Informasi Terpercaya Masa Kini

Hukum Bayi Tabung dalam Islam, Berikut Ini Penjelasan dan Dalilnya

0 2

Memiliki anak melalui jalan bayi tabung menjadi ikhtiar sebagian suami istri di era moderen ini. Lantas, apa sebenarnya hukum bayi tabung dalam Islam ya, Bunda?

Menanti kehadiran omongan selama bertahun-tahun tak ditampik membuahkan kegelisahan pada akhirnya. Sementara, usia satu sama lain dari pasangan suami istri sudah tak lagi muda sehingga kemungkinan memiliki anak semakin kecil dan berisiko ya, Bunda.

Ya, meskipun kegundahan menyelimuti, Islam sendiri senantiasa mengingatkan untuk tidak berputus asa dan tetap berikhtiar serta tawakal dalam segala hal yang diinginkan. Walaupun melewatinya terkadang tidaklah mudah, seperti saat menanti hadirnya momongan, rasa putus asa sebaiknya dijauhkan ya, Bunda, karena tentunya semua kesulitan dijanjikan ada solusinya oleh Allah.

Seiring dengan kemajuan teknologi, urusan mendapatkan anak semakin dipermudah dengan jalan bayi tabung atau in vitro fertilization (IVF). Tak sedikit para pasutri yang terbantu dengan adanya teknologi ini sehingga impian mendapatkan anak bisa terwujud.

Baca Juga : Bunda, Ini 3 Doa Penting yang Bisa Dipanjatkan selama KehamilanMengenal bayi tabung

Bayi tabung merupakan terjemahan dari artificial insemination. Artificial artinya buatan atau tiruan, sedangkan insemination berasal dari bahasa Latin ‘inseminatus’ yang artinya pemasukan atau penyimpanan. 

Bayi tabung atau dalam bahasa kedokteran disebut in vitro fertilization (IVF) adalah suatu upaya memperoleh kehamilan dengan jalan mempertemukan sel sperma dan sel telur dalam suatu wadah khusus tanpa melalui senggama (sexual intercourse). 

Pada kondisi normal, pertemuan ini berlangsung di dalam saluran tuba. Dalam proses bayi tabung atau IVF, sel telur yang sudah matang diambil dari indung telur lalu dibuahi dengan sperma di dalam sebuah medium cairan. 

Setelah berhasil, embrio kecil yang terjadi dimasukkan ke dalam rahim dengan harapan dapat berkembang menjadi bayi. Proses yang berlangsung di laboratorium ini dilaksanakan sampai menghasilkan suatu embrio yang akan ditempatkan pada rahim ibu.

Embrio ini juga dapat disimpan dalam bentuk beku dan dapat digunakan kelak jika dibutuhkan seperti dikutip dari Jurnal Al ‘Adl berjudul Bayi Tabung dalam Pandangan Islam yang ditulis Mu. Idris, dan di kutip dari laman Ejournal.iainkendari.

Bayi tabung merupakan pilihan untuk memperoleh keturunan bagi ibu- ibu yang memiliki gangguan pada saluran tubanya. Pada kondisi normal, sel telur yang telah matang akan dilepaskan oleh indung telur (ovarium) menuju saluran tuba (tuba fallopi) untuk selanjutnya menunggu sel sperma yang akan membuahi. Jika terdapat gangguan pada saluran tuba maka proses ini tidak akan berlangsung sebagaimana mestinya. 

Proses bayi tabung adalah proses  sel telur perempuan dan sel sperma pria diambil untuk menjalani proses pembuahan. Proses pembuahan sperma dengan ovum dipertemukan di luar kandungan pada satu tabung yang dirancang secara khusus. Setelah terjadi pembuahan lalu menjadi zygot kemudian dimasukkan ke dalam rahim sampai dilahirkan.

Hukum bayi tabung dalam Islam

Dalam pandangan Islami, keberadaan teknologi bayi tabung bisa membantu pasangan suami istri yang keduanya atau salah satunya mandul atau ada hambatan alami pada suami atau istri, menghalangi bertemunya sel sperma dan sel telur. Misalnya karena tuba fallopi terlalu sempit atau ejakulasinya terlalu lemah. 

Akibat(mafsadah) dari bayi tabung Percampuran Nasab,padahal Islam sangat menjaga kesucian atau kehormatan kelamin dan kemurnian nasab, karena ada kaitannya dengan kemahraman (siapa yang halal dan haram dikawini) dan kewarisan. 

1. Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam. 

2. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi/ zina karena terjadi percampuran sperma dengan ovum tanpa perkawinan yang sah. 

3. Kehadiran anak hasil inseminasi buatan bisa menjadi sumber konflik di dalam rumah tangga terutama bayi tabung dengan bantuan donor merupakan anak yang sangat unik yang bisa berbeda sekali bentuk dan sifat sifat fisik dan karakter/mental si anak dengan bapak ibunya.  

4. Anak hasil inseminasi buatan/bayi tabung yang percampuran nasabnya terselubung dan sangat dirahasiakan donornya adalah lebih jelek daripada anak adopsi yang pada umumnya diketahui asal dan nasabnya. 

5. Bayi tabung lahir tanpa proses kasih sayang yang alami terutama pada bayi tabung lewat ibu titipan yang harus menyerahkan bayinya pada pasangan suami istri yang punya benihnya, sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan antara anak dengan ibunya secara alami. 

Dalam QS Al Luqman ayat 14 dijelaskan bahwa, “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang orang ibu- bapanya, ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”

Mengenai status anak hasil inseminasi dengan donor sperma atau ovum menurut hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi. 

UU Perkawinan pasal 42 No.1/1974:”Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah maka memberikan pengertian bahwa bayi tabung dengan bantuan donor dapat dipandang sah karena ia terlahir dari perkawinan yang sah. 

Masalah tentang bayi tabung ini memunculkan banyak pendapat, boleh atau tidak? Misalnya Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun 1980, mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor sebagaimana diangkat oleh Panji Masyarakat edisi nomor 514 tanggal 1 September 1986. 

Lembaga Fiqih Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman tahun 1986 mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor atau ovum, dan membolehkan pembuahan buatan dengan sel sperma suami dan ovum dari isteri sendiri.

1. Pengambilan sel telur 

Pengambilan sel telur dilakukan dengan dua cara, cara pertama: indung telur di pegang dengan penjepit dan dilakukan pengisapan. Cairan folikel yang berisi sel telur di periksa di mikroskop untuk ditemukan sel telur.

Sedangkan cara kedua (USG) folikel yang tampak di layar ditusuk dengan jarum melalui vagina kemudian dilakukan pengisapan folikel yang berisi sel telur seperti pengisapan laparoskopi. 

Yusuf Qardawi mengatakan dalam keadaan darurat atau hajat melihat atau memegang aurat diperbolehkan dengan syarat keamanan dan nafsu dapat dijaga. Hal ini sejalan dengan kaidah ushul fiqih:

Maksudnya:  

Kebutuhan yang sangat penting itu diperlakukan seperti keadaan terpaksa ( darurat). Dan keadaan darurat itu membolehkan hal-hal yang dilarang. 

Dalam keadaan seperti ini seseorang boleh melihat dan memegang aurat wanita karena bukan lagi darurat sebab banyak di saat sekarang ini dokter dari kaum wanita. 

2. Pengambilan sel sperma 

Untuk mendapatkan sperma laki- laki dapat ditempuh dengan cara : 

a. Istimna’ ( onani) 

b. Azl ( senggama terputus) 

c. Dihisap dari pelir ( testis) 

d. Jima’ dengan memakai kondom 

e. Sperma yang ditumpahkan ke dalam vagina yang disedot tepat dengan spuit 

f. Sperma mimpi malam.

Diantara kelima cara di atas, cara yang dipandang baik adalah dengan cara onani (masturbasi) yang dilakukan di rumah sakit. 

Pendapat para ulama : 

1. Ulama Malikiyah, Syafi’iyah, Zaidiyah, mengharamkan secara multak berdasarkan Al-Qur’an surat Al- Mu’minun ayat 5-7, dimana Allah telah memerintahkan manusia untuk menjaga kehormatan kelamin dalam setiap keadaan, kecuali terhadap istri dan budak. 

2. Ulama Hanabilah mengharamkan onani, kecuali khawatir berbuat zina atau terganggu kesehatannya, sedang ia tidak punya istri atau tidak mampu kawin. Yusuf Qardawi juga sependapat dengan ulama Hanabilah. 

3. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa istimna’ pada prinsipnya diharamkan, namun istimna’ diperbolehkan dalam keadaan tertentu bahkan wajib, jika dikhawatirkan jatuh kepada perbuatan zina. Hal ini didasari oleh kaidah ushul adalah:

Maksudnya: 

Menghindari madarat (bahaya) mencari atau menarik maslahah atau kebaikan.

Lebih lanjut, ada 2 hal yang menyebutkan bahwa bayi tabung itu halal, yaitu: 

1. Sperma tersebut diambil dari si suami dan indung telurnya diambil dari istrinya kemudian disemaikan dan dicangkokkan ke dalam rahim istrinya. 

2. Sperma si suami diambil kemudian di suntikkan ke dalam saluran rahim istrinya atau langsung ke dalam rahim istrinya untuk disemaikan. 

Hal tersebut dibolehkan asal keadaan suami isteri tersebut benar-benar memerlukan inseminasi buatan untuk membantu pasangan suami isteri tersebut memperoleh keturunan. 

Seperti dikutip dari laman MUI, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejak lama telah mengeluarkan fatwa tentang Bayi Tabung/Inseminasi Buatan. Fatwa MUI yang ditandatangani di Jakarta, 13 Juni 1979 ini, berkesimpulan sebagai berikut:

Pertama, bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang sah hukumnya mubah alias boleh. Sebab hal ini termasuk ikhtiar berdasarkan kaidah-kaidah agama.

Kedua, bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram.

Ini berdasarkan kaidah sadd az-zari’ah (menolak dampak negatif/mudarat), sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan. Khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya.

Ketiga, bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah sadd az-zari’ah.

Sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.

Keempat, bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasutri yang sah hukumnya haram. Karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina).

Keharamannya juga didasarkan pada kaidah sadd az-zari’ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.

Demikian fatwa MUI ihwal hukum bayi tabung dalam Islam yang tidak bisa dipukul rata kebolehan ataupun keharamannya. Melainkan harus dilihat dari mana sperma dan ovum berasal, dititipkan di rahim siapa, dsb.

Kesimpulannya, bayi tabung hanya boleh dilakukan dengan syarat sperma dan ovum berasal dari pasutri yang sah dan embrio si bayi tidak dititipkan kepada rahim isteri/perempuan lain.

Tindakan haram hukum bayi tabung

Dalam pelaksanaannya, sesuai fatwa dari MUI ada beberapa tindakan yang bisa menjadi haram hukumnya dalam tata laksana bayi tabung. Berikut ini penjabarannya ya, Bunda:

1. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami istri yang sah hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhtiar berdasarkan kaidah-kaidah agama.

2. Bayi tabung dari pasangan suami istri dengan titipan rahim istri yang lain (misalnya dari istri kedua dititipkan pada istri pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).

3. Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.

4. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami istri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.

Pilihan Redaksi

  • Hukum Melahirkan dengan Bantuan Dokter Laki-laki Menurut Islam
  • Hukum Ngidam saat Hamil dalam Islam, Haruskah Suami Turuti Kemauan Istri?
  • Tak Kunjung Hamil Diduga Jadi Alasan Michelle Yeoh Pisah dengan Dickson Poon

Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!

Leave a comment