Kukira Aku Rangga, Ternyata Nerd!

Aku, bagi sebagian orang, dianggap aneh. Sering kikuk berhadapan dengan orang baru. Aku kira, aku Rangga ternyata aku nerd.

Kukira Aku Rangga, Ternyata Nerd!

Rasa-rasanya tidak ada yang tidak ingin jadi Rangga dari film Ada Apa dengan Cinta.

Sejak film itu mulai ditayangkan di televisi nasional, sosok karakter Rangga selalu di kepala dan berharap ada satu waktu dalam hidup: merasakan sendiri scene Rangga di dunia nyata.

Bukan. Ini bukan soal sosok Cinta yang akan dipilihnya, tetapi sosok Rangga jauh lebih besar dari itu.

Apalagi jika boleh dipilih, ketika masa-masa sekolah, mulai mencari cara bagaimana bisa dekat dengan petugas kebersihan sekolah.

Aku mulai dekat justru setelah tingkat akhir. Duduk-duduk tidak lagi di warung, tetapi di tempatnya istirahat.

Tidak ada ruang kosong seperti di ruang Pak Dirman. Tetapi, setidaknya, aku bisa duduk-duduk di sana sambil baca buku bersama beberapa alat bersih lainnya.

Waktu berlalu. Aku lulus dan kuliah. Mimpi menjadi Rangga pupus, tetapi aku mulai suka membaca buku.

Tak ada tempat khusus untuk membaca selama di kampus. Di manapun itu, selagi bisa duduk-duduk dan menyendiri, aku pasti membaca.

Sampai pada akhirnya kampusku diinvasi sekolah tingkat atas: kampusku satu gedung dengan SMEA.

Ingin sebal, tetapi momen seperti itulah yang akhirnya membawaku pada sebuah adegan yang kucita-citakan dulu: menjadi Rangga, paling tidak, satu scene saja.

Waktu itu sedang dalam perayaan ulang tahun kampusku. Ada beragam lomba, satu di antaranya: lomba menulis puisi.

Kukirimkan puisiku. Kulombakan. Aku menang. Ya, seperti yang sudah kelen bayangkan: hadiah lomba tak kuambil. Namaku disebut-sebut oleh panitia dan aku tak maju mengambil hadiah.

Orang-orang tahu aku ada di mana saat itu. Aku memakai pakaian SMA dan duduk-duduk di kantin dengan sebatang rokok dan segelas kopi.

Singkat cerita, muncul kelanjutannya: Ada Apa dengan Cinta 2.

Selesai menonton itu aku baru sadar, ternyata Rangga tidak sebegitunya. Tenyata Rangga tidak melulu bikin puisi. Apa-apa puisi. Minum kopi, jadi puisi; makan ingat puisi; berangkat kerja bikin puisi.

Tenyata seperti halnya manusia biasa, Rangga juga hidup layaknya kita-kita yang jelata ini.

Sayangnya yang tertinggal dari itu semua: karakter Rangga. Berpuluh tahun aku mengikuti (gaya) hidupnya dan lalu akhirnya membentukku hingga hari ini.

Aku, bagi sebagian orang, dianggap aneh. Sering kikuk berhadapan dengan orang baru. Aku kira, aku Rangga ternyata aku nerd.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow