Ramai Wacana Pemakzulan Presiden Jokowi,Apa Kata Yusril Ihza Mahendra?

JAKARTA - Politik nasional jelang Pilpres 2024 kian panas, terbaru soal wacana pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Wacana tersebut muncul setelah sejumlah tokoh yang mengatasamakan Petisi 100 mendatangi Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Jakarta, Selasa (9/1/2024). Mereka bertemu dengan Menko Polhukam Mahfud MD dan mengusulkan pemakzulan Jokowi sebagai presiden. Tokoh...

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Politik nasional jelang Pilpres 2024 kian panas, terbaru soal wacana pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Wacana tersebut muncul setelah sejumlah tokoh yang mengatasamakan Petisi 100 mendatangi Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Jakarta, Selasa (9/1/2024).

Mereka bertemu dengan Menko Polhukam Mahfud MD dan mengusulkan pemakzulan Jokowi sebagai presiden.

Tokoh yang mengusulkan pemakzulan tersebut di antaranya aktivis Faizal Assegaf, Marwan Barubara, Letjen (Purn) Suharto, dan Syukri Fadoli.

Setelah pertemuan, Mahfud MD mengaku telah menolak usulan pemakzulan tersebut.

Mahfud MD kemudian mempersilakan anggota Petisi 100 untuk mengusulkan pemakzulan presiden kapada partai politik dan DPR RI.

"Karena institusi itulah yang berwenang menangani usulan seperti itu, tentu dengan melalui prosedur dan memenuhi persyaratan sesuai undang-undang," ucap Mahfud.

Baca juga: Masyarakat Sipil Usulkan Pemakzulan Presiden ke Mahfud MD, Peneliti BRIN: Refleksi dari Kekecewaan

Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 itu juga menyebut anggota Petisi 100 sempat menyampaikan masukan tentang berbagai dugaan pelanggaran proses Pemilu yang sedang berlangsung saat ini.

Mahfud menyarankan mereka untuk melaporkan keluhan tersebut kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pemilu.

"Saya persilakan teman-teman untuk meneruskan ke Desk Pemilu yang dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam, bila masih ada masukan untuk perbaikan kualitas Pemilu kita," imbuh Mahfud.

Namun di sisi lain, Mahfud MD juga menganggap pemakzulan Presiden Jokowi sebelum Pemilu 2024, tidak mungkin terjadi.

Baca juga: Sekjen PKN Anggap Denny Indrayana Ngawur Soal Pemakzulan Presiden Jokowi

“Pemilu sudah kurang 30 hari, (pendakwaan) di tingkat DPR saja tidak bakal selesai untuk mencari sepertiga (anggota) DPR yang memakzulkan, belum lagi sidangnya (di Mahkamah Konstitusi)," ungkapnya.

Lalu apa kata pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra?

Yusril yang kebetulan menjadi pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, menilai petisi yang meminta pemakzulan Presiden Jokowi merupakan hal yang inkonstitusional.

Pasalnya, hal ini tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 7B Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

"(Pemakzulan) itu inkonstitusional. Mustahil prosesnya dilakukan dalam waktu kurang dari satu bulan. Sebab, pemakzulan itu prosesnya panjang dan memakan waktu," ujar Yusril yang merupakan Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu dikutip dari Kompas.com, Minggu (14/1/2024).

Menurut Yusril, pemakzulan harus dimulai dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mengeluarkan pendapat bahwa presiden telah melanggar Pasal 7B UUD 1945, yakni melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, melakukan perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat lagi sebagai presiden.

Tanpa uraian jelas mengenai aspek mana dari Pasal 7B UUD 1945 yang dilanggar presiden, sebut dia, maka pemakzulan adalah langkah inkonstitusional.

"Perlu waktu berbulan-bulan untuk mempersiapkan DPR mengambil kesimpulan presiden telah melakukan pelanggaran di atas. Andai DPR setuju, pendapat DPR itu harus diperiksa dan diputus benar tidaknya oleh Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Yusril.

Tak hanya itu, dia melanjutkan, jika MK memutuskan pendapat DPR itu terbukti secara sah dan meyakinkan, DPR menyampaikan usulan pemakzulan itu kepada MPR.

Selanjutnya, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) akan memutuskan apakah presiden akan dimakzulkan atau tidak.

"Perkiraan saya, proses pemakzulan itu paling singkat akan memakan waktu enam bulan. Kalau proses itu dimulai sekarang, baru sekitar Agustus 2024 proses itu akan selesai. Pemilu 14 Februari sudah usai. Sementara kegaduhan politik akibat rencana pemakzulan itu tidak tertahankan lagi," tegasnya.

Pria yang menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran tersebut menilai, pemilu bisa gagal dilaksanakan jika pemakzulan dimulai sekarang.

"Akibatnya, 20 Oktober 2024 ketika jabatan Presiden Jokowi habis, belum ada Presiden terpilih yang baru. Negara ini akan tergiring ke keadaan chaos karena kevakuman kekuasaan," sebutnya.

Yusril mengaku heran dengan tokoh-tokoh yang berusaha memakzulkan presiden lewat Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam).

Sebab, menurutnya, rencana pemakzulan harus disampaikan kepada fraksi-fraksi DPR, agar lembaga ini bisa segera menindaklanjutinya.

Lebih lanjut, dia menilai, pemakzulan adalah aksi yang dilakukan untuk memperkeruh pelaksanaan Pemilu 2024.

Ia pun mengimbau segenap lapisan masyarakat untuk memusatkan perhatian pada penyelenggaraan pemilu.

"Marilah kita membangun tradisi peralihan jabatan presiden berlangsung secara damai dan demokratis sesuai UUD 1945," tutup Yusril.

Sementara itu, Pengamat Politik sekaligus Direktur Lingkar Madani (LIMA) Indonesia, Ray Rangkuti, melihat kemungkinan pemakzulan presiden bisa terjadi.

Menurut Ray, pemakzulan bisa dilakukan apabila kinerja pemerintahan Jokowi semakin tidak efektif.

Ia pun menyinggung menteri Jokowi yang kini sibuk berkampanye untuk Pemilu 2024.

"Makanya pemakzulan macam-macam itu bisa terjadi tanpa diomongkan kalau kinerja Pak Jokowi seperti yang sekarang. Semua menteri-menterinya sibuk. Dan tidak ada lagi yang bisa diandalkan oleh Pak Jokowi," ujar Ray, ditemui setelah konferensi pers Survei Nasional Peta Elektoral Pemilu 2024 Gagas Lintas Data (Galidata) di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (11/1/2024).

Namun, Ray menyebut isu pemakzulan tidak akan memberikan dampak positif bagi kubu pasangan calon (paslon) capres dan cawapres yang mencuatkannya.

Ray justru melihat isu tersebut akan memberikan dampak positif pada kubu Jokowi.

"Menurut saya nggak akan banyak impact-nya terhadap elektoral yang begituan. Maksud saya, menjelang pelaksanaan pemilu seperti sekarang ini, berbicara pemakzulan itu tidak menguntungkan sebetulnya. Katakanlan kalau paslon yang bicara itu, ya paslonnya yang akan kena," kata dia.

"Karena tinggal nggak sampai satu tahun lagi kan, kalau jabatan beliau akan berakhir. Jadi orang jangan diajak berpikir yang makin rumit. Oleh karena itu, bukan ke Pak Jokowi-nya yang kena itu. Ke Pak Jokowi-nya bisa imbas positif kalau isu pemakzulan itu dilakukan," sambung dia.

Gibran: Ya Monggo, Kami Tampung

Isu pemakzulan presiden turut ditanggapi putra sulung Jokowi sekaligus cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka.

Terkait layak tidaknya presiden dimakzulkan, Gibran menyerahkan sepenuhnya penilaian kepada masyarakat.

Gibran juga tidak keberatan dengan munculnya wacana pemakzulan tersebut.

Pasalnya, menurut dia, berbagai masukan dan evaluasi selalu ditampung oleh pemerintah.

“Ya monggo. Kalau ada masukan dari warga, evaluasi, kami tampung. Makasih,” tandasnya.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow