Hakim Malaysia tunda putusan kasus penyiksaan terhadap pekerja migran Indonesia, Mariance Kabu

Migrant Care Malaysia menilai penundaan putusan kasus dugaan perdagangan orang, penyiksaan dan percobaan pembunuhan yang dilakukan dua warga Malaysia terhadap pekerja migran Indonesia Mariance Kabu menjadi peluang untuk memperkuat bukti-bukti kejahatan tersebut.

Hakim Malaysia tunda putusan kasus penyiksaan terhadap pekerja migran Indonesia, Mariance Kabu

Migrant Care Malaysia menilai penundaan putusan kasus dugaan perdagangan orang, penyiksaan dan percobaan pembunuhan yang dilakukan dua warga Malaysia terhadap pekerja migran Indonesia Mariance Kabu menjadi peluang untuk memperkuat bukti-bukti kejahatan tersebut.

Sebelumnya sidang yang dipimpin Hakim di Mahkamah Sesyen Ampang, Mohd Norishman, hendak memutus apakah kedua terdakwa, Ong Su Ping Serene dan Sang Yoke Leng bersalah atau tidak. Namun diundur hingga 28 Juni 2024.

Hakim berpandangan penundaan ini diputuskan karena ingin mempelajari kembali fakta-fakta persidangan sebelumnya.

Selan itu hakim ingin menggali kondisi kejiwaan Mariance yang disebut oleh terdawa memiliki masalah psikis sehingga dengan sengaja menyakiti dirinya sendiri.

Seperti apa jalannya sidang?

Persidangan yang digelar pada Kamis (14/03) ini diawali dengan pernyataan pengacara dua terdakwa Ong Su Ping Serene dan Sang Yoke Leng yang menilai penggunaan UU Perdagangan Orang tidak tepat karena tidak memenuhi unsur perdagangan orang (trafficking).

Alasannya karena Mariance Kabu disebut datang ke Malaysia pada tahun 2013 dengan menggunakan Journey Performed Visa (JPV) atau visa tinggal sementara yang dapat dipergunakan untuk izin kerja.

Untuk kemudian surat izin kerja Mariance, klaim pengacara itu, diurus oleh agen resmi yang sah di Malaysa.

Pihak pengacara terdakwa juga menyebutkan Mariance secara sadar bekerja menjadi asisten rumah tangga dengan tanpa paksaan.

"Atas alasan itulah pihak terdakwa menganggap ini [Mariance] bukan korban perdagangan manusia, tapi Mariance datang sebagai turis ke Malaysia dan diurus surat izin kerjanya dan ini dibolehkan oleh kebijakan Malaysia," ujar Koordinator Migrant Care Malaysia, Alex Ong, pada Kamis (14/03) yang mengikuti persidangan.

"Jadi hubungannya Mariance dengan majikan, pekerja."

Selain menyanggah adanya unsur perdagangan orang, pihak pengacara terdakwa juga menyampaikan keraguannya atas bukti penyiksaan yang dialami Mariance.

Pengacara terdakwa menyebut luka-luka yang dialami Mariance disebabkan oleh kelalaiannya sendiri atau bukan atas perbuatan kliennya.

Pengacara terdakwa bahkan meragukan bukti-bukti penyiksaan yang diduga dilakukan kliennya. Penyiksaan berupa mencabut beberapa gigi Mariance pun klaimnya, tak bisa diartikan sebagai usaha pembunuhan.

Koordinator Migrant Care Malaysia, Alex Ong, mengatakan dalam persidangan memang tidak ada bukti meterial yang ditunjukkan oleh jaksa penuntut sebagai alat untuk menyiksa Mariance.

Itu mengapa pengacara terdakwa menuduh balik Mariance sengaja melukai dirinya sendiri karena mempunyai masalah tekanan jiwa.

  • Pekerja migran Indonesia yang selamat dari ‘neraka’ di Malaysia: 'Mengapa kamu siksa saya?'
  • Meriance Kabu: Mantan pekerja migran yang selamat dari penyiksaan di Malaysia

"Karena pengacara terdakwa mengatakan saat kejadian kekerasan itu terjadi kliennya ada di luar negara dan kunci ada di dalam rumah sehingga kapan saja dia [Mariance] bisa keluar dan mencari perlindungan."

"Maka jadi timbul pertanyaan apakah dia [Mariance] punya sifat menyakiti diri sendiri? Apakah dia dalam keadaan terkurung sampai ketakutan, tidak berani keluar atau mencari bantuan?" ujar Alex Ong.

"Tapi logikanya, seandainya Mariance punya masalah kejiwaan kenapa ditugaskan menjaga orangtua terdakwa? Apakah kalau jiwanya tidak stabil dia sanggup keluar negeri?" sambungnya.

Hakim tunda putusan

Menanggapi pernyataan pengacara terdakwa, jaksa penuntut menyampaikan bahwa elemen trafficking dalam UU Antipemerdagangan Orang dan Antipenyelundupan Migran (ATIPSOM) tidak sesederhana yang disampaikan pengacara.

Pengertian eksploitasi dan coercion (pemaksaan), sebut jaksa, memiliki pengertian luas.

Bentuk-bentuk eksploitasi dan pemaksaan dapat berupa banyak hal. Persetujuan korban (consent) untuk berangkat Malaysia dan menjadi PRT tidak dapat diartikan bahwa korban dapat disiksa, kata jaksa penuntut.

Terkait penyiksaan, jaksa berpendapat bahwa penyiksaan tidak mungkin dilakukan oleh orang lain selain majikan. Majikan disebut tidak melakukan upaya untuk mengobati korban untuk mencegah kemungkinan buruk terjadi.

Atas keterangan-keterangan tersebut, Hakim Mohd Norishman menunda pembacaan putusan pembuktian apakah kedua terdakwa itu bersalah atau tidak.

Hakim mengatakan akan mempelajari kembali keterangan yang disampaikan kedua pihak. Sidang selanjutnya dijadwalkan pada 28 Juni 2024.

Migrant Care: Hakim perlu periksa kejiwaan Mariance

Koordinator Migrant Care Malaysia, Alex Ong, memperkirakan pada sidang lanjutan 28 Juni mendatang hakim akan mendalami kasus tersebut. Terutama mencari bukti tambahan terkait masalah kejiwaan Mariance.

Hal itu membuktikan bahwa luka-luka yang dialami Mariance akibat dari penyiksaan yang dilakukan majikannya.

"Dari kasus Mariance yang belum diteliti dari sisi psikologisnya. Kalau seandainya ada sidang ulang maka perlu pakar atau psikolog yang membuat penelitian dari pribadi Mariance dan kondisi psikologi masyarakat di Kupang," jelas Alex Ong.

"Jadi kalau hakimnya arif, dia akan panggil psikolog untuk memenuhi yang kurang lengkap."

Alex Ong berharap laporan kejiwaan Mariance bakal mengungkap kebenaran kasus ini karena bagaimanapun luka fisik pada tubuh Mariance menunjukkan dia korban kekerasan.

Mariance: 'Saya berharap dia bertanggung jawab atas kejahatannya'

Dalam sebuah video yang diterima BBC News Indonesia, Mariance berharap Pengadilan Malaysia mengungkap kebenaran atas apa yang dialaminya.

Dengan begitu keadilan yang diperjuangkannya selama sepuluh tahun bisa diperoleh.

"Saya tetap berjuang dan menunggu keadilan itu akan terungkap dengan baik," kata Mariance.

Ia juga kembali menyinggung soal perlakuan bekas majikannya yang disebut "kejahatan". Mariance ingin Ong Su Ping Serene mempertanggung jawabkan perbuatan itu.

"Sampai mati saya akan tetap menunggu keadilan itu akan terungkap seadil-adilnya."

"Saya juga memastikan, saya tidak bersalah. Kalau saya bersalah, saya pasti tidak dipulangkan ke Indonesia."

"Saya buka suara untuk perjuangan dan keadilan, bukan untuk diri saya sendiri tapi saudara-saudara yang menjadi korban bahkan yang sudah almarhum. Karena suara mereka tidak lagi ada..."

Seperti apa perjalanan kasus Mariance?

Mariance Kabu merupakan warga Nusa Tenggara Timur yang diberangkatkan ke Malaysia untuk menjadi pekerja migran.

Dia merantau ke Malaysia dan menjadi pembantu rumah tangga dengan harapan bisa keluar dari kemiskinan dan bisa menghidupi empat anaknya dengan layak.

Pada April 2014 lalu, Mariance direkrut oleh PT. Malindo Mitra Perkasa melalui petugas lapangan atas nama Tedy Moa dan Piter Boki.

Dengan bujuk rayu dan iming-iming gaji tinggi serta gratis pengurusan adminstrasi ia akhirnya berangkat.

Tapi alih-alih mendapatkan pekerjaan yang baik dan gaji layak, dia justru mendapatkan penyiksaan dari majikan perempuannya Ong Su Ping Serene.

Selama bekerja Mariance diperlakukan dengan kejam, seperti ditendang dan dipukul bahkan disiksa menggunakan alat rumah tangga seperti setrika.

Penyiksaan itu membuatnya catat secara fisik pada kedua telinga dan mulutnya. Beberapa giginya juga sempat dicabut menggunakan tang.

Selama delapan bulan bekerja dan hidup dalam penyiksaan, Mariance berharap ada pertolongan. Beberapa kali dia mencoba kabur, tapi akses keluar dari hunian majikannya ditutup.

Berbekal potongan kertas bertuliskan permintaan pertolongan yang dilemparkan Mariance kepada seorang tetangga, akhirnya polisi setempat datang dan menyelamatkannya.

  • Kasus penyiksaan pekerja migran Indonesia asal NTT, saksi polisi Malaysia sebut korban alami kekerasan - ‘Kepala retak, muka lebam'
  • Mafia perdagangan pekerja migran NTT: Mengungkap modus 'rayuan surgawi' hingga jalur 'kejahatan mengerikan'

Sejak Januari 2015 silam, majikan Mariance yakni Ong Su Ping Serene menjalani proses persidangan untuk mempertanggungjawabakan perbuatannya. Tapi dia membantah semua tuduhan jaksa wilayah setempat dan berkeras tidak melakukan penyiksaan.

Pada Oktober 2017, Pengadilan Malaysia memberikan status Discharges Not Amounting to an Acquittal (DNAA) pada Ong Su Ping Serene.

Status itu berarti Ong Su Ping Serene dilepas dari tahanan namun tidak dibebaskan. Ia bisa dipanggil kapan saja ke pengadilan untuk menghadapi dakwaan yang sama.

Hingga pada 14 Maret 2024, Pengadilan Malaysia menggelar apa yang disebut "Prima Facie" atau putusan sela yang akan memutuskan apakah bekas majian Mariance itu dinyatakan bersalah atau tidak.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow