Dukung Hak Angket Kecurangan Pilpres tapi Ogah Keluar Koalisi Pemerintah,Ini Alasan Nasdem dan PDIP

- Sama-sama mendukung hak angket kecurangan Pilpres 2024, dua partai politik besar ini ternyata masih betah berada dalam pemerintahan. Mereka adalah Partai Nasdem dan PDI Perjuangan yang sebelumnya menjadi pendukung utama pemerintahan Jokowi. Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh mengatakan wacana penggunaan hak angket DPR untuk menginvestigasi kecurangan pemilu, merupakan jalur yang legal dan disediakan oleh negara. Pengajuan hak...

Dukung Hak Angket Kecurangan Pilpres tapi Ogah Keluar Koalisi Pemerintah,Ini Alasan Nasdem dan PDIP

SURYA.co.id - Sama-sama mendukung hak angket kecurangan Pilpres 2024, dua partai politik besar ini ternyata masih betah berada dalam pemerintahan.

Mereka adalah Partai Nasdem dan PDI Perjuangan yang sebelumnya menjadi pendukung utama pemerintahan Jokowi.

Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh mengatakan wacana penggunaan hak angket DPR untuk menginvestigasi kecurangan pemilu, merupakan jalur yang legal dan disediakan oleh negara.

Pengajuan hak angket itu merupakan hak konstitusional yang wajib dihormati dan dihargai.

“Kalian tahu itu hak konstitusional. Saya pikir wajib. Bukan hanya sekadar mengiyakan, tapi wajib untuk menghormati, menghargai hak-hak konstitusional itu,” kata Surya, Jumat lalu.

Baca juga: Akhirnya Mahfud MD dan Yusril Sependapat Soal Hak Angket Tak Ubah Hasil Pemilu, Ini Kata Pengamat

Politisi Nasdem yang juga Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa menyebut, tidak sulit untuk merealisasikan penggunaan hak angket DPR guna menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024.

Dia menjelaskan, usul hak angket DPR hanya perlu disetujui oleh 25 anggota DPR dan lebih dari satu fraksi.

Selanjutnya, usulan tersebut dibawa ke sidang paripurna. Jika lebih dari setengah jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna setuju, maka hak angket memenuhi syarat untuk digunakan.

“Kalau paripurna setuju, jalan itu (hak angket), enggak terlalu rumit,” kata Saan dalam program Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Jumat (23/2/2024).

Namun, terlepas dari kengototan Partai Nasdem mengajukan hak angket kecurangan Pilpres, ternyata sampai saat ini mereka masih nyaman di pemerintahan Jokowi. 

Bahkan, Partai Nasdem menegaskan mendukung Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sampai akhir masa jabatan selesai.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Nasdem Hermawi Taslim mengatakan, Nasdem tidak akan keluar kecuali Jokowi yang meminta Nasdem untuk keluar.

"Kita tidak akan keluar kecuali kita dikeluarkan, dan nampaknya keberadaan itu tetap seperti itu sampai selesai periode ini, kita tetap menjadi pemerintahan," kata Hermawi dalam acara Gaspol Kompas.com yang ditayangkan pada Senin (27/2/2024) malam.

Alasan Nasdem tak keluar dari kabinet saat ini karena Jokowi tidak mendepak partai yang dipimpin Surya Paloh itu.

Hermawi meyakini bahwa Jokowi tidak akan mengeluarkan Nasdem seperti Jokowi mempertahankan oposisi yang juga berbeda pandangan politik terkait pemilihan presiden (pilpres) 2024.

"Lihat saja PKB, Golkar, dia (Jokowi) enggak akan pernah (mengeluarkan) karena kita pernah bersama-sama," imbuh Hermawi.

Hermawi mengatakan, Nasdem telah berkontribusi untuk membangun pemerintahan Presiden Jokowi.

Sebab itu, Jokowi dinilai masih menghargai jasa Nasdem yang mendukungnya sejak awal.

Selain itu, Hermawi juga menyebut Nasdem tidak memiliki niat untuk keluar dari Kabinet Indonesia Maju.

"Dan kita tidak ada niat untuk keluar, dan itu bagian dari tanggungjawab kita. Pemerintahan ini dulu kita perjuangkan, sudah jadi, kita diajak kita ikut ya sudah kita di dalam dengan segala kepahitannya," pungkas dia.

Seperti diketahui, Nasdem bersama PKB dan Partai Keadilan Sejatera membentuk Koalisi Perubahan untuk mengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dalam Pilpres 2024. Pasangan ini mengusung ide perubahan. 

Sementara pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang diusung Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional, Partai Demokrat, dan Partai Golkar, mendukung isu melanjutkan pemerintahan Jokowi. 

Sedangkan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD kerap menyuarakan perbaikan. 

Megawati Tak Ingin 

Sebelumnya, PDI Perjuangan memastikan akan mengajukan hak angket DPR untuk memeriksa dugaan kecurangan Pilpres 2024. 

Meski begitu, PDIP memastikan hak angket kecurangan Pilpres 2024 itu tidak dimaksudkan untuk memakzulkan Presiden Jokowi. 

Bahkan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tidak menginginkan pemerintahan yang dipimpin Presiden Jokowi goyah sebelum masa tugas berakhir. 

Hal ini diungkapkan Ketua Tim Demokrasi Keadilan (TDK) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis dalam keterangannya pada Senin (26/2/2027).  

Menurut Todung hak angket dimaksudkan untuk membongkar kecurangan dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024.

"Proses pemakzulan itu terpisah dengan angket yang jalan sendiri, tetapi jika bahan hasil angket menjadi bahan untuk pemakzulan itu persoalan lain. Sekarang ini, hak angket tidak ada hubungannya dengan pemakzulan,” kata Todung dalam keterangannya, Senin (26/2/2024).

Dia juga menegaskan bahwa penekanan dari hak angket adalah mengungkap dugaan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) pada masa sebelum pencoblosan, saat pencoblosan, dan setelah pencoblosan.

Sementara itu, dari sisi hukum, proses pemakzulan presiden terpisah dari hak angket yang akan digulirkan di DPR RI.

Todung menjelaskan, hak angket dilakukan untuk menemukan intervensi kekuasaan atau kecurangan TSM.

“Hak angket bukan untuk pemakzulan. Ibu Megawati juga tidak ingin pemerintahan goyah sampai 20 Oktober 2024, dan Ibu Megawati tidak memerintahkan para menteri dari PDI Perjuangan untuk mundur,” tegas Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud ini.

Todung menyebutkan, dugaan kecurangan Pemilu 2024 terjadi sejak masa pra pencoblosan hingga setelah pencoblosan.

Pada masa pra pencoblosan, intervensi membuat kekuasaan tidak netral.

Hal ini, menurut Todung, bisa dilihat di media massa dan media sosial.

Kemudian, politisasi bantuan sosial (bansos) begitu masif, padahal sebelumnya tidak pernah terjadi seperti pada Pemilu 2024.

Dia juga menyoroti nilai bansos yang dibagikan bukan dalam jumlah kecil, yakni Rp 496,8 triliun.

Mengutip para ahli psikologi politik, Todung menegaskan bahwa ada korelasi antara perilaku pemilih dengan politisasi bansos.

Mahfud MD dan Yusril Kompak 

Mahfud MD akhirnya memiliki pemikiran serupa dengan ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra terkait wacana hak angket DPR untuk memeriksa kecurangan pemilu 2024. 

Mahfud MD yang juga calon wakil presiden nomor urut 3 menegaskan bahwa hak angket ini tidak akan mengubah hasil pemilu.  

Dijelaskan Mahfud, hak angket itu urusan DPR dan partai politik. 

Dan pihak yang bisa diangket adalah pemerintah menyangkut terkait kebijakan-kebijakannya. 

"Bukan hasil pemilunya. Hak angket itu tidak akan mengubah keputusan KPU.

Baca juga: Beda Ganjar dan Mahfud MD Soal Hak Angket Kecurangan Pilpres, Bendahara Nasdem: Tak Ditentukan Anies

"Tidak akan mengubah keputusan MK nantinya, itu jalur tersendiri," tegas Mahfud MD ditemui di Sleman, Yogyakarta seperti dikutip dari Kompas TV, Senin (26/2/2024). 

Diuraikan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini, hak angket menurut konstitusi adalah hak yang dipunyai DPR untuk melakukan angket atau pemeriksaan dan penyelidikan dalam cara tertentu terhadap kebijakan pemerintah.

Kebijakan pemerintah ini bisa berupa penggunaan anggaran dan wewenang-wewenang. 

Bahwa dalam hal ini ada kaitannya dengan KPU, menurut Mahfud hal itu masalah lain, karena KPU dan bawaslu tidak bisa diangket. 

"Yang bisa diangket itu pemerintah. Kalau ada kaitan pemilu, boleh. Kan kebijakan dikaitkan dengan pemilu. Tapi yang diperiksa pemerintah. Tinggal politiknya aja. Kalau bolehnya, sangat-sangat boleh," tegasnya. 

Mahfud tidak sepakat dengan wacana yang menyebut bahwa hak angket tidak cocok untuk pemilu. 

"Siapa bilang gak cocok. Bukan pemilunya, tapi kebijakan yang berdasar kewenangan tertentu," katanya. 

Meski demikian, Mahfud menegaskan tidak akan ikut campur masalah itu karena menjadi wewenang sepenuhnya DPR dan partai politik. 

"Saya gak ikut disitu. Karena saya tidak punya wewenang untuk itu.

Tapi kalau saya ditanya apakah boleh, amat sangat boleh," pungkasnya. 

Pandangan Mahfud ini serupa yang disampaikan Yusril. 

Menurut Yusril Ihza Mahendra, hak angket untuk melakukan penyelidikan bisa saja dilakukan asalkan didukung mayoritas anggota DPR.

Menurut Yusril, hak angket hanya bersifat rekomendasi dari DPR dan tidak mengubah hasil Pemilu jika telah ditetapkan MK.

"Apapun hasilnya nanti, itu kan (hak angket) berupa rekomendasi dari DPR. Tapi apapun rekomendasi dari DPR itu tidak menggugurkan putusan MK andai kata persidangan ini dilakukan," ujarnya.

"Jadi menurut saya sih sebenarnya perlu ada sidang MK untuk menyelesaikan sengketa Pilpres ini supaya ada kepastian hukum," ucapnya menambahkan.

Sebab, kata dia, DPR melalui hak angket susah menginvestigasi KPU lantaran belum ada putusan hukum yang pasti.

"Jadi, kalau dia dibawa ke MK ya mudah-mudahan ada putusan MK," imbuh Yusril.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Todung Mulya Lubis: Hak Angket Tidak Ada Hubungannya dengan Pemakzulan Presiden"

>>>Ikuti Berita Lainnya di News Google SURYA.co.id

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow