Rayakan Lebaran 12 April 2024, Siapa Jemaah Islam Aboge di Banyumas?

Jemaah Islam Aboge di Banyumas baru merayakan lebaran pada Jumat, 12 April 2024, sehari setelah Idul Fitri yang ditetapkan Kemenag. Siapakah mereka?

Rayakan Lebaran 12 April 2024, Siapa Jemaah Islam Aboge di Banyumas?

TEMPO.CO, Jakarta - Jamaah Islam Aboge di Banyumas merayakan Hari Raya Idul Fitri pada Jumat, 12 April 2024, sehari setelah lebaran yang ditetapkan Kementerian Agama (Kemenag). Dengan ini, mereka menjadi kelompok keagamaan terakhir yang merayakan lebaran di Indonesia. Ajaran Islam Aboge memang dikenal karena tidak menggunakan metode hisab ataupun rukyatul hilal, melainkan menggunakan kalender Hijriyah dan Jawa yang dikenalkan Sultan Agung Mataram. Siapa mereka?

Ajaran Islam Aboge kali pertama diperkenalkan oleh Ngabdullah Syarif Sayyid Kuning atau Raden Rasid Sayyid Kuning. Aboge merupakan sebuah sistem penanggalan Jawa Islam yang menyatakan bahwa Tahun Alif Bulan Suro jatuh pada Hari Rebo Wage. Sistem Hisab Rukyah kejawen berpijak pada prinsip kalender Jawa.

Dilansir dari Jurnal “Analisa” Volume 20 Nomor 01 Juni 2013, Islam Aboge adalah aliran Islam yang mendasarkan perhitungan bulan dan tanggalnya pada kalender Alif Rebo Wage disingkat Aboge. Dasar penentuan kalender ini diyakini warga Aboge dalam kurun waktu delapan tahun atau satu windu, yang dimulai dari tahun Alif, ha, jim awal, za, dal, ba, wawu, dan jim akhir. Satu tahun terdiri atas 12 bulan, dan satu bulan terdiri atas 29-30 hari. Perhitungan ini merupakan penggabungan perhitungan dalam satu windu dengan jumlah hari dan jumlah pasaran hari berdasarkan perhitungan Jawa, yakni Pon, Wage, Kliwon, Legi, dan Pahing.

Pada awalnya penyusunan sistem kalender ini adalah atas perintah Sultan Agung Hanyakrakusuma sebagai pemegang tertinggi kerajaan Mataram waktu itu. Dengan berjalannya waktu terjadi modifikasi dan beberapa penyesuaian, sehingga model penanggalan ini sedikit berbeda dengan apa yang telah ditetapkan pada awalnya oleh Sultan Agung.

Proses penetapan penanggalan ini didasarkan pada kebutuhan umat Islam Jawa akan adanya kepastian waktu dalam menentukan berbagai perayaan, semisal Idul Fitri, Idul Adha dan awal Ramadhan.

Selanjutnya model penanggalan ini menyebar ke seluruh wilayah kekuasaan Mataram termasuk ke wilayah Banyumas dan Cilacap pada waktu itu. Di Banyumas, ada tiga titik pusat persebaran komunitas Islam Aboge, yakni di Cikawong Kecamatan Pekuncen; di Cikakak Kecamatan Wangon; dan di Pekuncen Kecamatan Jatilawang. Ketiga titik pusat ini tidak diketahui titik temunya, akan tetapi jika dilihat dari jabatan juru kuncinya, maka masing-masing mengakui sebagai juru kunci yang ke-12.

Perbedaan aliran Aboge dengan ajaran Islam pada umumnya adalah pada penanggalan dalam penentuan hari-hari besar agama. Perbedaan perhitungan kalender berdasarkan perhitungan Jawa pada aliran Aboge menjadikannya berbeda dengan ajaran Islam pada umumnya yang menggunakan kalender Hijriah.

Merujuk penelitian Elva Laily bertajuk Srinthil, Pusaka Saujana Lereng Sumbing, Islam Aboge bukanlah suatu aliran keagamaan tersendiri. Seperti halnya penganut Islam umumnya, para penganut Islam Aboge juga menjalankan syariat Islam seperti salat lima waktu dan puasa pada Ramadan. Namun, pelaksanaan ritual mereka seringkali disertai praktik ritus yang bersumber dari tradisi lokal.

Sampai sekarang, Islam Aboge masih berkembang luas di daerah sekitar Kabupaten Banyumas, seperti Jatilawang, Ajibarang, Rawalo, Pekuncen, Karanglewes, dan Wangon. Para penganut Islam Aboge meyakini bahwa sistem perhitungan kalender mereka telah dipergunakan oleh para wali di Nusantara sejak abad ke-14.

ANANDA RIDHO SULISTYA | HAN REVANDA PUTRA

Pilihanm Editor: Islam Aboge di Banyumas Paling Akhir Rayakan Idul Fitri, Siapa Mereka?

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow