Bikin Inul Daratista Geram, Ternyata Ini Alasan Sri Mulyani Naikkan Pajak Rumah Karaoke-Kelab Malam 40 Hingga 70 Persen

Inul Daratista protes pajak karaoko dan kelab malam naik 40 hingga 70 persen. Ternyata ini alasan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Bikin Inul Daratista Geram, Ternyata Ini Alasan Sri Mulyani Naikkan Pajak Rumah Karaoke-Kelab Malam 40 Hingga 70 Persen

Intisari-Online.com - Belangan ini, artis dan pedangdut Inul Daratista geram.

Pasalnya, pajak rumah karaoke dan kelab dinaikkan oleh pemerintah.

Ternyata ini alasan Menteri Keuangan Sri Mulyani naikkan pajak rumah karaoke-kelab malam hingga 40 persen.

Inul sendiri adalah pemilik tempat karaoke Inul Vizta yang outlet-nya tersebar di banyak tempat.

Protes itu disampaikan Inul lewat media sosialnya, salah satu X.

"Pajak hiburan naik dari 25 persen ke 40 persen-75 persen, sing nggawe aturan mau ngajak modyar tah!" tulisnya, Sabtu (13/1).

"Kepala buat kaki, bayar pajak enggak kira-kira, belum lagi dicari-cari diobok-obok harus kena tambahan bayar, kalau nggak bisa rumah diancam kena police line atau sita harta."

"Karyawanku loh sekarang sudah turun jadi 5.000 orang Pak Sandi, sekarang sudah turun jauh dari 9.000 sebelum Covid."

"Jadi buat Pak Menteri, Pak Jokowi juga, tolong undang-undang ini dikaji ulang karena bapak naikkan pajak, banyak orang-orang yang tidak bisa bekerja lagi."

"Kalau bisa izin menghadap Pak Menteri sama asosiasi saya. Biar kita enggak stroke berjemaah."

Tak hanya Inul, protes juga dilayangkan oleh pengacara kondang Hotman Paris.

Menteri Keuangan Sri Mulyani buka-bukaan soal alasan menaikkan tempat hiburan seperti karaoke hingga kelab malam.

Dilansir Kompas.com, penerapan Pajak Barang Jasa Tertentu (PBJT) dengan tarif minimum 40 persen dan maksimal 75 persen untuk usaha karaoke, diskotek, spa, dan kelab malam menuai protes keras.

Salah satu sosok public figure yang paling vokal menentang aturan itu adalah pengacara kondang Hotman Paris yang juga pemilik Atlas Beach Fest Bali dan tempat hiburan malam Holywing.

Juga Inul Daratista yang merupakan pemilik jaringan karaoke, Inul Vista.

Tarif pajak hiburan maksimal 75 persen sejatinya sudah ada sejak lama yang diatur dalam UU Nomor 28 tahun 2009 atau UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).

Yang membuat para pengusaha berang adalah ketentuan tarif pajak minimal 40 persen yang berlaku untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa.

Misalnya saja, setelah UU HKPD ini berlaku, Pemprov Jakarta menaikkan pajak hiburan sebesar 40 persen dari sebelumnya dikenakan 25 persen karena harus menyesuaikan dengan ketentuan tarif pajak minimal dalam UU HKPD.

Alasan pemerintah pusat

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Lydia Kurniawati, menjelaskan pajak hiburan hingga batas maksimal 75 persen bukan hal baru.

Sebelum keluar UU HKPD, tarif pajak hiburan sudah diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

"PBJT ini bukan jenis pajak baru. Pada saat UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sebelum UU HKPD, ini sudah ada. Dikenalnya dengan pajak hiburan," tutur Lydia di Jakarta, dikutip pada Rabu (17/1/2024).

Yang membedakan dengan UU lama, yakni tarif pajak sebesar minimal 40 persen pada usaha diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa.

Aturan batas minimal tarif pajak 40 persen inilah yang diprotes para pengusaha.

Lydia berujar, pemerintah pusat punya alasan kuat menaikkan batas minimal tarif pajak menjadi 40 persen untuk kategori hiburan khusus.

Pemerintah beranggapan, usaha seperti diskotek, karaoke, kelab malam, hingga spa, tidak dinikmati oleh masyarakat umum atau hanya dinikmati kalangan tertentu.

Dengan pertimbangan tersebut, maka diperlukan perlakuan khusus terhadap kegiatan-kegiatan tersebut dengan menaikkan batas minimal tarif pajaknya.  

"Untuk mempertimbangkan rasa keadilan dalam upaya mengendalikan, dipandang perlu untuk menetapkan tarif batas bawahnya," beber Lydia.

Pertimbangan pemerintah pusat lainnya terkait pajak minimal 40 persen, lanjut dia, yakni agar tidak ada pemerintah daerah yang berlomba-lomba menetapkan tarif pajak hiburan serendah-rendahnya.

"Guna mencegah terjadinya penetapan tarif yang race to bottom," kata Lydia.

"Oleh karena itu untuk mempertimbangkan rasa keadilan dalam upaya mengendalikan (penetapan pajak hiburan sangat rendah oleh pemda), dipandang pelrlu untuk menetapkan tarif batas bawahnya," ucapnya lagi.

Lebih lanjut Lydia bilang, besaran batas bawah 40 persen sudah melalui berbagai pembahasan yang melibatkan berbagai pihak terkait, hingga akhirnya diputuskan bersama DPR RI.

"Dalam penetapan tarif ini pemerintah bersama dengan legislatif, jadi eksekutif dan legislatif itu telah mempertimbangakn masukan dari berbagai pihak," ucapnya.

Apa saja yang terkena pajak hiburan?

Untuk diketahui saja, pemungut pajak hiburan adalah pemerintah daerah, namun untuk penetapan tarif pajaknya tetap mengacu pada UU yang dibuat pemerintah pusat dan DPR RI.

Pemerintah daerah diberikan keleluasaan menetapkan tarif mengacu pada batas minimal dan maksimal, itu sebabnya besaran pajak hiburan di masing-masing daerah berbeda-beda.

Pajak hiburan dapat meliputi semua jenis pertunjukkan, tontonan, permainan, atau keramaian dalam bentuk apapun dan dapat dikenakan pungutan pajak.

Lebih detailnya, apabila merujuk pada UU, berikut 12 kategori yang masuk objek pajak barang dan jasa tertentu (PBJT), yaitu:

1. Tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu

2. Pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana

3. Kontes kecantikan

4. Kontes binaraga

5. Pameran

6. Pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap

7. Pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor

8. Permainan ketangkasan

9. Olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran

10. Rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang

11. Panti pijat dan pijat refleksi

12. Diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

Menurut Kementerian Keuangan, dari 12 kategori PBJT di atas, hanya kategori terakhir yang dikenakan pajak minimal 40 persen yang meliputi diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

Sementara kategori PBJT lainnya dikenakan pajak maksimal 10 persen.

Tarif pajak maksimal ini turun dari sebelumnya ditetapkan sebesar 35 persen.

Dengan demikian, usaha di luar kategori hiburan khusus seperti bioskop, pagelaran musik, sirkus, pacuan kuda, wahana air atau kolam renang, peragaan busana dan lainnya tidak dikenakan pajak minimal 40 persen.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow