Dissenting Opinion Hakim MK Minta Pemungutan Suara Ulang, Ini Kata Bawaslu

Bawaslu menanggapi dissenting opinion tiga hakim MK yang meminta pemungutan suara ulang alias PSU.

Dissenting Opinion Hakim MK Minta Pemungutan Suara Ulang, Ini Kata Bawaslu

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu menanggapi soal dissenting opinion alias pendapat berbeda tiga hakim Mahkamah Konstitusi (MK)--Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Enny Nurbaningsih--yang meminta pemungutan suara ulang alias PSU.

"Ya itu hak konstitusional hakim MK yang harus kami hormati," ujar Anggota Bawaslu, Totok Hariyono, kepada Tempo lewat aplikasi perpesanan, Selasa, 23 April 2024. "Kami maknai sebagai sebuah koreksi buat kami semua dalam menegakkan keadilan pemilu dan demokrasi kita."

Sementara itu Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, belum menanggapi soal dissenting opinion dari Saldi, Arief, dan Enny. Pesan maupun telepon yang dikirimkan Tempo belum dijawab hingga berita ini ditulis.

Sebelumnya diberitakan, Saldi, Arief, dan Enny memiliki dissenting opinion dalam sengketa pilpres yang diajukan oleh Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud.

Tiga hakim tersebut berpendapat bahwa Mahkamah Konstitusi harusnya mengabulkan sebagian permohonan pemohon, yakni dengan melakukan pemungutan suara ulang di wilayah tertentu. Sedangkan lima hakim lainnya--Suhartoyo, Arsul Sani, Daniel Yusmic P. Foekh, Guntur Hamzah, dan Ridwan Mansyur--memutuskan menolak dalil pemohon secara keseluruhan.

Saldi Isra dalam sidang kemarin menuturkan, dalil pemohon mengenai bansos adalah beralasan menurut hukum. Dia juga menilai dalil soal mobilisasi aparat, aparatur negara atau penyelenggara negara juga beralasan menurut hukum.

"Oleh karena itu, demi menjaga integritas penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil, seharusnya Mahkamah memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang di beberapa daerah sebagaimana disebut dalam pertimbangan hukum di atas," tutur Saldi di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Senin, 22 April 2024.

Pada bagian pertimbangan sebelumnya, Saldi menyebut telah membaca keterangan Bawaslu dan fakta persidangan, serta mencermati alat bukti para pihak. Atas hal itu, dia menemukan masalah netralitas penjabat atau Pj. kepala daerah dan pengerahan kepala desa di Sumatera Utara, Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Kalimatan Barat, dan Sulawesi Selatan.

Sedangkan hakim konstitusi Arief Hidayat menuturkan, berdasarkan pertimbangan atas fakta dan hukum, telah terjadi pelanggaran pada pilpres 2024 yang bersifat terstruktur, sistematis, dan massif. Ini melibatkan intervensi kekuasaan presiden dengan infrastruktur politik yang berada di bawahnya untuk memenangkan pasangan calon tertentu.

"Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk memulihkan prinsip keadilan Pemilu pada kedudukannya semula (restorative justice) dengan cara melakukan pemungutan suara ulang di beberapa wilayah yang diyakini telah terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan massif," ujar Arief dalam sidang kemarin.

Menurut Arief, wilayah di mana terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan massif tersebut adalah Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Utara.

Arief menyebut pemungutan suara ulang di enam provinsi itu tetap diikuti oleh tiga pasangan calon, yakni Anies-Muhaimin, Prabowo-Gibran, dan Ganjar-Mahfud. Dengan demikian, hakim konstitusi ini menilai permintaan pemohon untuk diskualifikasi Prabowo-Gibran atau hanya Gibran saja tidak tepat.

Sedangkan Enny Nurbaningsih mengatakan dalil pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. Oleh sebab itu, harus dilakukan PSU.

Pada dissenting opinion-nya, Enny salah satunya mengulas dalil pemohon mengenai ketidaknetralan Pj. kepala daerah di Kalimantan Barat, Jawa tengah, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara. Dia menyebut, Bawaslu telah memeriksa sejumlah laporan di empat provinsi tersebut, tapi kurang optimal.

Pilihan Editor: Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Bertemu dan Diskusi Bareng

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow