Penyebab Kenapa Menyingkrkan Bom yang Belum Meledak di Gaza Butuh Waktu Bertahun-tahun

Kepala UNMAS, Charles “Mungo” Birch, menyebut puing-puing bom di Gaza lebih banyak dibandingkan Ukraina.

Penyebab Kenapa Menyingkrkan Bom yang Belum Meledak di Gaza Butuh Waktu Bertahun-tahun

GAZA, KOMPAS.com - Foto-foto yang mengabadikan kehancuran Khan Younis, kota di Gaza selatan, tersebar ke dunia sejak Israel menarik mundur sebagian besar pasukannya awal April ini.

Banyak warga Palestina yang terlantar kembali pulang dan mencoba menyelamatkan apa yang tersisa dari reruntuhan rumah masing-masing. Akan tetapi, ada bahaya yang menghantui mereka: bahan peledak yang belum meledak.

Badan PBB untuk urusan koordinasi kemanusiaan (UNOCHA) segera melakukan kajian di Khan Younis.

Baca juga: Butuh 14 Tahun untuk Bersihkan Puing-puing di Gaza akibat Serangan Israel...

Dalam pernyataannya, UNOCHA menyebut, “Jalanan dan area publik di Khan Younis berserakan dengan artileri yang belum meledak yang berisiko tinggi untuk warga sipil.”

“Tim kami menemukan bom-bom seberat 450 kilogram tergeletak di persimpangan-persimpangan utama dan banyak sekolah.”

Pakar militer memperkirakan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menjatuhkan puluhan ribu bom sejak perang dimulai.

PBB punya tim khusus di Gaza yang membersihkan dan mengamankan bom-bom yang belum meledak. Kelompok ini disebut Layanan Aksi Ranjau Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNMAS) di negara Palestina.

Kepala UNMAS, Charles “Mungo” Birch, menyebut puing-puing di Gaza lebih banyak dibandingkan Ukraina.

“Terdapat segala macam bahan peledak mulai dari bom udara skala besar hingga roket

UNMAS, sambung Birch, memperkirakan 10 persen dari amunisi ini gagal berfungsi.

Birch juga mengatakan, Israel menggunakan bom udara untuk menyasar “bangunan bawah tanah” atau terowongan yang ada di bawah permukaan Bumi.

Sebelum Hamas menyerang Israel, UNMAS hampir menyelesaikan penyingkiran 21 “bom udara yang terpendam” dari Jalur Gaza.

Bom-bom yang terkubur dalam tanah ini merupakan sisa dari pertikaian sebelumnya antara kelompok perlawanan dan Israel.

Penyingkiran satu bom membutuhkan waktu satu bulan—tetapi kemudian semuanya berubah.

Baca juga: Bom-bom Israel Seberat 453 Kg Ditemukan di Sekolah-sekolah Gaza

Birch sedang berada di Gaza bagian utara saat Hamas menyerbu Israel pada 7 Oktober 2023. Kelompok itu membunuh setidaknya 1.200 orang Israel dan menculik 250 lainnya untuk dijadikan sandera.

Israel segera melancarkan serangan balasan.

Menteri Pertahanan Israel Yoav Galant mengatakan, IDF menjatuhkan 10.000 bom dan misil di Kota Gaza pada 26 hari pertama perang berlangsung.

“Situasinya sangat genting,” ujar Birch.

Pada akhir Maret, meski mendapat kritik dari kelompok hak asasi manusia dan sebagian anggota Partai Demokrat AS, The Washington Post dan kantor berita Reuters melaporkan, pemerintahan Presiden AS Joe Biden menyetujui pengiriman lebih dari 1.800 bom MK84 seberat 900 kilogram dan bom 500 MK82 seberat 230 kilogram ke Israel.

Bom-bom yang lebih besar ini sebelumnya dikaitkan dengan serangan udara di Gaza yang menimbulkan banyak korban jiwa.

Kementerian kesehatan Hamas menyatakan, sedikitnya 33.970 orang Palestina tewas di Gaza karena gempuran Israel.

Serangan bom

Pasukan Pertahanan Israel (ID)F tidak pernah secara spesifik menyebut persenjataan apa yang digunakan dalam serangan mereka.

Namun, cukup masuk akal untuk menyimpulkan bahwa foto-foto persenjataan pesawat militer yang diunggah di media sosial mereka adalah sama dengan yang digunakan pada perang ini.

Ahli senjata Brian Castner dari Amnesty International mengatakan, Israel mengerahkan bom MK84 seberat 900 kilogram yang tidak terarah dikarenakan skala kerusakan besar di Gaza.

“Tantangan bom MK84 terletak di ukurannya yang besar karena beratnya sekitar 900 kilogram. Setengahnya adalah bahan peledak dan setengahnya lagi baja—dan bom ini bisa mengenai warga-warga sipil dari jarak ratusan meter,” ujar Castner.

“Karenanya, bom MK84 harus dipindahkan ke tempat lain dan ditangani dengan aman. Secara geografis, Gaza itu kecil jadi susah untuk melakukan ini.”

Castner menambahkan bahwa risikonya besar untuk membiarkan bom yang tidak meledak di bawah reruntuhan di daerah padat penduduk tanpa penanganan yang aman.

BBC Arabic Trending bertanya pada IDF area-area mana saja di Gaza yang sudah dibersihkan pihaknya dari bom yang belum meledak.

“Maaf, tapi kami tidak akan berbicara hal-hal spesifik,” ucap seorang juru bicara.

Castner menyebut roket-roket yang dilancarkan Hamas tingkat kegagalannya mungkin lebih tinggi dan juga berbahaya apabila dibiarkan tidak meledak di bawah reruntuhan.

Dia juga menyoroti kemampuan Hamas “mendaur ulang” bom-bom Israel yang belum meledak.

Menurut Birch, poros sepanjang sepuluh hingga 15 meter mesti digali untuk menangani bom udara yang belum meledak dan berada di bawah tanah.

Ahli peledak kemudian memanjat turun dan melumpuhkan bom itu..

Birch menambahkan bahwa sebagian besar pekerjaan di Gaza sekarang akan terfokus kepada menyingkirkan “artileri di tingkat permukaan”.

“Kita tidak mengetahui besarnya kontaminasi dengan sisa-sisa bahan peledak di bagian utara Gaza karena belum bisa melakukan kajian,” ujarnya.

“Ini adalah operasi tidak terduga. Barangkali ini adalah yang pertama sejak perang konvensional besar terakhir di Eropa.”

Baca juga: Hamas Rilis Video 2 Sandera yang Desak Pemerintah Israel Capai Kesepakatan

LSM dari Inggris Humanity and Inclusion (HI) baru-baru ini mengirim dua pakar penanganan bom ke Rafah, kota di selatan Gaza, untuk melakukan kajian.

Bom sebanyak 45.000 diduga dijatuhkan pada 89 hari pertama konflik. Organisasi itu menggunakan tingkat kegagalan rata-rata 14 persen dan menyebut kemungkinan ada 6.300 bom yang gagal berfungsi dan masih belum meledak.

“Seiring perubahan konteks di Gaza, orang-orang sering kali bergerak ke sana-sini. Ketakutan terbesar kami adalah saat pulang ke rumah—yang rusak atau hancur—mereka akan mencoba masuk ke rumah untuk menyelamatkan harta benda mereka,” tutur Simon Elmont, ahli penanganan bahan peledak dari HI.

“Berdasarkan zona konflik lainnya seperti Raqqa dan Mosul, kita tahu saat-saat seperti inilah yang risikonya paling tinggi.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, sebanyak 80 persen dari infrastruktur sipil—termasuk rumah, rumah sakit, sekolah, fasilitas air dan sanitasi—hancur atau rusak parah.

Rekonstruksi Gaza akan memakan biaya sebesar 18.5 miliar dollar AS (sekitar Rp 300 triliun), menurut PBB dan Bank Dunia. Kedua organisasi ini menambahkan sebanyak 26 juta ton puing-puing harus disingkirkan dan operasinya membutuhkan waktu bertahun-tahun, bahkan satu dekade.

UNMAS mengaku butuh 45 juta dollar AS (sekitar Rp 732 miliar) untuk menyiapkan operasinya. Sejauh ini, mereka baru menerima 5,5 juta dollar AS (sekitar Rp 89,5 miliar)—UNMAS berharap akan ada lebih banyak pendanaan begitu perang usai.

Saat ini ada 12 orang staf UNMAS di Gaza yang membersihkan artileri yang belum meledak supaya kelompok bantuan kemanusiaan bisa mulai menjangkau warga Palestina yang kelaparan dan mengedukasi mereka tentang bahayanya amunisi tersebut.

Baca juga: Misteri Kematian Abdulrahman di Penjara Israel dengan Luka Memar dan Rusuk Patah...

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow