Asosiasi Tekstil Datangi Kantor Kemenperin, Ini yang Dibahas
TEMPO.CO, Jakarta – Sejumlah asosiasi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) melakukan audiensi dengan pemerintah terkait kabar ambruknya puluhan perusahaan tekstil di Tanah Air. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi) Redma Gita Wirawasta mengatakan pertemuan ini membahas mengenai rencana revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
“Kalau dari asosiasi kan inginnya kembali ke Permendag 36/2023 dan Permenperin 5/2024, karena Permendag 8 menghilangkan peraturan teknis (Pertek) untuk impor pakaian jadi yang berpengaruh pada kenaikan impor,” ujar Redma saat ditemui Tempo usai audiensi di Kantor Kementerian Perindustrian, Kamis, 19 Desember 2024.
Redma mengatakan, lonjakan impor pakaian jadi menjadi salah satu faktor terbesar yang menyebabkan jatuhnya industri tekstil tanah air. Menurut dia, Permendag 8/2024 yang menghapus Pertek untuk perizinan impor pakaian jadi, terbukti menaikkan impor pakaian jadi hingga 18 kali lipat dibanding sebelumnya.
Redma menjelaskan, industri TPT merupakan sebuah ekosistem yang terdiri dari hulu hingga hilir, sehingga apabila terjadi gangguan pada salah satu bagiannya, akan berpengaruh pada bagian yang lain. Dia menyebut, impor pakaian jadi tidak hanya berpengaruh pada produksi garmen saja. Lebih dari itu, dampaknya bisa sampai ke hulu produksi serat, benang, dan industri terkait lainnya.
“Artinya, ini menganggu seluruh rantai industri, bukan produksi garmen saja,” kata dia.
Redma menuturkan, pertemuan ini baru permulaan sehingga belum menghasilkan keputusan final. Nantinya, masih akan dilakukan audiensi lanjutan untuk merumuskan jalan terbaik bagi semua pihak terkait.
Adapun audiensi ini tak hanya dihadiri oleh Apsyfi dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) saja, tetapi juga dihadiri oleh asosiasi konveksi, asosiasi pengusaha sepatu, serta asosiasi ritel. Sedangkan, dari dari pemerintah hadir perwakilan dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Perdagangan (Kemendag), Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), serta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian).
Sebelumnya, Apsyfi melaporkan sebanyak 60 perusahaan tekstil berguguran dalam dua tahun terakhir. Redma merinci, sebanyak 34 perusahaan tutup dan berhenti beroperasi, sisanya melakukan efisiensi berupa pengurangan tenaga kerja atau pemutusan hubungan kerja (PHK), merumahkan tenaga kerja, dan relokasi.
“Hal ini mengakibatkan sekitar 250 ribu karyawan mengalami PHK,” ujarnya.
Jumlah ini berpotensi terus meningkat. Sebab, tidak semua perusahaan tekstil langsung melapor pada asosiasi ketika tutup. Mereka, kata Redma, biasanya baru akan melapor ketika kewajiban kepada pekerjanya telah terpenuhi.
Pilihan Editor: PT KAI Sediakan 54 Ribu Tiket Tambahan dari Bandung Antisipasi Libur Natal dan Tahun Baru