Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Iran yang Tersohor dengan Jas Sobeknya

Telusuri kisah kontroversial Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Iran yang dikenal dengan gaya sederhananya, termasuk momen ikonik jas sobeknya.

Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Iran yang Tersohor dengan Jas Sobeknya

Intisari-Online.com - Dunia mengenalnya sebagai Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Iran yang tak pernah lepas dari sorotan publik.

Namun, di balik jabatannya yang sering diperdebatkan, tersembunyi kisah menarik tentang seorang pemimpin yang kontroversial.

Dikenal karena gaya sederhananya yang terkadang mencolok, salah satu momen ikoniknya adalah ketika dia tampil dengan jas yang sobek di berbagai kesempatan resmi.

Gaya yang sederhana namun berani ini memicu perdebatan yang meluas, memperkuat citra Ahmadinejad sebagai sosok yang tegas dan dekat dengan rakyatnya.

Namun, di balik penampilannya yang mencolok, ada banyak aspek kehidupan dan kepemimpinannya yang membutuhkan pembahasan lebih lanjut.

Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi lebih dalam tentang kehidupan dan karier Mahmoud Ahmadinejad sebagai Presiden Iran.

Latar Belakang  

Melansir Kompas.com, lahir dengan nama Mahmoud Saborjhian pada 28 Oktober 1956 di desa Aradan dekat Garmsar, Iran, Ahmadinejad adalah anak keempat dari tujuh bersaudara.

Ayahnya, Ahmad Saborjhian, adalah seorang pandai besi.

Pada tahun 1957, ketika keluarganya pindah dari Aradan ke Teheran, nama keluarganya diubah menjadi Ahmadinejad.

Pendidikan Ahmadinejad dimulai di Teheran dan kemudian melanjutkan studi tinggi di bidang teknik sipil di Universitas Sains dan Teknologi Iran (IUST) pada tahun 1976.

Baca Juga: Sejarah Panjang dan Rumit Hubungan Rusia-Iran, Dari Konflik kini Jadi Sekutu

Aktif dalam berbagai organisasi mahasiswa, Ahmadinejad bahkan terlibat dalam aksi demonstrasi selama Revolusi Iran (1978-1979).

Bergabung dengan Korps Garda Revolusi Islam Iran yang dipimpin oleh Ayatollah Ruhollah Khomeini, Ahmadinejad juga ikut serta dalam Perang Irak-Iran (1980-1988).

Setelah menyelesaikan tugasnya di milisi, Ahmadinejad melanjutkan pendidikan tingginya di IUST dan meraih gelar doktor dalam teknik dan perencanaan transportasi pada tahun 1986.

Bergabung dengan staf pengajar IUST pada tahun 1989, Ahmadinejad mulai menekuni dunia akademis sebagai salah satu pengajar di kampus tersebut.

Terjun ke Dunia Politik

Awal karier politik Mahmoud Ahmadinejad dimulai ketika dia dipilih sebagai gubernur di kota Maku dan Khoy, yang terletak di Provinsi Azerbaijan Barat.

Pada tahun 1993, dia memperoleh kepercayaan untuk menjadi penasihat di Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Tinggi.

Berlanjut sebagai gubernur di Provinsi Ardabil, yang baru saja terbentuk, Ahmadinejad memegang jabatan tersebut hingga 1997 sebelum kembali ke posisinya sebagai pengajar di IUST.

Dia berkontribusi pada pendirian Partai Pengembang Islam Iran yang menganut agenda populis dan bertujuan untuk menyatukan faksi-faksi konservatif.

Partai ini meraih kemenangan dalam pemilihan dewan kota Teheran pada Februari 2003, yang kemudian mengangkat Ahmadinejad sebagai wali kota pada bulan Mei.

Sebagai wali kota, Ahmadinejad diakui karena berhasil menangani masalah lalu lintas dan menekan inflasi.

Baca Juga: Israel Ketar-ketir, Iran Dan Arab Saudi Kok Rujuk, Bagaimana Nasib Negara Timur Tengah Lainnya?

Dengan karisma dan keahlian politiknya, Ahmadinejad mendapatkan dukungan yang besar dari masyarakat.

Beberapa kebijakan yang diterapkan selama masa jabatannya sebagai wali kota termasuk menutup restoran cepat saji gaya Barat serta menyensor papan reklame yang memiliki referensi Barat.

Dia juga memperjuangkan pemisahan lift antara laki-laki dan perempuan, serta mengubah fungsi pusat budaya menjadi tempat ibadah selama bulan Ramadhan.

Selain itu, dia menginstruksikan pegawai pria di pemerintahan kota untuk memelihara jenggot dan mengenakan kemeja lengan panjang.

Menuju Kursi Presiden Iran

Mahmoud Ahmadinejad memulai langkah politiknya dengan mencalonkan diri dalam pemilihan presiden pada tahun 2005, didukung sepenuhnya oleh para pemimpin konservatif.

Ia mengusung retorika yang merakyat, berjanji untuk mengatasi kemiskinan, ketidakadilan sosial, dan korupsi di Iran, sambil menegaskan sikapnya yang anti-peningkatan hubungan dengan Amerika Serikat.

Dalam konteks politik yang terbentang, Ahmadinejad menghadirkan dirinya sebagai calon yang sederhana dan dekat dengan rakyat, sementara pesaingnya, Hashemi Rafsanjani, digambarkan sebagai figur yang terkait dengan korupsi.

Pada pemilihan, Ahmadinejad berhasil memenangkan suara mayoritas dengan 17 juta suara dari total 27 juta. Ia dilantik sebagai presiden pada 3 Agustus 2005 oleh pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.

Masa kepresidenan Ahmadinejad ditandai dengan citra kesederhanaan dan kedekatannya dengan rakyat. Ia menolak untuk tinggal di istana kepresidenan, lebih memilih tetap tinggal di rumahnya sendiri, meskipun akhirnya harus pindah atas saran dari penasihat keamanan.

Bahkan setelah menempati istana kepresidenan, Ahmadinejad memerintahkan penggantian perabotan mewah dengan yang lebih sederhana. Ia juga menolak kursi VIP di pesawat kepresidenan, lebih memilih menggunakan pesawat kargo.

Baca Juga: Jadi Inspirasi Film '6 Days', Pengepungan Kedutaan Besar Iran Jadi 'Pintu' Gerbang Kemasyhuran Pasukan Elite Inggris Ini

Dalam pidato dan presentasinya, Ahmadinejad menggunakan bahasa sehari-hari, yang menunjukkan kedekatannya dengan masyarakat.

Namun, langkah-langkah ini tidak selalu diterima baik oleh semua pihak, terutama oleh elit politik Iran, yang mengkritik kebijakan-kebijakan perubahan yang dilakukannya.

Di kancah internasional, Ahmadinejad dikenal karena sikap kerasnya terkait program nuklir Iran, yang menyebabkan meningkatnya ketegangan dengan Amerika Serikat.

Dalam pidatonya di hadapan PBB pada tahun 2005, Ahmadinejad menyatakan bahwa program nuklir Iran adalah untuk tujuan damai.

Pada April 2007, ia mengumumkan bahwa Iran telah memulai produksi bahan bakar nuklir dalam skala industri, yang kemudian berujung pada penerapan sanksi internasional.

Selain itu, Ahmadinejad mencatat sejarah sebagai presiden pertama Iran yang mengunjungi Irak sejak terjadinya Revolusi Iran, yang menandai peningkatan hubungan antara Teheran dan Baghdad.

Hubungan Iran dengan AS di bawah kepresidenan Ahmadinejad menunjukkan beberapa tanda perbaikan setelah terpilihnya Barack Obama sebagai presiden AS.

Di bidang ekonomi, masa pemerintahan pertama Ahmadinejad diwarnai dengan peningkatan inflasi hingga mencapai 10 persen, disebabkan oleh kebijakan-kebijakan ekonominya dan dampak dari sanksi internasional.

Situasi ekonomi yang sulit ini menjadi sorotan utama menjelang pemilihan presiden Iran di tahun 2009.

Meski di dalam sejarah belum ada presiden Iran yang gagal memenangkan masa jabatan kedua, namun kebijakan ekonomi dan gaya kepemimpinan Ahmadinejad telah menimbulkan kritik dan membuat posisinya menjadi rentan.

Banyak pengamat memperkirakan Ahmadinejad akan dihadapkan pada tantangan serius dari penantangnya, terutama Mir Hossein Mousavi yang didukung oleh kelompok moderat di Iran.

Namun, pada pemungutan suara 12 Juni, Ahmadinejad berhasil memenangkan kembali jabatannya dengan lebih dari 60 persen suara, meskipun hasil pemilu tersebut dipertanyakan oleh sebagian besar oposisi, yang menyebutnya sebagai pemilu yang curang.

Pemimpin tertinggi Iran, meskipun awalnya mendukung hasil pemilu, kemudian menyuarakan perlunya penyelidikan resmi terhadap dugaan kecurangan tersebut.

Pada 3 Agustus 2009, Ayatollah Ali Khamenei secara resmi menetapkan Ahmadinejad sebagai presiden, meskipun upacara pelantikan tersebut tidak dihadiri oleh sejumlah tokoh politik oposisi.

Mengakhiri Masa Kepresidenan

Pada tahun 2011, perseteruan muncul antara Ahmadinejad dan pemimpin tertinggi Iran, Khamenei, yang dipicu oleh pemecatan menteri intelijen, seorang sekutu Khamenei.

Konflik ini meluas menjadi perang dukungan publik antara Ahmadinejad dan Khamenei.

Pada bulan Maret 2012, Ahmadinejad dipanggil oleh Majelis Iran untuk diinterogasi terkait kebijakan dan perselisihannya dengan pemimpin tertinggi.

Pemanggilan presiden oleh Majelis menjadi yang pertama dalam sejarah Iran, memunculkan spekulasi tentang menurunnya dukungan politik terhadap Ahmadinejad.

Penurunan dukungan tersebut tercermin dalam hasil pemilihan legislatif, dan akhirnya masa jabatan Ahmadinejad berakhir pada Agustus 2013, digantikan oleh Hassan Rouhani.

Setelah meninggalkan jabatannya, Ahmadinejad kembali ke rumah pribadinya di Narmak.

Pada tahun 2017, terdengar kabar bahwa Ahmadinejad berencana untuk kembali mencalonkan diri dalam pemilihan presiden Iran, namun niatnya akhirnya digagalkan oleh diskualifikasi.

Pada bulan Januari 2018, dia dilaporkan ditangkap oleh otoritas Iran karena dianggap memprovokasi protes dan demonstrasi dengan pernyataannya. Dia dikabarkan dijadikan tahanan rumah atas perintah pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.

Dengan jas sobeknya yang menjadi ikon, Mahmoud Ahmadinejad telah meninggalkan jejak kontroversial dalam sejarah kepemimpinan Iran.

Meskipun demikian, kisahnya sebagai Presiden Iran akan terus menjadi subjek pembicaraan yang menarik dalam politik dan sejarah.

Baca Juga: Usai Timnas Iran Kalah dari Amerika, Warga Iran Ditembak Mati oleh Aparat, Alasannya Bikin Geleng-geleng Kepala

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow