Israel Segera Serbu Rafah,China Tampung Hamas-Fatah Bicara Rujuk: Milisi-Milisi Pelestina Bersatu

Israel Segera Masuk Rafah, China Tampung Pembicaraan Persatuan Hamas-Fatah, Milisi Pembebasan Melunak- Gerakan Hamas dan gerakan Fatah, dua kelompok politik dan militer yang dominan di Palestina, mengabarkan kalau China akan menjadi tuan rumah pembicaraan mereka untuk membahas upaya rekonsiliasi internal. Delegasi Hamas akan dipimpin oleh anggota biro politik gerakan tersebut, Dr. Musa Abu Marzouf, sedangkan delegasi Fatah akan...

Israel Segera Serbu Rafah,China Tampung Hamas-Fatah Bicara Rujuk: Milisi-Milisi Pelestina Bersatu

Israel Segera Masuk Rafah, China Tampung Pembicaraan Persatuan Hamas-Fatah, Milisi Pembebasan Melunak

TRIBUNNEWS.COM - Gerakan Hamas dan gerakan Fatah, dua kelompok politik dan militer yang dominan di Palestina, mengabarkan kalau China akan menjadi tuan rumah pembicaraan mereka untuk membahas upaya rekonsiliasi internal.

Delegasi Hamas akan dipimpin oleh anggota biro politik gerakan tersebut, Dr. Musa Abu Marzouf, sedangkan delegasi Fatah akan dipimpin oleh Azzam Al-Ahmad.

Baca juga: Soal Rafah, Faksi-Faksi Milisi Palestina Satukan Kekuatan, Haniyeh: Drama Bad Cop-Good Cop AS-Israel

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengatakan, negaranya mendukung “semua faksi Palestina dalam mencapai rekonsiliasi dan meningkatkan solidaritas melalui dialog dan konsultasi.”

Pembicaraan rujuk antara Hamas dan Fatah ini seiring tekad Israel yang bersikeras melakukan operasi militer darat ke Kota Rafah, Gaza Selatan.

Rafah disebut-sebut Israel sebagai benteng terakhir perlawanan milisi Hamas.

Hamas Melunak

Fakta kalau Hamas bersedia berunding dengan Fatah untuk rekonsiliasi disebut-sebut menjadi indikasi kalau sikap Hamas melunak demi terciptanya persatuan nasional demi terujudnya Negara Palestina.

Hamas dan Fatah adalah dua partai paling dominan di kancah politik Palestina.

Kedua gerakan tersebut mengumumkan bahwa mereka telah mencapai kesepakatan untuk mengakhiri keretakan selama satu dekade yang membawa mereka ke konflik bersenjata pada tahun 2007.

Perbedaan terbesar antara kedua gerakan tersebut adalah sikap mereka terhadap Israel.

Meski Hamas tetap menggunakan perlawanan bersenjata, Fatah meyakini perlunya negosiasi dengan Israel dan sepenuhnya mengesampingkan penggunaan serangan.

Perjanjian Oslo memberi Israel kendali penuh atas perekonomian Palestina serta masalah sipil dan keamanan di lebih dari 60 persen wilayah Tepi Barat.

Berdasarkan perjanjian tersebut, Otoritas Palestina harus berkoordinasi dengan pendudukan Israel mengenai keamanan dan setiap serangan perlawanan bersenjata yang direncanakan terhadap Israel.

Hal ini dipandang sangat kontroversial dan dianggap oleh sebagian orang sebagai tindakan PA berkolaborasi dengan pendudukan Israel.

Siap Gabung PLO dan Bentuk Angkatan Bersenjata Nasional

Pejabat senior Hamas Khalil al-Hayya mengatakan dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada Kamis (25/4/2024) kalau kelompok milisi pembebasan Palestina tersebut berpotensi bergabung dengan tentara nasional Palestina.

Syaratnya, jika Palestina diakui sebagai sebuah negara.

Baca juga: Pakar Militer: Brigade Al Qassam Hamas Ciptakan Taktik Baru Pertama dalam Sejarah Perang Gerilya

“Semua pengalaman orang-orang yang melawan penjajah, ketika mereka merdeka dan memperoleh hak-hak dan negaranya, apa yang dilakukan kekuatan-kekuatan (para milisi) ini? Mereka telah berubah menjadi partai politik dan kekuatan tempur mereka telah berubah menjadi tentara nasional,” kata Hayya kepada AP.

Dia juga mengatakan, Hamas bersedia bergabung dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan membentuk pemerintahan bersatu untuk Gaza dan Tepi Barat bersama dengan partai Fatah milik Otoritas Palestina (PA).

Pihak Hamas menekankan, hal itu hanya jika “negara Palestina berdaulat penuh” dengan teritorial perbatasan sebelum tahun 1967 dan “kembalinya pengungsi Palestina sesuai dengan resolusi internasional.”

Dia menambahkan, Hamas juga bersedia “hidup bernegara dan melakukan gencatan senjata selama lima tahun atau lebih agar dapat hidup dalam keamanan.”

Hayya mengatakan Hamas telah berulang kali menawarkan solusi ini selama bertahun-tahun.

Baca juga: Soal Rafah, Faksi-Faksi Milisi Palestina Satukan Kekuatan, Haniyeh: Drama Bad Cop-Good Cop AS-Israel

80 Persen Kekuatan Hamas Masih Utuh

Terkait bombardemen Tentara Israel (IDF) selama lebih dari 6 bulan sejak Hamas melancarkan operasi serangan Banjir Al-Aqsa, Hayya menegaskan kalau kekuatan tempur milisi pembebasan Palestina itu cenderung masih kuat.

Dia menegaskan kalau 80 persen kekuatan milisi Hamas masih utuh terlepas dari klaim yang dilontarkan IDF yang menyatakan kalau baris pertahanan terakhir Hamas hanya tersisa di Kota Rafah.

“Saat ini, Israel telah melancarkan perlawanan dengan pukulan yang hebat, namun belum mengakhirinya… mereka belum menghancurkan lebih dari 20 persen kemampuannya… Jika mereka tidak dapat menghabisi [Hamas], apa solusinya? Solusinya adalah mencapai konsensus.”

Israel berjanji untuk menghancurkan Hamas dan seluruh kemampuan tempurnya pada awal perang tetapi sejauh ini gagal mencapai tujuan tersebut.

Tentara Israel kini berencana menyerang kota Rafah di selatan yang padat penduduk, yang menurut mereka merupakan benteng terakhir Hamas.

Meskipun demikian, kelompok perlawanan tetap bercokol di Gaza bersama beberapa faksi lainnya.

Baca juga: Al Qassam Hamas Rilis Video Hidup Sandera AS, Qatar Tampar Israel, Rumah Netanyahu Digeruduk

Ogah Serahkan Tawanan Israel Jika Perang Terus Berlanjut

AS telah mendorong gagasan PA yang ‘reformasi’ untuk mengambil kendali atas Gaza pascaperang.

Rencana tersebut, yang ditolak oleh Hamas, akan bergantung pada kekalahan kelompok perlawanan dan berakhirnya kepemimpinan politik mereka di wilayah tersebut.

Washington baru-baru ini memveto resolusi pengakuan Palestina sebagai negara anggota penuh PBB.

Puluhan tahanan Israel, termasuk perwira tinggi militer, masih ditahan oleh sayap militer Hamas, Brigade Qassam.

Wawancara tersebut dilakukan ketika negosiasi gencatan senjata masih menemui jalan buntu akibat berulang kali Israel menolak persyaratan utama Hamas, yang terus dipegang teguh oleh kelompok perlawanan tersebut.

Persyaratan tersebut mencakup diakhirinya perang dan gencatan senjata permanen, penarikan seluruh pasukan dari Gaza, pemulangan pengungsi ke rumah mereka, dan rekonstruksi jalur tersebut.

“Jika kami tidak yakin perang akan berakhir, mengapa kami harus menyerahkan para tahanan?” Hayya mengatakan kepada AP.

Faksi Milisi Palestina Galang Kekuatan

Sementara itu, faksi-faksi Perlawanan Palestina dilaporkan menyiapkan diri dengan menyatukan kekuatan jelang pelaksanaan operasi militer darat Israel ke Kota Rafah.

Dalam pernyataan bersama, Rabu (24/4/2024) para faksi militer Palestina menegaskan kalau seluruh lapisan milisi perlawanan siap menghadapi segala skenario yang masuk akal dalammenghadapi agresi Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, termasuk invasi darat ke Rafah.

Baca juga: Maut Menanti Israel di Rafah, Bersiap Hadapi Terowongan Maut, Ruang Komando, Markas Rahasia Hamas

Dalam sebuah pernyataan, faksi-faksi tersebut menekankan, mereka “tidak akan tinggal diam,” karena “semua opsi (untuk eskalasi pertempuran) ada di meja,”.

Mereka juga memperingatkan akan konsekuensi bencana dan kemanusiaan dari setiap agresi darat di Rafah, yang menampung lebih banyak orang. dari 1,4 juta pengungsi Palestina.

Faksi-faksi Palestina menganggap pemerintahan Presiden AS Joe Biden dan pemerintah Barat bertanggung jawab penuh atas setiap invasi Israel ke Rafah, karena dukungan Barat terhadap Israel terus berlanjut meskipun pendudukan Israel melanggar berbagai konvensi dan hukum internasional.

Serukan Perlawanan di Tepi Barat

Dalam konteks yang sama, faksi-faksi tersebut menyerukan massa Palestina di kota-kota Tepi Barat untuk “bangkit” sebagai protes terhadap ancaman Israel untuk menyerang Rafah.

“Kami menyerukan kepada rakyat kami untuk mengubah Tepi Barat menjadi bola api di hadapan pemukim dan tentara Israel,” desak pernyataan itu.

Lebih lanjut, faksi-faksi Palestina menegaskan kalau perang genosida Israel tidak akan mengembalikan kekuatan militer pendudukan yang mereka nilai sudah kalah.

Mereka juga memperingatkan adanya “eskalasi dan ledakan menyeluruh yang akan mempengaruhi kawasan dan mengancam keamanan nasional, khususnya keamanan nasional Mesir,” jika terjadi invasi ke Rafah, yang berbatasan dengan Mesir.

Drama Bad Cop-Good Cop AS-Israel

Mengenai masalah yang sama, Ismail Haniyeh, kepala Biro Politik Hamas, menegaskan kalau sikap AS atas rencana penyerangan darat Rafah oleh Israel, mengindikasikan kalau Washington cuma bermain drama dengan mengatakan menolak serbuan tersebut tanpa adanya rencana evakuasi jutaan penduduk sipil Palestina di Rafah, Gaza Selatan.

Haniyeh menegaskan, Palestina tidak akan tertipu oleh drama bad cop-good cop (polisi baik-polisi jahat) yag dimainkan AS dan Israel.

bahwa "sikap Washington [terkait masalah ini] menipu" dan bahwa orang-orang Palestina "tidak jatuh ke dalam perangkap" tindakan polisi baik Amerika dan Israel. .

Haniyeh menekankan, dalam sebuah wawancara untuk Anadolu Agency Turki pada tanggal 21 April, bahwa “jika musuh memutuskan untuk pergi ke Rafah, rakyat kami tidak akan mengibarkan bendera putih, dan perlawanan siap untuk mempertahankan diri.”

(oln/khbrn/almydn/*)

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow