LAGI Hak Angket Kecurangan Pilpres Diragukan,Peneliti Pertanyakan Soliditas Partai Pendukung

- Rencana pengajuan hak angket kecurangan Pilpres 2024 di DPR RI yang digagas sejumlah partai diragukan sejumlah pihak. Hal ini beralasan karena untuk merealisasikan hak angket ini dibutuhkan waktu yang cukup lama, sementara hasil pilpres bisa segera disahkan KPU jika tidak ada gugatan di Mahkamah Konstitusi. Selain itu, masa pemerintahan Presiden Jokowi juga tinggal menyisakan waktu delapan bulan. Salah satu sosok yang meragukan...

LAGI Hak Angket Kecurangan Pilpres Diragukan,Peneliti Pertanyakan Soliditas Partai Pendukung

SURYA.co.id - Rencana pengajuan hak angket kecurangan Pilpres 2024 di DPR RI yang digagas sejumlah partai diragukan sejumlah pihak. 

Hal ini beralasan karena untuk merealisasikan hak angket ini dibutuhkan waktu yang cukup lama, sementara hasil pilpres bisa segera disahkan KPU jika tidak ada gugatan di Mahkamah Konstitusi. 

Selain itu, masa pemerintahan Presiden Jokowi juga tinggal menyisakan waktu delapan bulan. 

Salah satu sosok yang meragukan terwujudnya hak angket kecurangan pilpres ini adalah Peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro. 

Ia ragu partai-partai politik pengusung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, dan parpol pengusung capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, satu suara soal hak angket.

Baca juga: Dukung Hak Angket Kecurangan Pilpres tapi Ogah Keluar Koalisi Pemerintah, Ini Alasan Nasdem dan PDIP

Adapun pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2024, Anies-Muhaimin diusung oleh Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Sedangkan Ganjar-Mahfud diusung oleh PDI Perjuangan dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

“Soliditas partai-partai pendukung pasangan calon nomor urut 1 dan nomor urut 3 untuk mengajukan hak angket terhadap pemerintah terkait dengan soal dugaan kecurangan pemilu patut diragukan,” kata Bawono kepada Kompas.com, Selasa (27/2/2024).

Partai-partai pengusung Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud diprediksi bersikap lebih realistis dengan menerima hasil Pemilu 2024 ketimbang menghabiskan energi untuk mewujudkan hak angket. Apalagi, realisasi hak angket butuh tahapan panjang.

Sikap realistis itu, kata Bawono, salah satunya tampak dari pertemuan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dengan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.

Bawono yakin, pertemuan keduanya membahas peluang Nasdem untuk merapat ke gerbong pemenang Pilpres 2024, koalisi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

“Apalagi selama berkiprah di panggung politik nasional, Partai Nasdem tidak memiliki DNA sebagai partai oposisi,” ujarnya.

Jika Nasdem bergabung ke kubu Prabowo Gibran, bukan tidak mungkin PKB bakal mengekor.

Sama seperti Nasdem, PKB tak punya sejarah sebagai oposisi di panggung politik.

“Sangat besar kemungkinan PKB akan lebih memilih untuk juga bersikap realistis menerima hasil pemilu dan melihat peluang untuk bergabung di dalam pemerintahan mendatang ketimbang ngotot untuk mendorong hak angket di DPR RI,” kata Bawono.

Dari sejumlah partai pengusung Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud, hanya PDI-P dan PKS yang berpotensi menjadi oposisi pemerintah. Sebab, kedua partai pernah berada di posisi tersebut. 

Selama 10 tahun, PDI-P menjadi oposisi pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY (2004-2014). Sedangkan PKS menjadi oposisi selama pemerintahan Presiden Jokowi (2014-2024).

Oleh karenanya, jika wacana hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan pemilu tetap bergulir, Bawono menduga dukungan terkuat bakal datang dari PDI-P dan PKS saja.

“Dengan begitu, wacana dari segelintir elite politik untuk menggulirkan hak angket di DPR RI terhadap pemerintah hampir dapat dipastikan tidak akan memperoleh dukungan politik politik memadai dari partai-partai di DPR RI,” tuturnya.

Diragukan Jimly dan Eks Sekjen PKB

Sebelumnya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie juga menyebut hak angket kecurangan Pilpres 2024 hanya gertak politik. 

Jimly Asshiddiqie bahkan menyebut hak angket kecurangan Pilpres 2024 sulit direalisasikan. 

Dia beralasan waktu untuk melakukan hak angket itu cukup penjang, sementara pelantikan presiden terpilih hanya menyisakan delapan bulan lagi. 

"Hak angket itu kan, hak interpelasi, hak angket, penyelidikan, ya waktu kita delapan bulan ini sudah enggak sempat lagi, ini cuma gertak-gertak politik saja," kata Jimly saat ditemui di kantor MUI, Jakarta, Rabu (21/2/2024).

Pernyataan serupa diungkapkan Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Lukman Edy. 

Lukman menganggap langkah partainya mendukung pengajuan hak angket DPR RI soal dugaan kecurangan Pemilu 2024 adalah hal sia-sia.

Bagi dia, langkah itu hanya menimbulkan kegaduhan dan tak akan mengubah keputusan hasil Pemilu 2024.

“Tuntutan atau desakan untuk hak angket di DPR sekarang itu adalah pekerjaan yang sia-sia. Kontraproduktif, karena enggak bakalan, enggak ada connecting dengan penyelenggaraan pemilu,” ujar Edy di Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (24/2/2024).

Menurut dia, PKB bisa menempuh langkah lain jika tidak puas dengan hasil pemilu, misalnya melalui Mahkamah Konstitusi (MK).

Selain itu, evaluasi soal penyelenggaraan Pemilu 2024 bisa dilakukan dengan cara mengganti atau merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

“Setelah hasil (pemilu) ditemukan KPU, setelah sidang MK selesai semua, mari kita evaluasi apakah penyelenggaraannya itu ada, secara teknis membuka ruang untuk terjadi kecurangan-kecurangan,” papar dia.

Semestinya, kata dia, partai politik di DPR bergerak setelah semua tahapan penyelenggaraan pemilu berakhir.

Hak angket yang bakal diajukan dalam waktu dekat hanya akan mendegradasi semangat untuk mewujudkan pemilu damai.

“Kepada PKB saya menyarankan supaya mengurungkan niatnya untuk hari ini menggunakan hak angket,” imbuh dia.

Adapun wacana penggunaan hak angket DPR untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024 pertama kali diusulkan oleh kubu pasangan capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

 Ganjar mendorong dua partai politik pengusungnya pada Pilpres 2024, PDI Perjuangan dan PPP, menggunakan hak angket di DPR. Menurutnya, DPR tidak boleh diam terhadap dugaan kecurangan pemilu yang sudah terang-terangan.

“Dalam hal ini, DPR dapat memanggil pejabat negara yang mengetahui praktik kecurangan tersebut, termasuk meminta pertanggung jawaban KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) selaku penyelenggara Pemilu," kata Ganjar dalam keterangannya, Senin (19/2/2024).

Usulan itu disambut oleh kubu pasangan capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Tiga partai politik pengusung Anies-Muhaimin, Partai Nasdem, PKB, dan PKS, setuju untuk menggunakan hak angket.

“Kami ketemu dan membahas langkah-langkah dan kami solid karena itu saya sampaikan, ketika insiatif hak angket itu dilakukan maka tiga partai ini siap ikut," kata Anies saat ditemui di Kantor THN Anies-Muhaimin Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Selasa (20/2/2024).

Bertolak belakang, kubu pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, tak setuju dengan penggunaan hak angket. Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, menilai, hak angket dapat menimbulkan kekacauan.

Meski jadi perbincangan hangat, hak angket masih jadi wacana. Hingga saat ini, belum ditempuh mekanisme resmi mengenai penggunaan hak tersebut untuk mengusut dugaan kecurangan pemilu.

>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow