Siapkah Cina Menyerang Taiwan?

Ujaran agresif pada Taiwan di Kongres Rakyat Nasional tidak mengindikasikan rencana jangka pendek Cina terhadap Taiwan. Namun Beijing semakin giat menggunakan strategi abu-abu untuk memaksimalkan tekanan terhadap Taipeh

Siapkah Cina Menyerang Taiwan?

Ujaran agresif pada Taiwan di Kongres Rakyat Nasional tidak mengindikasikan rencana jangka pendek Cina terhadap Taiwan. Namun Beijing semakin giat menggunakan strategi abu-abu untuk memaksimalkan tekanan terhadap Taipeh

Kongres Rakyat Nasional Cina yang dibuka Selasa (5/3/) lalu, selama sepekan akan merembukkan isu-isu terbesar dan membuka peluang kepada dunia luar untuk mengintip kebijakan Beijing di tahun-tahun mendatang.

Soal Taiwan, Perdana Menteri Li Qiang mengatakan, "pihaknya tetap teguh mendorong reunifikasi Cina,” sebagai bagian dari "strategi umum” Partai Komunis Cina, PKC, untuk "menyelesaikan masalah Taiwan di dalam sebuah era baru."

Beijing menganggap Taiwan yang memerdekakan diri sebagai wilayahnya. Tapi berbeda dengan tahun-tahun segelumnya, kali ini PM Li tidak menyematkan kata "damai" ketika berbicara soal reunifikasi.

Pernyataan lebih agresif oleh Cina muncul dalam bentuk latihan militer di Selat Taiwan, yang sering dijadwalkan bertepatan dengan kunjungan pejabat tinggi AS ke Taipeh.

Eskalasi usai pemilu

Januari silam, Taiwan memilih Lai Ching-te dari Partai Demokratik Progresif, DPP, sebagai presiden. Dia dikenal sebagai tokoh pro-kemerdekaan, dan bertolak belakang dengan sikap partainya yang memelihara status quo untuk menghindari murka Beijing.

Sebabnya, Cina menyebut Lai sebagai "tokoh separatis berbahaya," dan berjanji akan "menghancurkan" segala "upaya" memerdekakan Taiwan, kata pemerintah sebelum pemilihan umum di Taiwan.

Perdana Menteri Li menegaskan Selasa (5/3), betapa PKC akan "menindak tegas separatisme Taiwan dan campur tangan asing."

Dia juga mengumumkan anggaran belanja pertahanan sebesar 7,2 persen tahun ini. Meski tidak berbeda dengan tahun lalu, porsi belanja militer dalam anggaran belanja negara telah meningkat dua kali lipat sejak 2015.

Tiada perubahan kebijakan

Namun begitu, Chang Wu-ueh, seorang guru besar studi Cina di Universitas Tamkang, Taiwan, menilai pidato Li telah "ditafsirkan secara berlebihan," kata dia kepada DW.

"Secara umum, strategi Cina masih mengutamakan perdamaian sebagai pertimbangan utama, sedangkan cara-cara non-damai adalah pilihan terakhir,” kata Chang.

"Para pejabat di Beijing dan media pemerintah tidak pernah menggunakan istilah 'reunifikasi dengan kekerasan'. Mereka paling banter hanya berargumen betapa cara-cara yang tidak damai tidak boleh ditinggalkan," tambahnya.

Wang Hsin-Hsien, pakar politik Cina di Universitas Nasional Chengchi di Taiwan mengatakan, sebelum menyerukan "reunifikasi,” Perdana Menteri Li telah mempromosikan "hubungan lintas selat dan pembangunan damai," di Taiwan.

Menurut para pakar, laporan kerja pemerintah selama Kongres Rakyat Nasional tidak mengindikasikan perubahan dramatis dalam kebijakan Taiwan. Bukan kali pertama pula Cina menghilangkan kata "damai” ketika membahas reunifikasi Taiwan.

Taktik abu-abu maksimalkan tekanan

Wang mewanti-wanti betapa Beijing sekarang akan "bertindak lebih banyak dan lebih sedikit bicara.”

Dia menambahkan bahwa Cina sedang menggunakan taktik "zona abu-abu” untuk menekan Taiwan. Pusat Studi Strategis Internasional (CSIS) mendefinisikan operasi zona abu-abu sebagai "pemaksaan di bawah level perang terbuka” yang mencakup "disinformasi, pemaksaan politik, pemaksaan ekonomi dan operasi dunia maya.”

"Cina sekarang akan langsung bertindak,” kata pakar politik Cina Wang, seraya menambahkan bahwa strategi ini membuat Beijing semakin sulit diprediksi.

Sebagian besar negara, termasuk Amerika Serikat, tidak mengakui kedaulatan Taiwan. Cina sebaliknya menganggap dukungan internasional terhadap Taiwan sebagai intervensi terhadap urusan dalam negerinya.

Menurut Wang, taktik zona abu-abu digunakan untuk menghindari perhatian global. "Ini merupakan tantangan yang signifikan,” katanya.

"Pendekatan seperti ini cenderung tidak membuat komunitas internasional merasakan tekanan. Namun, bagi Taiwan, hal ini memang merupakan kerugian strategis,”pungkas pakar politik Cina di Taiwan itu.

rzn/as

ind:content_author: Yuchen Li

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow