Utang Tidak Kunjung Dibayar, Ini Komentar Jusuf Hamka
TEMPO.CO, Jakarta – Bos jalan tol Jusuf Hamka, yang akrab disapa Babah Alun, mengungkapkan hingga saat ini, penyelesaian utang sebesar Rp 800 miliar yang menjadi hak perusahaan yang dikelolanya belum menemui titik terang. Jusuf menyampaikan upaya hukum sudah dilakukan, namun hasilnya nihil.
“Seperak juga belum, saya diajak ngomong aja belum, apalagi dibayar. Seperak juga kagak,” ujarnya kepada Tempo saat ditemui usai diundang di Rakortas Kemenko Perekonomian, Jumat, 17 Agustus 2025.
Meski persoalan utang-piutang itu belum selesai, Jusuf memilih untuk tidak larut dalam kemarahan atau frustrasi. Ia mengaku menyerahkan penyelesaian masalah tersebut pada kuasa Tuhan. “Serahkan Gusti Allah yang terbaik aja,” katanya.
Ketika ditanya apakah ada rencana untuk menagih kembali atau mengambil langkah hukum lain, Jusuf menegaskan dirinya tidak akan melanjutkan proses hukum. Menurutnya, semua jalur hukum yang tersedia telah ditempuh, namun tidak membuahkan hasil.
“Menagih sih pasti, cuma kalau yang ditagih nggak mau bayar, maksudnya masa kita terus harus marah-marah? Nggak juga kan. Ya sudah, mungkin saya bisa berprasangka baik saja,” tuturnya.
Ia berkeyakinan bahwa pihak yang berutang mungkin sedang sibuk dan belum sempat menyelesaikan kewajiban mereka. Jusuf memilih untuk mendoakan agar suatu saat utang tersebut dapat dilunasi.
Dalam pandangannya, doa adalah satu-satunya cara yang tersisa untuk menyelesaikan persoalan ini. “Kami sekarang nggak usah pakai hukum, nggak usah pakai apa pun lah, karena hukum sudah lewat, semua sudah kami lewati, kami pakai doa. Siapa tahu doa didengar Allah,” ucap Jusuf penuh harap.
Meskipun belum ada kejelasan terkait pembayaran utang tersebut, Jusuf tetap optimistis dan memilih untuk tidak membiarkan persoalan ini memengaruhi semangatnya dalam berkontribusi pada pembangunan infrastruktur nasional.
Sebelumnya, di tahun 2004, PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) mengajukan gugatan. Mahkamah Agung memutuskan pemerintah sebagai pihak bersalah pada 2010. Pemerintah juga diwajibkan membayar deposito CMNP beserta bunganya sebesar 2 persen per bulan. Besarannya mencapai Rp 78.843.577.534,20 plus bunga.
Namun lima tahun berselang, pemerintah tak juga melaksanakan isi putusan tersebut. Pada 2015, CMNP kembali mengajukan permohonan teguran atau peringatan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Atas permohonan itu, Ketua Pengadilan Negeri Jaksel kemudian menegur kepada pemerintah agar melaksanakan isi putusan pada 2010. Saat itu CMNP menagih pembayaran kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjadi sebesar Rp 389,86 miliar.
Jumlah utang pemerintah pun membengkak jadi Rp 800 miliar pada 2020. Ketika itu, Jusuf telah bersurat ke Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu pada 2019 hingga 2020. Namun, DJKN selalu mengatakan sedang melakukan verifikasi di Kemenkopolhukam. Jusuf Hamka lantas bersuara untuk menagih utang pemerintah lantaran proses verifikasi sudah berlangsung tiga tahun tanpa hasil.
“Negara kalau punya piutang ke warga, negara bisa memaksa, menyandera, memblokir rekening, menyita barang-barang, tapi warga ke negara tidak bisa. Itulah hukum kita,” kata dia beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Jusuf membantah apabila langkah hukum ini hanya untuk mencari perhatian masyarakat. Dia menyebut langkah menagih utang ke negara ini merupakan upaya mencari keadilan.
“Saya tidak mencuri rame, saya sedang mencari kebenaran dan keadilan. Keadilan bukan buat saya, kalau bisa berhasil keadilan ini buat orang yang mempunyai piutang terhadap negara,” kata Jusuf Hamka.
Pilihan Editor: Mengapa PMK Mewabah Lagi