Dapat Pinjaman Rp 9,4 Triliun dari Bank Luar Negeri, BNI: Untuk Pembiayaan Kembali Utang yang Ada
TEMPO.CO, Jakarta – PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) akan mendapat pinjaman sebesar 600 juta USD atau sekitar Rp 9,4 triliun (kurs Rp 15.718) pada 20 November 2024. Suntikan dana segar itu hasil penandatanganan Facility Agreement antara BNI dengan Oversea-Chinese Banking Corporation Ltd., Bank of America, National Association-Singapore Branch, CIMB Bank Berhad Singapore Branch, CTBC Bank co, Ltd, DBS Bank Ltd, dan The Hongkong and Shanghai Banking Corporation Limited, dan Singapore Branch sebagai Mandated Leas Arrangers & Bookrunners (MLAB) pada 8 November 2024.
“PT Bank DBS Indonesia akan bertindak sebagai Agen untuk fasilitas pinjaman ini. Apabila telah memenuhi syarat dan ketentuan, dana akan masuk pada tanggal 20 November 2024,” kata Sekretaris Perusahaan Okki Rushartomo dalam keterbukaan informasi di situs Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin, 11 November 2024.
Okki mengatakan, fasilitas pinjaman ini berjangka waktu empat tahun dan tanpa pinjaman. Dia menyebut dana hasil pinjaman ini akan digunakan untuk pembiayaan utang yang ada sekaligus keperluan perusahaan. “Loan akan digunakan antara lain untuk pembiayaan kembali utang yang ada (debt refinancing) serta akan digunakan untuk keperluan pembiayaan dan pendanaan umum Perseroan,” kata Okki.
Karena itu, Okki mengatakan fasilitas pinjaman ini akan berdampak positif bagi kondisi keuangan perseroan. Hingga kuartal III-2024, BNI membukukan laba bersih senilai Rp16,3 triliun berkat pulihnya pendapatan operasional dan kualitas aset yang terjaga dengan baik. “Kinerja solid BNI pada kuartal III-2024 mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghadapi tantangan ekonomi, baik domestik maupun global,” kata Direktur Utama BNI Royke Tumilaar dalam konferensi pers, di Jakarta, pada Jumat, 25 Oktober 2024 seperti dikutip Antara.
BNI mencatatkan pemulihan kinerja terutama pada kuartal III-2024. Pendapatan operasional sebelum pencadangan atau PPOP pada kuartal III-2024 mencapai Rp 8,8 triliun atau telah hampir menyentuh posisi tertingginya pada kuartal III tahun lalu sebesar Rp 8,9 triliun.
Pilihan editor: 80 Persen Pasokan Susu untuk Konsumsi Berasal dari Impor, Budi Arie: Produksi Dalam Negeri Tak Cukup