa tidak adil,” terangnya.

Harapan besar keluarga kini dititipkan pada kewenangan Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut.

Kata Asrul, Majelis Hakim memiliki kewenangan tidak terbatas dalam memutus perkara.

Diharapkan putusan atau vonis nantinya, betul-betul menggunakan nurani dan tidak berdasarkan pada normatif perlindungan anak.

“Kita berharap kepada yang mulia Majelis Hakim, mudahan dapat memberikan putusan seadil-adilnya,” ucapnya.

Kata dia, putusan yang seadil-adilnya ini juga akan menjadi acuan ke depannya apabila ada tindakan sadis yang dilakukan oleh anak di bawah umur.

Selain itu, untuk memberikan efek jera, agar tidak ada lagi kejadian serupa di kemudian hari.

“Mohon maaf nanti bisa dieksploitasi anak tersebut menjadi pembunuh bayaran, karena vonis yang mengakomodir hak perlindungan anak itu,” pungkasnya.

Artikel ini diolah TribunKaltim.co

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow