Kepala Intelijen Mesir Datang ke Israel,Minta Penyerbuan Rafah Ditunda,Hamas Mau 1 Banding 50

Kepala Intelijen Mesir Menghadap ke Tel Aviv, Minta Penyerbuan Rafah Ditunda, Hamas Minta 1 Banding 50 Sandera- Kepala intelijen Mesir, Abbas Kamel, dilaporkan melakukan perjalanan ke Tel Aviv, Israel pada 26 April 2024 untuk melakukan pembicaraan mengenai gencatan senjata di Gaza dan pertukaran tahanan. Kedatangan Kamel ke wilayah pendudukan Israel itu setelah Kairo mengajukan proposal baru pada negosiasi pertukaran sandera dan...

Kepala Intelijen Mesir Datang ke Israel,Minta Penyerbuan Rafah Ditunda,Hamas Mau 1 Banding 50

Kepala Intelijen Mesir Menghadap ke Tel Aviv, Minta Penyerbuan Rafah Ditunda, Hamas Minta 1 Banding 50 Sandera

TRIBUNNEWS.COM - Kepala intelijen Mesir, Abbas Kamel, dilaporkan melakukan perjalanan ke Tel Aviv, Israel pada 26 April 2024 untuk melakukan pembicaraan mengenai gencatan senjata di Gaza dan pertukaran tahanan.

Kedatangan Kamel ke wilayah pendudukan Israel itu setelah Kairo mengajukan proposal baru pada negosiasi pertukaran sandera dan tahanan antara Hamas dan Israel.

Baca juga: Didesak 18 Negara, Hamas: Suruh Israel Berhenti Perang, Baru Sandera Bisa Dibebaskan

"Disebutkan, Kamel sedianya bertemu dengan kepala Mossad, David Barnea, dan kepala Dewan Keamanan Nasional Israel, Tzachi Hanegbi," lapor Perusahaan Penyiaran Israel KAN.

Laporan menambahkan kalau kepala intelijen Mesir tersebut akan menyampaikan usulan Kairo selama pembicaraan dengan pihak Israel.

Proposal Mesir tersebut dilaporkan menyerukan penundaan rencana serangan Israel terhadap kota paling selatan Gaza, Rafah.

Selain itu, Mesir juga mengusulkan penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza dan kebebasan bergerak di jalan-jalan utama jalur Gaza.

Mesir juga menyarankan agar Israel membiarkan pemulangan para pengungsi ke rumah mereka.

"Gencatan senjata satu tahun juga termasuk dalam proposal tersebut. Pertukaran tahanan akan dilakukan dalam beberapa tahap, menurut rencana," tambah laporan tersebut.

Baca juga: Eks-Mayor Jenderal IDF: Rafah Bisa Jadi Bencana Buat Israel, Hamas Lagi Siapkan Jebakan Penyergapan

Hamas Minta 1 Banding 50

Dalam perundingan pertukaran tahanan yang dimediasi Mesir dan Qatar, Hamas dilaporkan menuntut 50 tahanan Palestina untuk setiap tentara Israel yang dibebaskan dan 30 untuk setiap tentara Israel non-tempur.

Menurut laporan media Ibrani, Israel kemungkinan bersedia untuk mengganti permintaan awal dari tadinya meminta agar 40 tahanannya dibebaskan dan sebagai gantinya akan menerima 20 tahanan.

"Laporan berbahasa Ibrani lainnya mengutip seorang pejabat, mengatakan kalau Israel tidak akan menerima 20 tahanan dan jumlah yang dipertimbangkan sebenarnya adalah 33 orang," tulis laporan Memo.

Media Ibrani pada Kamis, melaporkan kalau pemimpin Shin Bet Ronen Bar dan utusan militer Israel untuk perundingan tersebut, Nitzan Alon, menyampaikan perkembangan situasi perundingan kepada kabinet perang Israel.

"Dinyatakan, Tel Aviv berpotensi membuat kompromi mengenai posisinya untuk mengamankan kesepakatan dengan Hamas," kata laporan media Israel.

Hamas secara konsisten menuntut penarikan Israel dari Gaza, gencatan senjata permanen dan diakhirinya perang, pemulangan pengungsi, dan rekonstruksi jalur tersebut.

Para pejabat tinggi Israel dan Mesir mengadakan pertemuan rahasia di Kairo pada tanggal 24 April, yang bertujuan untuk membahas rencana Tel Aviv untuk melakukan invasi ke kota Rafah paling selatan di Gaza, menurut Axios.

Baca juga: Media Israel: Panglima Perang Israel-Bos Shin Bet Temui Kepala Intelijen Mesir Jelang Serbu Rafah

Mesir dilaporkan diberi pengarahan dan terlibat dalam rencana untuk mengevakuasi warga sipil Rafah ke Khan Yunis, menjelang operasi militer di kota yang sangat padat penduduknya.

Dalam pertemuan tersebut, gencatan senjata dan upaya pertukaran tahanan juga dibahas, kata Axios.

Mesir Bantah Tuduhan Membantu Israel

Adapun pihak Mesir membantah laporan yang mengatakan mereka ikut membantu Israel dalam rencana penyerbuan ke Rafah.

Kepala Layanan Informasi Negara Mesir, Diaa Rashwan, membantah apa yang dimuat di surat kabar AS tersebut kalau Mesir membantu Israel dalam rencana invasinya ke Rafah.

"Dengan tegas dan dinyatakan beberapa kali oleh para pemimpin politik Mesir, kami menolak total terhadap invasi ini, yang akan menyebabkan pembantaian korban jiwa dalam jumlah besar dan kehancuran yang meluas, selain apa yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza yang menderita selama 200 hari agresi berdarah," katanya, Rabu, dikutip dari Sky News.

Dia juga menjelaskan peringatan Mesir yang berulang kali telah sampai ke pihak Israel sejak Netanyahu mengusulkan gagasan untuk melakukan operasi militer di Rafah.

Baca juga: Citra Satelit, Israel Dirikan Ribuan Tenda di Tengah Gaza, Tentara Israel Bersiap Invasi ke Rafah

Mesir mengkhawatirkan kemungkinan kerugian yang besar terhadap warga Palestina, terutama berpotensi meningkatkan korban jiwa.

Invasi Israel di Rafah akan Dilakukan Secara Bertahap

Media Israel, KAN, mengutip laporan seorang sumber militer Israel yang dirahasiakan namanya, yang mengatakan tentara Israel segera melakukan invasi ke Rafah.

"Tentara sedang mempersiapkan operasi darat di Rafah yang mencakup evakuasi sejumlah besar penduduk Palestina," lapor KAN, mengutip sumber tersebut, Selasa (23/4/2024).

Seorang koresponden militer KAN, Itay Blumental, mengatakan warga Palestina dari Rafah akan dipindah ke kamp pengungsi yang telah didirikan di Jalur Gaza tengah

“Menurut rencana tentara Israel, lebih dari 1 juta warga Palestina di Rafah akan diminta untuk mengevakuasi daerah tersebut ke tempat penampungan yang baru-baru ini didirikan di bagian selatan dan tengah Jalur Gaza,” kata Itay Blumental.

Ia mengatakan serangan Israel ke Rafah akan dilakukan secara bertahap, yang melibatkan pembagian kota menjadi beberapa zona.

"Penduduk di setiap daerah akan diberitahu terlebih dahulu sebelum pasukan Israel masuk, sehingga mereka dapat dievakuasi secara bertahap," katanya.

Israel telah berencana menginvasi Rafah sejak beberapa bulan lalu.

Sekutu dekatnya, AS, menolak rencana tersebut karena khawatir dapat meningkatkan korban jiwa, mengingat ada 1,4 juta warga Palestina yang mengungsi di wilayah itu.

(oln/memo/khbrn/*)

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow